JAKARTA (Independensi.com) – Kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah di Provinsi Bangka Belitung priode tahun 2015-2022 yang diusut Kejaksaan Agung diduga tidak saja merugikan keuangan negara tapi juga perekonomian negara dengan adanya kerusakan lingkungan.
Ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo belum lama ini mengatakan kerugian akibat kerusakan lingkungan disebabkan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan dan non hutan di Babel yang harus ditanggung negara senilai Rp271 triliun.
Menurut pengamat hukum Abdul Fickar Hadjar terjadinya kerusakan lingkungan dengan nilai kerugian yang sangat besar tidak terlepas dari lemahnya pengawasan maupun penegakan hukum oleh instansi pemerintah terkait, pemda maupun aparat penegak hukum setempat.
“Inilah bukti birokrasi pemerintahan khususnya yang berkaitan dengan pertambangan dan penegakan hukum tidak bekerja sebagaimana mestinya,” kata Fickar kepada Independensi.com saat dimintai tanggapannya, Minggu (25/02/024).
Padahal, tegas Fickar, mereka dibayar negara atau dibayar rakyat untuk menjaga dan mengawasi agar alam Indonesia terjaga dan tidak dirusak oleh pengusaha-pengusaha tambang yang legal, apalagi yang ilegal.
Dia membenarkan jika ditelusuri salah satu penyebabnya selain lemahnya pengawasan, sangat mungkin karena adanya oknum-oknum dari mereka diduga telah menerima “upeti” yang rutin dan berlanjut sehingga kerusakan lingkungan terus berlanjut.
“Saya kira ini haruslah menjadi perhatian pemerintahan yang baru. Selain dengan menegur atau juga bahkan mengganti dan meminta pertanggungjawabanya secara pidana,” kata Fickar.
Dia menambahkan untuk mencegah kerusakan lingkungan lebih parah lagi dalam kegiatan penambangan maka Kementerian terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) harus dipimpin personil pejabat yang berani dan berintegritas.
“Karena yang terjadi saat ini tidak hanya korupsi yang merugikan harta negara saja. Tetapi lebih jauh merusak kehidupan masa depan generasi yang akan datang,” kata
staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti.
Sebelumnya Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Kuntadi dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (19/02/2034) mengatakan terkait dengan kerusakan lingkungan akibat kegiatan penambangan di Babel tidak menutup kemungkinan pihaknya akan mendalami pihak yang memiliki kewenangan selaku regulator, termasuk Kementerian LHK dan ESDM.
“Terkait dengan bagaimana pengawasan lingkungan dan pertanggung-jawabannya, sampai saat ini masih kami dalami pihak-pihak mana yang terlibat dalam peristiwa hukum ini. Apakah ada pembiaran atau justru perbuatan yang jahat di dalamnya, termasuk juga dengan KLHK dan sebagainya,” kata Kuntadi dalam jumpa pers di Kejagung, Senin (19/2/2024).
Dia menyebutkan sejauh ini pihaknya baru menyentuh pejabat di lingkungan PT Timah. “Tentu kami akan mengevaluasi bagaimana dengan regulator, tunggu saja,” kata Kuntadi.
Sementara Kejaksaan Agung dalam kasus tata niaga komoditas timah telah menetapkan 13 tersangka dengan salah satu terkait kasus dugaan menghalangi atau merintangi penyidikan kasus tersebut. (muj)