Pidanakan Owner, Cara Mafia Tanah Kuasai Tanah di Bali

Loading

Denpasar (Independensi.com) – Ada keanehan hal yang terjadi pasca mantan Camat Denpasar Selatan, Anak Agung Gede Risnawan dipanggil oleh pihak kepolisian pada 27 September 2023 silam namun di hari yang sama pula dirinya mencabut keabsahan tanda tangan pada surat pernyataan silsilah waris yang digunakan oleh terdakwa untuk menyertifikatkan tanah milik I Gusti Gde Raka Ampug di Banjar Jero Kepisah milik Jero Kepisah Denpasar. Mantan Camat Risnawan mengaku melakukan pencabutan atas dasar informasi kepolisian dan diijinkan oleh kepolisian untuk mengambil foto barang bukti lalu langsung membuat surat pernyataan tanpa melakukan investigasi atau penelusuran terlebih dahulu.

Risnawan hanya menjelaskan alasan pencabutan karena nama-nama dalam beberapa silsilah yang dicabutnya terjadi perbedaan ejaan dan huruf huruf, tanpa melihat dan memeriksa apakah ada orang yang berbeda atau tidak.

Tanpa memiliki kewenangan sebagain camat lagi, Risnawan kemudian mencabut tanda tangan, lalu meminta Lurah untuk memanggil Kaling dan pihak Terdakwa, untuk mediasi ndan menyelesaikan secara kekeluargaan, tapi ketika ditanyakan secara kekeluargaan seperti apa dan antar siapa, Risnawan terlihat tidak mau menjawab.

Hal tersebut terungkap di persidangan dengan Terdakwa A.A. Ngurah Oka, Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa dengan dugaan Pemalsuan SuraTerdakwa Ngurah Oka Pasal 263 KUHP dengan dugaan Pemalsuan Surat Silsilah Waris. Selain mantan Camat Denpasar Selatan yang berlangsung di PN Denpasar, Selasa (11/2/2025). Selain Saksi Ii Anak Agung Gede Risnawa JPU juga sebelumnya menghadirkan saksi I Wayan Sambrag yang merupakan mantan Klian Dinas (Kepala Desa) Banjar Kepisah 1979-1992.

“Luar biasanya Mantan camat tersebut mencabut tandatangan nya setelah dia sudah tidak menjadi camat dan ini menjadi preseden buruk bagaimana buruknya tata kelola administrasi sebuah kecamatan yang bisa di intervensi oleh sekelas seorang mantan pejabat,” kata Kadek Duarsa, SH. MH. kuasa hukum A.A. Ngurah Oka.

Tidak bisa dipungkiri lagi akibat pencabutan surat keabsahan tanda tangan pada surat pernyataan silsilah waris pada 27 September 2023 lalu beberapa hari kemudian status A.A. Ngurah Oka menjadi Tersangka.

Padahal saat dilakukan koordinasi dengan kelian dinas kepisah, mantan Camat tersebut sudah di informasikan bahwa memang benar I Gusti Gede Raka Ampug itu tiada lain adalah orang yang sama dan dari Jro Kepisah. (namun karena dugaan kekhawatiran, sehingga diduga dengan rasa takut dan tidak ingin bermasalah secara hukum maka mantan kekeuh (ngotot) untuk membuat surat pernyataan pencabutan tanda tangan pada silsilah keluarga Jro Kepisah tersebut.

“Saking paniknya dan grogi dengan cecaran pertanyaan dari kami penasehat hukum terdakwa, tiba-tiba camat Risnawan mengeluarkan jurus mengaku lupa kapan dan dimana dibuat surat pernyataan itu, apakah dikepolisian atau saat disidik atau dimana?,” kata Duarsa.

Dalam persidangan ia juga mengungkapkan bahwa pencabutan surat tandatangan tersebut didasari pada keterangan dari kepala lingkungan setempat. Menurutnya Kepala lingkungan tersebut pada waktu itu menyatakan bahwa lima orang yang tercatat dalam silsilah tersebut adalah orang yang sama, merujuk pada satu nama I Gusti Gede Raka Ampug.

Jadi fixed terkonfirmasi bahwa dari keseluruhan Saksi-saksi yang sudah dihadirkan di persidangan ini tidak ada satupun “Mens rea” dan perbuatan hukum terdakwa yang mengarah kepada terdakwa A.A. Ngurah Oka.

Hal ini mengindikasikan bahwa Tuduhan oleh pelapor AA Ngurah Eka Wijaya kepada AA Ngurah Oka (terdakwa) mengenai pemalsuan silsilah dipastikan sebuah rekayasa untuk kepentingan tertentu.

Sementara kuasa hukum terdakwa, Made Somya saat mengajukan pertanyaan kepada saksi Risnawan. Somya menanyakan kapan saksi mengetahui adanya persoalan ini. Dengan entengnya Risnawan menjawab bahwa dirinya baru mengetahui masalah ini pada tahun 2022 setelah mendapatkan panggilan dari Polda Bali, yang terjadi beberapa tahun setelah dirinya tidak menjabat lagi sebagai camat.

Untuk diketahui, Risnawan menjabat sebagai Camat Denpasar Selatan dari tahun 2011 hingga 2017.

Menurut Somya, kepolisian dan Kejati Bali harus memberikan penjelasan kepada publik mengenai bagaimana laporan dari pihak yang tidak memiliki hubungan darah atau tidak memiliki “legal standing” bisa diproses hingga ke pengadilan.

Karena sejatinya kasus ini tidak seharusnya masuk ke ranah pidana. Menurut Somya Putra, banyak saksi yang dihadirkan justru lebih banyak membahas mengenai terkait kepemilikan tanah daripada dugaan pemalsuan silsilah keluarga.

“Terlihat dari dakwaan JPU yang menuding kliennya A.A. Ngurah Oka telah memalsukan silsilah, namun pembahasan dalam persidangan justru lebih banyak mengenai status kepemilikan tanah. Ini semakin menguatkan dugaan bahwa kasus ini memang sengketa perdata yang dipaksakan menjadi pidana,” ujar Somya.

Menurutnya, Sudah jadi tren liciknya mafia tanah dengan memakai upaya mengkriminalisasikan melalui jalur pidana dengan berkolaborasi dengan pihak-pihak aparat terkait dalam sengketa tanah. (hd)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *