Denpasar (Independensi.com) – Materi tentang kode etik pengacara tampaknya menjadi bagian penting dan krusial dalam pendidikan pengacara. Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) mengatur perilaku dan tanggung jawab advokat dalam menjalankan profesinya. Asosiasi Advokat Indonesia Officium Nobile (AAI ON) Provinsi Bali sangat menekankan persoalan Kode Etik sebagai cermin perilaku seorang Advokat yang Officium Nobile, sehingga Kode Etik menjadi perhatian yang sangat luar biasa untuk dididik dengan tegas.
“Fenomena semakin maraknya Advokat yang malah tersandung kasus hukum di negeri ini membuat AAI ON semakin membentengi pelanggaran dengan diberikan Mata Ajar Kode Etik dan Etika Profesi Advokat,” kata Sekjen DPP AAI ON Dr. Hendri Donald, SH., MH. disela-sela Ujian Profesi Advokat (UPA) yang dilaksanakan secara serentak di dua daerah, yakni Denpasar, Bali dan Bandung, Jawa Barat, di Ruang Jayasingha Warmadewa Mandapa, Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, Denpasar, Sabtu, 24 Mei 2025.
Pihaknya melaksanakan PPA hingga UPA berdasarkan standar kurikulum sesuai mata ajar dan spesifikasi tenaga pengajar.
“Soal-soal juga dibuat oleh Tim Pengkaji dari PPA. Harapan kami, semoga peserta yang mengikuti UPA, setelah lulus dapat berpraktek dan beracara sesuai KUHAP dengan baik dan benar,” kata Hendri Donald.
Menurutnya, Materi tentang kode etik ini penting dan krusial untuk memastikan advokat menjalankan tugasnya dengan profesional dan bertanggung jawab.
DPC AAI ON Denpasar bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa (FH Unwar) Denpasar melaksanakan Ujian Profesi Advokat (UPA).
Diharapkan, peserta UPA dapat lulus yang kemudian menjadi Praktisi Hukum yang andal.
Terkait fenomena banyaknya Advokat yang tersandung kasus hukum, Hendri Donald memastikan AAI ON telah berusaha untuk membentengi potensi pelanggaran dengan diberikan Mata Ajar Kode Etik dan Etika Profesi Advokat secara mendalam
“Kita khan melarang itu, tapi nyatanya banyak yang melanggar. Jadi, masalah hukum tergantung dari pribadi masing-masing. Harapan kita, semoga Advokat Muda ini mengusung profesionalisme serta idealisme lebih tinggi lagi,” harapnya.
Ketua DPC AAI ON Denpasar I Gede Wija Kusuma, SH., MH., didampingi Ketut Ngastawa, SH., MH., menyebutkan bahwa AAI ON Denpasar berkomitmen dalam bekerjasama terkait Pendidikan Profesi Advokat (PPA) di Fakultas Hukum Universitas Warmadewa.
“Ini kali ke-2 kita melakukan Pendidikan Profesi Advokat (PPA), yang pertama itu mereka tinggal dilantik dan disumpah, sekarang sedang magang di kantor-kantor anggota AAI ON,” kata Wija Kusuma.
Setelah UPA, mereka akan melakukan proses magang selama dua tahun, nantinya bakal dilantik sebagai Advokat AAI ON, lalu disumpah oleh Pengadilan. “Mereka magang di berbagai organisasi Advokat AAI ON,” terangnya.
Patut diketahui, selain mata ajar lainnya, AAI ON sangat menekankan persoalan Kode Etik sebagai cermin perilaku seorang Advokat yang Officium Nobile, sehingga materi Kode Etik menjadi perhatian yang sangat luar biasa untuk dididik dengan tegas.
“Begitu juga kepada para anggota AAI ON yang sudah senior, kita ingatkan ulang tentang Kode Etik tersebut. Jangan sampai mereka lupa,” paparnya.
Apalagi, diakui sekarang banyak Advokat yang jam terbang tinggi terkadang melupakan Kode Etik Advokat, karena Kode Etik dinomorsatukan di AAI ON.
Tak hanya itu, Wija Kusuma juga menambahkan materi UPA terkait pengetahuan hukum terkini (up-to-date), lantaran kondisi hukum berubah setiap tahunnya. Oleh karena itu, seluruh anggota AAI ON wajib untuk mengikuti perkembangan perilaku masyarakat dalam konteks hukum terkini.
“Di AAI ON itu ada namanya Dewan Kehormatan (DK). Jadi, bagi anggota AAI ON yang ditenggarai melakukan pelanggaran Kode Etik itu bisa dilaporkan ke Dewan Kehormatan. Bukan saja anggota AAI ON, tapi laporan itu boleh dilakukan oleh masyarakat dan siapa saja yang merasa dirugikan,” tegasnya.
Setelah itu, laporan yang diterima Dewan Kehormatan bakal diklarifikasi, lalu dipilah, termasuk pelanggaran Kode Etik atau tidak.
“Jika melanggar Kode Etik sanksi jelas diberikan Peringatan Pertama, Peringatan Kedua lalu sanksi Administrasi sampai dengan usulan pencabutan Berita Acara,” tambahnya.
Untuk itu, Wija Kusuma kembali menekankan para peserta UPA agar mengikuti proses magang dulu, karena proses menjadi seorang Advokat itu tidak serta merta sukses terus terbang tinggi.
“Mereka harus dari bawah, paham prosesnya, sehingga kami di AAI ON selalu berkomitmen setiap peserta magang, kita ajak mereka pendampingan hukum di Polda Bali, Kejaksaan, kemudian kita ajak sidang dan sebagainya. Pokoknya nilai positif banyak sekali,” tandasnya.
Sekretaris Panitia UPA, I Putu Gede Darmawan, menyampaikan bahwa acara UPA sebagai rangkaian dari PPA yang dikerjasamakan dengan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar diikuti oleh 21 orang dengan rincian 20 orang sebagai peserta gelombang kedua ditambah satu orang dari peserta gelombang pertama yang saat itu berhalangan hadir.
Diharapkan, UPA sebagai rangkaian PPA bakal bisa menghasilkan para Advokat muda yang andal dan mempunyai idealisme.
“20 orang peserta sudah mengikuti PPA berlatar belakang Ilmu Hukum dan 1 orang dari Dokter. Kami lakukan UPA sebanyak dua kali selama setahun,” tutupnya. (hd)