YOGYAKARTA (Independensi.com) – Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan akan merombak regulasi yang berpotensi menghambat percepatan laju produksi pertanian untuk menuju Indonesia sebagai lumbung pangan dunia pada 2045.
“Regulasi yang baik diteruskan, dan bongkar yang menghambat,” kata Menteri Amran saat menyampaikan kuliah umum bertajuk “Indonesia Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045” di Auditorium Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Senin (12/3/2018).
Menurut Amran, jika dibiarkan regulasi yang tidak tepat justru akan memunculkan dampak yang cukup signifikan bagi petani maupun negara.
Ia mencontohkan regulasi yang harus dirombak, di antaranya terkait pengadaan pupuk melalui tender. Jika regulasi itu tidak dihilangkan, menurut dia, akan menyebabkan kerugian besar bagi petani.
“Pengadaan pupuk lewat tender dan baru tiba setelah panen. Padahal, jika pupuk telat 1 minggu saja mengakibat kehilangan 1 ton beras dan jika ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia bisa menimbulkan kerugian hingga Rp40 triliun,” ujarnya.
Amran mengemukakan untuk mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan juga dilakukan dengan menerapkan sikap anti korupsi dalam tubuh Kementrian Pertanian (Kementan). Kementan telah membentuk satgas pangan yang di dalamnya juga terdapat KPK.
Upaya lainnya, lanjut dia, yakni dengan mengubah lahan tidur berupa rawa pasang-surut dan tanah tadah hujan menjadi lahan pertanian. Pemanfaatan lahan tersebut dilakukan untuk meningkatkan lahan pertanian dalam negeri.
“Kita juga membangun lumbung pangan di daerah perbatasan sekitar 10 ribu hektare. Dengan berbagai upaya itu dalam 5-10 tahun mimpi bisa menyuplai negara tetangga bisa terwujud,” ucapnya.
Dekan Fakultas Pertanian UGM Jamhari mengatakan Fakultas Pertanian UGM siap mendukung program pemerintah dalam mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi lumbung pangan dunia pada 2045.
Komitmen UGM untuk mendukung sektor pertanian bangsa, menurut dia, salah satunya diwujudkan dengan pendirian PT. Pagilaran pada tahun 1964. Perusahaan penghasil teh ini dibangun dengan sistem kemitraan ini melibatkan sekitar tujuh ribu petani.
“Kita juga mengembangkan varietas unggul kedelai hitam Malika dan aplikasi digital Desa Apps untuk memudahkan petani dalam bercocok tanam dan berdiskusi dengan pakar pertanian,” ujarnya.