JAKARTA (Independensi.com) – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, menegaskan, Gubernur Kalimantan Timur, Isran M Noor dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Hadi Mulyadi, mesti dipecat dan dipidanakan, karena melakukan gerakan politik melanggar konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Petrus Selestinus, mengatakan, Isran M Noor dan Hadi Mulyadi, terlibat langsung dengan menghadiri pengibaran bendera tauhid, bendera yang digunakan Hizbut Tahrir Indonesia yang telah dibubarkan Pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017.
“Isran M Noor dan Hadi Mulyadi, menghadiri aksi bela tauhid mengibarkan bendera tauhid di halaman Kantor Gubernur Kalimantan Timur di Samarinda, Jumat, 26 Oktober 2018,” ujar Petrus Selestinus, Senin pagi, 29 Oktober 2018.
Menurut Petrus Selestinus, tindakan membiarkan pengibaran bendera HTI dimaksud juga merupakan pelecehan terhadap bendera merah putih. Karena Kantor Gubernur seharusnya hanya boleh mengibarkan bendera Merah Putih dan bendera organisasi resmi lainnya. Ini jelas memberi pesan bahwa Gubernur Isran Noor dan Wakilnya Hadi Mulyadi memiliki loyalitas kepada Ormas HTI yang secara hukum sudah dilarang di Indonesia.
Apa yang terjadi dengan Isran Noor dan Hadi Mulyadi merupakan sikap pembangkangan terhadap kewajiban Kepala Daerah menurut Undang-Undang Pemerintahan Daerah yaitu wajib memegang teguh, mengamalkan, melaksanakan Pancasila dan UUD 1945, mempertahankan NKRI serta mentaati seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Diungkapkan Petrus Selestinus, sikap Isran M Noor dan Hadi Mulyadi, jelas merupakan pelanggaran terhadap larangan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, mengingat kebijakan berupa membiarkan pengibaran bendera HTI, jelas-jelas telah meresahkan sebagain kelompok masyarakat Kaltim bahkan masyarakat seluruh Indonesia, merugikan kepentingan umum, merupakan penyalahgunaan wewenang bahkan melanggar sumpah jabatan.
Oleh karena itu Kapolri dan Menteri Dalam Negeri harus segera memproses hukum berupa pemidanaan Isran M Noor dan Hadi Mulyadi, serta memproses pemberhentian dari jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur karena aktivitasnya membiarkan pengibaran Bendera HTI jelas merupakan tindakan separatis, melecehkan Bendera Merah Putih sebagai bendera negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 jo pasal 66 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan yang berpotensi merusak persatuan dan kestuan dalam bingkai NKRI.
Polri dan Mendagri harus bersinergi menyelidiki kemungkinan Gubernur Isran Noor dan Wakilnya Hadi Mulyadi berafiliasi politik pada Ormas HTI atau setidak-tidaknya bersimpati pada perjuangan ideologi HTI yang nyata-nyata sudah dilarang.
“Ini jelas tindakan insubordinasi, pembangkangan bahkan menjurus kepada tindakan separatisme, karenanya sanksi pidana berat layak diberikan kepada Isran Noor dan Hadi Mulyadi sebagai Wakilnya serta pihak lain yang ikut terlibat agar tidak menjadi preseden buruk,” ujar Petrus Selestinus.
Sudah saatnya Polri menggunakan pendekatan secara hukum pidana yaitu tindakan kepolisian dengan menerapkan ketentuan pasal 59 ayat (3) dan (4) jo pasal 82 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017, tentang Perpu Ormas bagi siapapun yang membawa panji-panji HTI.
Karena pendekatan melalui tindakan administratif ternyata tidak berdampak menghentikan gerakan HTI memperjuangkan khilafah sebagai salah satu target gerakan HTI. Jika tidak ada langkah tegas.
“Maka tidak tertutup kemungkinan langkah serupa akan diikuti oleh Kepala Daerah lainnya yang berafiliasi politik dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang mendukung perjuangan HTI mempertahankan ke-ormasannya,” ujar Petrus Selestinus. (Aju)