Direktur Eksekutif Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (Padma) Indonesia, Gabriel Goa meminta pemerintah Indonesia agar serius memainkan jalur diplomasi untuk menyelamatkan 195 orang pekerja migran Indonesia yang terancam hukuman mati di sejumlah negara.
“Pemerintah harus berpikir dan melobi dengan cerdas semua negara di mana PMI kita yang terancam hukuman mati,” kata Gabriel dalam diskusi soal PMI di Jakarta, Jumat (24/5/2019).
Tampil sebagai pembicara lain dalam diskusi itu adalah Dirjen Pembinaan Penempatan dan Perluasan Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Maruli Apul Hasoloan; Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri, Ditjen Pembinaan Penempatan dan Perluasan Kerja, Kemnaker, Eva Trisiana; dan aktivis Jaringan Buruh Migran Indonesia, Savitri.
Menurut Gabriel, dalam 195 PMI yang terancam hukuman mati lebih banyak berada di Malaysia yakni sebanyak 154 orang PMI, Arab Saudi 20 orang PMI, di Tiongkok 12 orang PMI, di Uni Emirat Arab 4 orang PMI, di Laos 2 orang PMI, di Singapura 2 orang PMI, dan Bahrain 1 orang PMI. “Para PMI ini terlibat dalam berbagai jenis tindak pidana,” kata dia.
Pada kesempatan itu Eva Trisiana mengatakan, pemerintah tengah melobi negara-negara di mana PMI terancaman hukuman mati itu berada. “Kami juga melakukan pendampingan hukum,” kata dia.
Pada kesempatan itu Gabriel mendesak pemerintah agar terus dan serius mensosialisasikan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). “Masih banyak masyarakat tak tahu dengan isi undang-undang tersebut,” kata dia.
Savitri menambahkan, yang perlu disosialisasikan juga adalah mengenai keberadaan kantor pelayanan satu atap di daerah. “Banyak masyarakat di daerah tidak tahu keberadaan dan fungsi kantor pelayanan satu atap ini,” kata dia.