Jakarta (Independensi.com)
Kejaksaan Agung ternyata ikut-ikutan tidak menahan mantan Direktur Utama PT (Persero) PLN Nur Pamudji ketika menerima penyerahan Nur Pamudji sebagai tersangka berikut barang-bukti kasus dugaan korupsi pengadaan BBM dari Bareskrim Mabes Polri pada Selasa (16/7/2019) pekan lalu.
JAM Pidsus Adi Toegarisman membenarkan pihaknya tidak menahan Nur Pamudji dengan pertimbangan Bareskrim Mabes Polri sebagai penyidiknya juga tidak melakukan penahanan terhadap tersangka.
“Pertimbangan lainnya karena sudah ada sebagian kerugian negara yang telah dikembalikan dalam kasus tersebut,” kata Adi kepada Independensi.com, Selasa (23/7/2019)
Namun dia menjanjikan akan segera melimpahkan berkas perkara mantan Dirut PT PLN priode 2011-2014 tersebut kepada Pengadilan Tipikor Jakarta untuk disidangkan.
Kejagung sebelumnya menerima penyerahan tersangka Nur Pamudji dari Bareskrim Mabes Polri, Selasa (16/7/2019) di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan BBM jenis High Speed Diesel (HSD) di PT PLN tahun 2010, Nur Pamudji disangka korupsi bersama Dirut PT TPPI Honggo Wendratmo yang juga terlibat kasus lainnya yaitu terkait kasus Kondensat.
Kasus yang membelit mantan Direktur Energi Primair dan mantan Dirut PLN ini l berawal ketika selaku pengguna anggaran pengadaan BBM jenis HSD di PLN tahun 2010 melakukan intervensi dengan menganulir keputusan Panitia dan melakukan pemeriksaan (due diligence) sendiri pada Tuban Konsorsium di Singapura.
Perbuatan NP yang dilakukan bersama Dirut PT TPPI Honggo Wendratmo (dalam berkas tersendiri) membuat Tuban Konsorsium memenangkan kontrak kerjasama pengadaan BBM jenis HSD yang tidak sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja Pengadaan.
Selain bertentangan dengan Peraturan Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Peraturan Menteri BUMN NO. Per-05/MDU/2008 tentang Pedoman Umum Pengadaan Barang dan Jasa BUMN, Keputusan Direksi No. 80.K/DIR/2008 tanggal 29 Pebruari 2008 tentang Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkungan PT. PLN (Persero) sehingga merugikan negara sebesar Rp188 miliar.
Dalam kasus tersebut penyidik telah menyita barang bukti berupa uang yang nantinya akan diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti sebesar Rp173 miliar.(MUJ)