JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung menang prapraperadilan dari tujuh korporasi PT Duta Palma Group (DPG) yang menjadi pemohon dan sekaligus tersangka kasus dugaan Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam pengelolaan lahan kelapa sawit di kawasan hutan Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Pasalnya hakim tunggal Estiono yang memimpin sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (12/12/2024) dalam putusannya menyatakan permohonan praperadilan yang diajukan para pemohon terhadap Kejaksaan Agung tidak dapat diterima.
“Putusan hakim dalam pokok perkara permohonan praperadilan yang diajukan para pemohon dinyatakan tidak dapat diterima,” tutur Kapuspenkum Kejaksaan Agung Harli Siregar dalam keterangannya, Kamis (12/12/2024).
Harli menyebutkan putusan tersebut mengakhiri proses praperadilan yang diajukan para pemohon terhadap Kejaksaan Agung terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
“Putusan ini menjadi bagian dari upaya penegakan hukum dan memberikan kejelasan atas kewenangan proses penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung selaku termohon,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa Kejaksaan Agung memberi apresiasi atas putusan tersebut dan menegaskan komitmenn untuk terus menjalankan tugas pemberantasan korupsi secara profesional.
“Selain terus menegakkan hukum tanpa pandang bulu, termasuk terhadap kasus yang melibatkan korporasi besar,” ujar mantan Kajati Papua Barat.
Kejaksaan Agung diketahui dipraperadilankan tujuh korporasi PT DPG yaitu PT Duta Palma Satu PT Seberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Kencana Amal Tani, PT Darmex Plantations, PT Aset Fasific selaku pemohon yang merasa keberatan ditetapkan sebagai tersangka.
Alasan para pemohon penetapan tersangka oleh Kejaksaan Agung selaku termohon tanpa didukung dua alat bukti yang cukup, dan penetapan tersangka korporasi merupakan perbuatan melawan hukum dan proses penyidikannya bertentangan dengan asas Ne bis in idem,.
Para pemohon juga beralasan nilai penyitaan yang dilakukan Kejaksaan Agung melebihi kerugian negara dan dilakukan terhadap barang milik pihak ketiga.
Namun Kejaksaan Agung melalui tim jaksanya menepis alasan atau dalil-dalil para pemohon dengan menegaskan penyidik melakukan pengembangan kepada para pihak lain yang dapat dimintai pertanggung-jawaban pidananya
“Selain itu berdasarkan pertimbangan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang merupakan harta kekayaan berasal dari kejahatan dengan tujuan menyembunyikan dan menyamarkan melalui PT Asset Pasific dan PT Darmex Plantations,” tutur Tim jaksa saat menjawab permohonan praperadilan para pemohon.
Selain itu, tutur Tim jaksa penyidik sebelum menetapkan para pemohon sebagai tersangka telah memperoleh setidaknya dua alat bukti yang cukup, termasuk keterangan dari tujuh saksi.
Tim jaksa juga tidak sependapat dengan dalil para pemohon karena subjek hukum antara perkara korupsi yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, berbeda dengan subjek hukum yang kini sedang ditangani penyidik.
“Karena subjek dalam perkara korupsi dan pencucian uang yang sedang ditangani merupakan subjek hukum korporasi sehingga tidak Ne bis in idem,” ujar Tim jaksa dari Kejaksaan Agung.
“Adapun penyitaan dilakukan berdasarkan penyelidikan terhadap aset yang berasal dari kejahatan melalui PT Asset Pasific dan PT Darmex Plantations,” ujarnya seraya menambahkan alasan-alasan pemohon telah masuk dalam pemeriksaan pokok perkara (aspek materiil).(muj)