Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Hamli, menjadi pembicara dalam Dialog Civitas Academica Pencegahan Terorisme di kampus Universitas Jember, Rabu (24/7/2019).

Kampus Perlu Waspadai Kegiatan Janggal

Loading

JEMBER (IndependensI.com) – Direktur Pencegahan BNPT, Brigadir Jenderal (Pol) Hamli, mengungkap masih tingginya angka radikalisme di lingkungan kampus di Indonesia. Kondisi ini disinyalir berasal dari jenjang pendidikan di bawahnya.

Hal ini disampaikan Hamli saat menjadi pemateri dalam Dialog Civitas Academica dalam Pencegahan Terorisme di kampus Universitas Jember, Rabu (24/7/2019), yang diselenggarakan oleh BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur.

“Ada salah satu kampus di Jawa Timur yang tujuh puluh persen mahasiswanya bersumber dari sumber yang terindikasi. Dari SMA-nya, pondok pesantrennya, mereka sudah terpapar,” ungkap Hamli.

Dia meminta civitas academica di Jawa Timur tidak reaktif dengan data yang disampaikannya. Hal ini dingatkannya menjurus pada data serupa tentang temuan radikalisme di sejumlah kampus negeri di Indonesia yang pernah juga disampaikan, namun ditanggapi secara emosional.

“Dulu rektornya pada marah semua. Asal data BNPT dipertanyakan. Tapi ini hasil pengamatan lapangan, setelah dijelaskan detailnya mereka baru sadar dan rame-rame bergerak melakukan penanggulangan,” tambah Hamli.

Temuan radikalisme di lingkungan kampus, masih kata Hamli, memang bukan hal baru. Pada tahun 1983 pihaknya pernah melakukan pengamatan dan menemukan adanya aktivitas keagamaan di salah satu masjid di lingkungan kampus yang berlangsung hingga pukul 03.00 dini hari.

“Ini seharusnya menjadi perhatian kampus. Kenapa sampai ada aktivitas di masjid kampus sampai jam tiga pagi? Pencegahan bisa diawali dari kecurigaan-kecurigaan atas hal-hal yang janggal,” tandasnya.

Dalam paparanya jenderal bintang satu polisi ini juga mengingatkan pentingnya keterlibatan civitas academica dan lingkungan sekitar kampus dalam pencegahan terorisme. Hal itu diakuinya akan menjadi sebuah sinergi nyata dalam upaya penanggulangan terorisme.

“Hard approach, pendekatan keras dalam penanggulangan sebenarnya tidak perlu dilakukan. Penanggulangan terorisme akan efektif jika dilakukan dengan cara soft approach, dan itu membutuhkan keterlibatan masyarakat,” pungkas Hamli.

Selain Brigjen Hamli, diskusi itu juga menghadirkan narasumber mantan teroris Kurnia Widodo, Ketua FKPT Jatim Soubar Isman, Rektor Unej Drs Moh Hasan, MSc, PhD.