Nasaruddin Umar (Dokumentasi)

Idul Fitri, Saatnya Sucikan Diri dari Radikalisme dan Terorisme

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Akhir pekan ini umat Islam akan merayakan Hari Raya Idul Fitri 1438 H, hari kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Perayaan Idul Fitri inilah diharapkan menjadi momentum bagi umat Islam untuk mensucikan diri dari pengaruh radikalisme dan terorisme yang bertujuan merusak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof Dr KH Nasaruddin Umar, MA, mengungkapkan radikalisme dan terorisme adalah momok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Apalagi ancaman terorisme itu saat ini benar-benar nyata dengan keberadaan kelompok militan ISIS. Bahkan tidak hanya di Suriah dan Irak, kini ISIS telah melebarkan sayap ke Filipina Selatan.

“Dengan Idul Fitri inilah kita kembali sucikan diri pengaruh radikalisme dan terorisme dengan kembali ke Islam yang rahmatan lil alamin. Dengan Idul Fitri ini kita tingkatkan rasa cinta tanah air dan bangsa demi keutuhan NKRI,” ujar Kiai Nasaruddin Umar dalam surat elektronik yang diterima IndependensI.com, Selasa (20/6/2017).

Ia menilai bangsa Indonesia tengah menghadapi berbagai ujian saat ini. Karena itu, bangsa Indonesia harus memiliki ‘pertahanan’ kuat dalam menghadapi ‘serangan-serangan’ dari luar, bukan malah saling menjatuhkan. Kondisi itulah yang mengharuskan semuanya harus introspeksi mulai dari diri sendiri, keluarga, lingkungan, dan sebagainya.

Menurut Kiai Nasaruddin, untuk mewujudkan Indonesia yang bersih dari radikalisme dan terorisme adalah dengan memperkuat pemahaman dan penerapan nilai-nilai Islam dan Pancasila. Ia optimis bila Islam dan Pancasila semakin mengakar kuat, maka Indonesia pun akan kokoh dari berbagai macam gangguan.

“Idul Fitri itu saling memaafkan dan menjalin silaturahmi. Jadi ini momentum untuk mengejawantahkan nilai dari Islam dan Pancasila itu sendiri,” imbuh Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah ini.

Ia menilai, Islam dan Pancasila adalah sesuatu yang kompetibel. Islam adalah ajaran universal sedangkan Pancasila adalah kearifan lokal. Islam tidak mengatur A-Z akan tetapi islam mengatur cover-nya atau dasarnya, sedangkan aksesorisnya dan keindahannyadiserahkan oleh kearifan lokal yaitu Pancasila sebagai ideologi bangsa.

“Islam dan Pancasila seperti mata uang tapi memiliki sisi yang berbeda. Keduanya berfungsi karena apabila salah satu sisinya hilang, maka uang tersebut tidak dapat dipergunakan. Jadi sisi  tersebut bisa saling melengkapi dan menyempurnakan,” kata mantan Wakil Menteri Agama RI ini.

Salah satu hasil kolaborasi Islam dan Pancasila itu adalah toleransi. Kiai Nasaruddin memaparkan bahwa toleransi itu membutuhkan kelapangan dada dalam memahami perbedaan. Ia optimis bisa bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai ini, kedepan bangsa Indonesia akan semakin besar. Dan itu harus dimulai dari individu masing-masing.

“Untuk membuat orang lain baik kita harus memulai dari diri kita dulu. Di ibarat kan seperti guru, seorang guru tidak akan bisa memintarkan anak didiknya apabila dirinya sendiri belum menjadi manusia yang pintar. Jadi marilah kita jadikan Idul Fitri tahun ini sebagai momentum untuk memperbaiki diri dalam menghadapi paham-paham kekekerasan dengan nilai-nilai kesucian yang diajarkan islam,” pungkas Kiai Nasaruddin Umar.