Ada bom di Mapolres Solo? Ini pasti konspirasi densus!
Ada bom di Jl. Thamrin? Rekayasa polisi!
Ada bom di Gereja Samarinda? Rekayasa polisi!
Ada bom di Gereja Medan? Ini rekayasa polisi!
Ada bom panci yang gagal meledak? Pengalihan Isu!
Ada penusukan aparat kepolisian di Bandung? Rekayasa!
Ada penusukan dan pembunuhan di Mapolda Sumatera Utara? Ini hanya rekayasa polisi!
Dan semalam, ada anggota brimob ditusuk saat berada di masjid? Ini rekayasa!
Ayolah kawan. Ini soal nyawa. Pembunuhan. Hentikan celoteh dan imajinasi konspiratifmu. Pembunuhan tetaplah pembunuhan. Kelak, kalau ayah-ibumu disembelih, engkau takkan peduli motif pelaku. Pembunuhan tetap pembunuhan. Titik.
Total 42 polisi gugur akibat tindakan Lone Wolf yang berbaiat kepada ISIS. Kemampuan mereka menurun, tak lagi leluasa membuat bom karena rekrutmennya masih baru. Tapi mereka tetap berbahaya. Kini, di berbagai wilayah di dunia mereka melakukan teror dengan pisau dan menabrakkan minivan maupun truk ke arah kerumunan massa.
Logika macam apa yang terus menerus menyatakan ini rekayasa polisi. Konspirasi ini itu, dan sebagainya. Ayolah. Buka mata. Pelaku ini juga saudara kita. Muslim juga. Kalau dibiarkan semakin berbahaya. Mereka terus berkembang karena diam-diam ada yang bersimpati dengan aksi mereka sekaligus memberikan clue bahwa ini “hanyalah” pengalihan isu, rekayasa, konspirasi dst.
Mereka semakin massif melakukan rekrutmen karena diam-diam kita tidak berteriak lantang saat Islam dibajak dan dibusukkan. Kita masih ngomong kejayaan masa lalu sembari ngobrolin konspirasi ini-itu, tapi di sisi lain, memberikan peluang bagi para bajingan memprovokasi pembunuhan atas nama “jihad”.
Lihatlah, ayo kita lihat baik-baik, dalam setiap aksi pengeboman di tanah air selalu ada teori konspirasi bahwa bom ini itu adalah “konspirasi”, “ulah intelijen”, & “pengalihan isu”, dan entah teori apa lagi. Padahal kita tahu Bom Kedubes Filipina, Bom Bali 1 & 2, Bom Marriot, Bom Ritz Carlton, Bom Bunuh Diri di Polresta Cirebon, Bom Thamrin, Bom Polres Solo, dan berbagai pengeboman lainnya pelakunya ya saudara-saudara kita yang mengidap penyakit jiwa.
Konspirasi? Hahaha, lha wong terorisnya bikin video pengakuan sebelum bertindak kok, sebagian bikin surat pernyataan dan wasiat. Mereka bangga dengan “jihad”nya. Terorisnya bawa paspor dan KTP, kok bisa? Ya iyyalah. ini era digital. Setiap aksi pengeboman dan teror pelaku sengaja membawa identitas dirinya untuk menunjukkan eksistensinya sebagai “mujahid”.
Bahkan, seringkali ada kawannya yang sengaja merekam aksinya lalu menguploadnya di web yang dikelola ISIS. Kalau anda mampir di webnya ISIS maupun blog yang dikelola simpatisannya, niscaya bakal menemukan banyak video aksi bom bunuh diri maupun video testimoni “kesyahidan” dan video wasiat sebelum mereka melakukan aksinya.
Ayolah, akuilah, ada sebagian saudara-saudara seiman kita yang sinting dan melakukan pembusukan ayat al-Qur’an melalui tindakan bar-barnya. Sebagian malah bangga dengan aksinya. Tak percaya? Lihatlah berbagai statemen sebelum maupun sesudah aksinya.
Tak perlu lagi menutupi borok ini, tak usah lagi menyebarkan kabar bohong untuk mengarang cerita konspirasi. Tak perlu menuduh ini itu, konspirasi ini itu toh korban-korban yang berjatuhan mayoritas orang Islam juga. Paham kan sayang? Pelaku muslim, dan mayoritas korbannya juga muslim.
Di Indonesia, Timur Tengah, Pakistan, Afganistan, Libya, Sudan dan Somalia, jumlah kaum muslimin yang terbunuh dan terusir dari kampung halamannya bukan diakibatkan oleh epidemi, melainkan oleh sesama umat Islam sendiri. Mau protes atas statemen saya? Silahkan!
Saat ini umat Islam butuh MUHASABAH, bukan MUBAHALAH!
Wallahul Musta’an
Ustadz Rijal Mumazziq Z, S.Ag ., M.HI., dosen UIN Sunan Ampel Surabaya.