JAKARTA (IndependensI.com) – Presiden PKS Sohibul Iman menegaskan bahwa partainya menolak rencana pembangunan gedung baru DPR, karena tidak sesuai dengan kondisi ekonomi nasional yang sedang mengalami defisit anggaran.
“Situasi ekonomi Indonesia sedang tidak memungkinkan, jadi kami minta tunda dulu pembangunan gedung baru,” kata Sohibul di sela-sela Sidang Bersama DPR-DPD RI di Gedung Nusantara, Jakarta, Rabu (16/8/2017).
Dia mengakui bahwa ruang kerja anggota DPR masih belum memadai untuk menunjang tugas kedewanan karena pada awal berdirinya Gedung Nusantara I, satu ruangan hanya untuk satu anggota DPR dan seorang staf.
Saat ini menurut dia, satu ruangan ditempati satu anggota DPR, lima orang tenaga ahli, dan dua asisten pribadi, namun harus disesuaikan dengan porsi keuangan Indonesia yang mengalami defisit. “Ya mungkin jalan tengahnya dengan renovasi gedung, artinya cari cara yang tidak melukai situasi saat ini,” ujarnya.
Sohibul menilai semua penganggaran harus memiliki kesadaran prioritas sehingga tidak mengecewakan masyarakat yang saat ini menghadapi kondisi ekonomi yang fluktuatif.
Sohibul mengatakan DPP PKS belum berkomunikasi dan belum memberikan arahan kepada Fraksi PKS DPR RI, sehingga segera dilakukan konsolidasi terkait hal tersebut. “Kami belum memberikan arahan kepada Fraksi PKS namun saya yakin teman-teman fraksi paham mereka pun melihat situasi seperti ini,” katanya.
Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Anton Sihombing mengatakan anggaran pembangunan gedung baru DPR diperoleh secara bertahap misalnya di 2018 sebesar Rp500 miliar dari total anggaran DPR di tahun tersebut Rp5,7 triliun. “Anggaran itu kan bertahap yang sudah didapat Rp5,7 triliun kemarin itu sudah ada Rp500 miliar untuk anggaran,” kata Anton di Gedung Nusantara, Jakarta, Senin (14/8/2017).
Politisi Partai Golkar itu menjelaskan selain membangun gedung baru, DPR juga mewacanakan untuk membangun alun-alun demokrasi, perpustakaan hingga museum parlemen.
Rencana itu, menurut dia, di luar dari anggaran yang akan digunakan untuk membangun gedung baru DPR misalnya alun-alun demokrasi dapat digunakan sebagai tempat representatif bagi masyarakat yang ingin melaksanakan unjuk rasa. “Tapi nanti kita tambah lagi untuk pembangunan alun-alun, perpustakaan terus museum. Misalnya di London, Inggris ketika masyarakat menyampaikan aspirasi ada tempat tersendiri, tidak seperti di sini ketika demo terjadi kemacetan,” katanya.
Anton mengatakan pembahasan RAPBN 2018 baru akan dilakukan setelah pembacaan nota keuangan pada 16 Agustus 2017, sehingga setelah itu baru bisa dipastikan DPR memperoleh anggaran Rp5,7 triliun atau tidak. (antaranews)