JAKARTA (IndependensI.com) – Pepatah Barat mengatakan teaching by example. Mengajarkan sesuatu harus dilakukan dengan memberi contoh atau teladan, termasuk dalam pengamalan Pancasila.
Masyarakat tidak dapat begitu saja dicekoki dengan pengajaran ideologi semata. Para pemangku kebijakan harus memberi keteladanan dalam pengamalan dasar negara kita.
Di usia Republik Indonesia yang sudah berumur 72 tahun, para pemimpin bangsa, baik eksekutif, legislatif dan yudikatif harus bisa menjadi contoh atau panutan masyarakat, terutama dalam pengamalan nilai-nilai Pancasila. Itu penting agar Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara terus berdiri tegak dalam membentengi bangsa dari ancaman radikalisme dan terorisme.
“Karena dari keteladanan pemimpinlah yang dapat menunjukkan bahwa mereka itu adalah Pancasilais sejati, baru setelah itu rakyat akan mengikutinya. Sadarkan para pemimpin untuk dapat memimpin bangsa ini dengan baik, barulah rakyat itu bisa sadar,” kata Guru Besar Universitas islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Dr H Yusni Saby, MA, PhD, Kamis (24/8/2017)
Menurutnya, kalau para pemimpin tidak bisa menunjukkan identitasnya sebagai seorang yang Pancasilais, maka jangan harap rakyat atau pengikutnya menjadi Pancasilais sejati.
“Kalau ada tindakan aparat yang perilaku perbuatannya bertentangan dengan Pancasila maka dialah yang merusak Pancasila dan pengganggu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini,” ujarnya.
Menurut Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) provinsi Aceh ini, saat ini masih saja ada para pemimpin yang belum dapat menegakkan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Dirinya pun salut terhadap usaha Presiden RI, Joko Widodo, yang membentuk Unit Kerja Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Juga bekerja keras memperbaiki hal-hal yang tidak beres di pemerintahan.
“Ingat rakyat kita ini ada 262 juta jiwa. Saya rasa tidak sampai lima juta jiwa untuk menjadi pejabat yang bisa bekerja dengan baik bagi rakyatnya di negeri ini. Disinilah pentingnya pengamalan nilai-nilai Pancasila dibutuhkan,” tuturnya
Ia memberikan contoh, bahwa siapapun yang dipekerjakan untuk bekerja kepada publik baik itu anggota dewan, menteri, atau kepala pemerintahan yang menangani urusan masyarakat, kalau dia menyelewang tetap harus dihukum sesuai Undang-Undang yang berlaku.
Pria yang pernah menjadi rektor UIN)Ar-Raniry Banda Aceh periode 2005-2009 ini juga memberikan pandangannya terkait ancaman radikalisme dan terorisme. Menurutnya, masyarakat harus menegakkan Pancasila sebagai benteng agar tidak terpapar paham radikalisme dan terorisme.
Selain itu, masyarakat jangan sekali-sekali mudah terpengaruh terhadap ajakan-ajakan bohong/hoax, provokatif, ajakan bawah tanah dan sebagainya yang tidak sah dan tidak ada ujung pangkalnya.
“Walaupun yang mengajak itu bernama ulama, bernama pejabat atau dari partai, jangan di dengar sama-sekali. Harus kita sadarkan kepada masyarakat bahwa kita harus ikutil pemimpin yang sah yang telah ditunjuk untuk memimpin negeri ini,” tutur pria yang juga Peneliti di Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam UIN Ar-Raniry Banda Aceh ini
Ia juga meminta pemerintah lebih transparan dalam memberikan informasi kepada masyarakat. “Kalau tidak transparan maka rakyat tidak percaya lagi pada informasi dari pemerintah, maka mereka akan percaya kepada informasi yang diluar pemerintah. Ini yang berbahaya. Karean kalau informasi itu berasal dari kelompok-kelompok yang radikal, bisa bahaya masyarakat kita itu nanti,” ujarnya.
Selain itu, pendidikan juga menjadi faktor penting. Para guru, ustad, ulama, pemimpin atau ketua adat harus benar-benar dapat melihat, membimbing dan mengayomi masyarakat. Jangan lagi membiarkan masyarakat yang miskin makin teraniaya
“Itu tidak boleh dibiarkan. Kita sudah 72 tahun merdeka, kalau masih ada rakyatnya yang menderita, diluar batas, diluar kewajaran, saya kira para pejabat, ulama, atau pemimpin harus disalahkan. Mereka lah yang bertanggung jawab terhadap pembinaan masyarakat kita ini,” tuturnya.
Untuk itu dirinya kembali menegaskan bahwa ideologi Pancasila sebagai dasar negara itu sudah final dan tidak bisa diubah lagi. Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI harus dipertahankan demi persatuan di negeri ini.
“Jangan sudah 72 tahun merdeka, kita masih bicara pondasi di negeri ini tidak beres, goyang pondasi, bongkar pondasi, itu tidak boleh terjadi itu. Pondasi rumah (bangsa) yakni Pancasila sudah jadi, Pancasila ini didirikan para pejuang, ulama yang kita junjung tinggi,” ujarnya.
Sekarang, menurutnya tinggal bagaimana seluruh komponen bangsa sama-sama bekerja untuk bisa merawat, mempercantik, memperindah dan memmakmurkan negara ini. Seluruh komponen masyarakat itu harus saling bahu membahu bekerja sama untuk menegakkan Pancasila sebagai benteng agar terhindar dari pengaruh radikalisme dan terorisme.