JAKARTA (IndependensI.com) – Aung San Suu Kyi menegaskan bahwa dia tidak menakuti sorotan global terkait krisis Rohingya.
Peraih Nobel perdamaian itu mengatakan siap mengejar para pelanggar hak asasi manusia dan berjanji memulangkan sekitar 410.000 orang warga Muslim Rohingya yang mengungsi.
Pernyataan itu disampaikan Suu Kyi di Nay Pyi Taw, Myanmar, Selasa (19/9/2017). Suu Kyi menjawab kritisi masyarakat internasional di Sidang Umum PBB. Dalam pidato, yang seluruhnya disampaikan dalam Bahasa Inggris, Suu Kyi meminta dunia bersabar dan memahami peliknya persoalan di negara yang “demokrasinya masih rapuh”.
Amnesty International mengatakan Suu Kyi “mengubur kepalanya di dalam pasir” tentang bukti tindak kekerasan dan pemerkosaan oleh tentara. Kelompok pembela HAM itu juga mengatakan punya dokumentasi terjadinya pembunuhan dan pembersihan etnis secara sistematis di sejumlah desa di negara bagian Rakhine.
Di Myanmar, para pendukung Suu Kyi mengatakan politikus berusia 72 tahun itu tidak punya otoritas untuk mengendalikan militer. Selama sekitar 50 tahun, negeri itu dikuasai oleh tentara yang kewenangannya baru sekarang mulai digeser oleh pemerintah sipil.
“Dia berusaha mendapatkan kembali kredibilitasnya di mata masyarakat internasional, tanpa mengatakan terlalu banyak yang hanya akan mempersulit hubungannya dengan militer dan rakyat Burma yang memang tidak suka terhadap Rohingya,” kata Phil Robertson dari Human Rights Watch.
Tindak kekerasan mencabik Rakhine sejak 25 Agustus 2017. Konflik terjadi setelah gerombolan bersenjata ARSA menyerang pos polisi dan menewaskan sembilan orang petugas. Militer kemudian melancarkan serangan balasan secara membabi-buta.
Komunitas Rohingya, yang menjadi minoritas di negara yang sebagian besar penduduknya beragama Budha, lari menyelamatkan diri ke Bangladesh.
Dalam pidatonya sepanjang 30 menit, Suu Kyi menjawab kecaman orang-orang yang menyebutnya tidak mampu membela orang Rohingya.
Suu Kyi mengatakan Myanmar siap siaga “kapan pun” untuk memulangkan para pengungsi setelah melewati proses “verifikasi” yang disepakati dengan Bangladesh di awal 1990an.
“Mereka yang sudah diverifikasi sebagai pengungsi dari negara ini akan bisa pulang lagi tanpa masalah apa pun,” katanya.
Dalam wakt kurang dari satu bulan, hampir setengah juta orang Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Mereka kini terpaksa tinggal di tempat penampungan yang sudah sesak. Belum jelas berapa orang yang bisa pulang dan kapan waktunya.
Keinginan orang Rohingya untuk menetap di Myanmar masih menjadi topik perdebatan yang belum berakhir. Myanmar tidak mengakui mereka sebagai warga negara. Bangladesh, yang mayoritas penduduknya Muslim, menganggap orang Rohingya sebagai imigran ilegal.
One comment
Comments are closed.