SURABAYA (IndependensI.com) – Pentas seni dan budaya masih memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat Indonesia, Salah satu kesenian yang tetap eksis dan banyak peminat adalah kesenian Ludruk dari Jawa, khususnya di Jawa Timur. Setiap pertunjukan Ludruk misalnya masih banyak penonton, meskipun pertunjukan Ludruk tidak berlangsung di gedung, tetapi di acara-acara pernikahan dan acara lainnya.
Guna menjaga dan melestarikan kesenian Ludruk tersebut maka Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Jawa Timur menggelar festival Ludruk. Festival Ludruk Jawa Timur 2017 berlangsung selama tiga hari di Surabaya, 25- 27 September. Dalam festival tahun 2017 ini menampilkan 15 kelompok dari berbagai kabupaten dan kota di provinsi itu.
Ludruk banyak menyimpan nilai-nilai budaya yang harus tetap dijaga dan dikembangkan sebagai benteng dan lambang identitas bangsa Indonesia yang membedakan dengan budaya barat, ujar Kepala BPNP, Christriyati Ariani ditemui usai penyelenggaraan festival hari pertama di Gedung Cak Durasim Surbaya, Selasa (26/9/2017).
Karena itulah, kata dia, BPNP menilai penting menyelenggarakan Festival Ludruk Jawa Timur agar seni pertunjukan tradisional yang berakar kuat pada sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia ini tetap lestari.
Christiyati tak memungkiri, di tengah gempuran era globalisasi yang menyentuh di seluruh lini kehidupan masyarakat, bukan tidak mungkin di masa akan datang kesenian Ludruk akan stagnan, yang dikhawatirkan kemudian ditinggal penonton dan hanya menjadi bagian dari sejarah masa lalu.
“Di samping sebagai hiburan, Ludruk harus tetap konsisten menjadi kontrol sosial, nilai, moral dan budaya seperti ketika kesenian ini pertama kali diciptakan,” ujarnya seperti dikutip Antara.
Dia menambahkan Festival Ludruk Jawa Timur yang baru pertama kali digelar ini tak hanya bertujuan agar kesenian ludruk mampu bertahan di tengah era globalisasi, melainkan lebih dari itu agar tetap menjadi bagian penting yang kehadirannya tetap dibutuhkan oleh masyarakat.
“Melalui penyelenggaraan festival ini kita perlu memberikan perhatian dan mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas kesenian ludruk untuk dapat lebih berani melakukan kreasi, inovasi dan aktualisasi melalui gaya penyutradaraan, keaktoran, lawakan, kidungan dan tari remo,” tuturnya.
BPNP menggandeng Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Budaya Jawa Timur untuk memilih 15 kelompok sebagai penyaji yang tampil di Festival Ludruk Jawa Timur 2017 Empat kelompok yang tampil di antaranya berasal dari Kota Surabaya, tiga kelompok dari Kabupaten Malang, dua kelompok dari Jombang.
Selain itu satu kelompok masing-masing dari Kabupaten Kediri, Tuban, Sidoarjo, Lamongan, Jombang, Lumajang , dan Kabupaten Mojokerto.
Kepala UPT Taman Budaya Jawa Timur Suktano mengatakan 15 kelompok yang tampil telah melalui proses kurasi. “Sebenarnya ada lebih dari 15 kelompok ludruk dari berbagai kota dan kabupaten di Jawa Timur yang sampai hari ini masih eksis. Karena keterbatasan waktu penyelenggaraan festival, tidak semuanya bisa ditampilkan di sini, sehingga kami harus menyeleksinya melalui proses kurasi,” katanya.
Kelompok-kelompok yang ditampilkan, lanjut dia, adalah kelas menengah ke bawah, dalam artian kurang begitu mapan karena kurang laku diundang oleh masyarakat (ditanggap) yang memiliki acara hajatan. “Kelompok ludruk yang sudah tergolong mapan, sebutlah salah satu contohnya Kelompok Ludruk Karya Budaya asal Mojokerto, sengaja tidak kami undang karena sekaligus pada festival kali ini kami ingin membantu atau mengangkat kelompok-kelompok Ludruk yang selama ini sepi ‘tanggapan’,” ujarnya.
Memang, dia menjelaskan, kelompok-kelompok Ludruk di Jawa Timur yang masih bertahan selama ini hanya mengandalkan undangan dari masyarakat yang menggelar acara hajatan. “Kelompok-kelompok ludruk sekarang ini sudah jarang yang ‘nobong’ atau pentas di gedung. Karena gedungnya kan menyewa dan mereka sudah tidak mampu lagi membayar biaya sewa gedung untuk ‘nobong’. “Satu-satunya harapan bagi para seniman Ludruk adalah ‘tanggapan’ dari masyarakat yang menggelar hajatan,” ucapnya.