Seorang beginner akan mempraktekkan apa yang telah dipelajarinya di MGA dan diawasi oleh Kang Asep.

Academy of Golf Tidak Hanya untuk Junior dan Beginner

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Jauh sebelum munculnya teleivsi swasta seperti sekarang, satu-satunya media audio visual di Indonesia yang sangat aktif meliput dan kemudian menayangkan olahraga golf, baik dalam event charity maupun event prestasi berskala lokal, nasional, regional, dan internasional, adalah TVRI.

Namun, karena olahraga golf belum populer seperti sekarang, maka banyak hal yang berkaitan dengan olahraga tersebut yang belum dipahami seluk beluknya oleh khususnya para jurnalis lokal yang mendapat tugas untuk meliput.

Akibatnya sering terjadi peristiwa yang membuat panitia pelaksana harus turun tangan “melerai” kesalahpahaman antara pegolf dan sang jurnalis.

Misalnya, pernah terjadi dalam sebuah turnamen level Asian Tour, ada seorang pegolf yang akan melakukan swing dan/atau putting mendadak menghentikan “aktivitas”-nya gara-gara mendengar suara motor drive dari kamera seorang photographer dan/atau kamerawan yang berdiri segaris lurus dengan pegolf yang akan memukul bola di putting green.

Uke bersama Asep Maulana Djaki, Kepala Sekolah Maura Golf Academy

Peristiwa tersebut terjadi disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya pada saat itu olahraga golf belum sepopuler seperti sekarang. Di sisi lain, asosiasi golf di negeri ini relatif jarang – kalau tidak boleh dikatakan tidak ada sama sekali – melakukan sosialisasi mengenai rule of golf kepada publik pecinta olahraga tersebut termasuk kepada media.

Sementara, pada saat itu, suka tidak suka dan diakui atau tidak, banyak orang bisa bermain golf tapi tidak paham terhadap rule of golf dalam arti yang sesungguhnya. Ibarat seseorang yang sangat ahli mengemudikan kendaraan tapi mereka tidak memiliki SIM.

Jadi, jangan kaget apabila pada sebuah event charity, ada kamerawan televisi nasional yang “ujug-ujug” nylonong masuk ke area green men-shoot seorang pemain (yang kebetulan pejabat terkenal di era Orba) yang sedang berancang-ancang hendak putting – memasukkan bola ke dalam hole di putting green.

Padahal, dalam event golf yang berlabel apa pun – prestasi dan/atau charity sekalipun – yang terlibat di dalamnya harus patuh terhadap rule of golf yang berlaku di seluruh dunia.

Seperti diketahui, olahraga golf adalah salah satu olahraga yang sangat menjunjung tinggi etika – dari bagaimana cara berpakaian baik untuk pegolf pria maupun wanita sampai bagaimana perilaku mereka saat berada di lapangan.

Uke saat memberi petunjuk bagaimana meng-“adress” serta menempatkan “permukaan” stick yang baik dan benar sebelum memukul bola.

Merujuk pada literatur tentang rule dan etiket, yang paling “krusial” – salah satu di antaranya – pemain tidak boleh berisik dan tidak boleh mengganggu pemain lain saat permainan berlangsung.

Masalah “tidak boleh berisik” itu tak hanya sebatas harus dipatuhi oleh para pemain, akan tetapi harus dipatuhi pula oleh setiap orang, termasuk penonton dan jurnalis.

Oleh karena itu, dalam turnamen-turnamen besar, panitia pelaksana pertandingan menugaskan seseorang (biasanya caddy) untuk membawa papan sepanjang lebih-kurang 50 centimeter dan lebar lebih-kurang 10 centimeter bertuliskan “QUITE”. Petugas pembawa papan tersebut mengiringi perjalan group leader hole demi hole.Ketika sampai di green saat di mana pemain akan putting, petugas tersebut mengacungkan papan tersebut. Tujuannya agar para penonton – termasuk jurnalis – tenang…

Bagi para pemburu berita, baik jurnalis cetak, audio visual dan online yang menugaskan reporternya untuk “terjun” ke lapangan, biasanya mereka selain dibekali Id Card mereka juga dibekali petunjuk tertulis yang ditulis di selembar kertas oleh panitia.

Petunjuk tertulis tersebut antara lain bagaimana agar jurnalis yang turun langsung ke lapangan tidak mengganggu konsentrasi para pegolf saat mereka berada di tee box, fairway dan green – terutama dan khususnya pada event-event besar.

Misalnya, saat pegolf berancang-ancang hendak memukul bola di tee box, fairway hingga green, bagi kamerawan dan fotografer tidak disarankan mengabadikan momen tersebut. Setelah pegolf selesai memukul dan bola yang dia pukul melesat jauh dan/atau masuk ke dalam hole… tidak ada yang melarang untuk mengabadikan momen tersebut sebanyak-banyaknya.

Panitia pelaksana pertandingan sangat mengapresiasi terhadap kamerawan dan photographer yang, selain membawa lensa standar mereka juga membawa telelens, sehingga keberadaan mereka tidak akan mengganggu pemain saat pemain tersebut berada di tee box, fairway, green dan handicap atau rintangan lainnya yang ada di lapangan.

Seiring dengan perkembangan zaman di mana referensi dan literasi tentang olahraga golf dapat diakses melalui situs-situs golf yang beredar di dunia maya, membuat publik semakin memahami rule of golf.

Sementara, sekolah-sekolah golf yang lebih sering disebut dengan istilah academy of golf pun tumbuh subur bagai jamur di musim hujan. Academy of golf yang biasanya “menyatu” dengan driving range tersebut tak hanya tersebar di kota-kota besar yang ada di ibukota provinsi di Jawa tapi juga tersebar di luar Jawa.

Bahkan academy of golf yang awalnya terkenal di Amerika Serikat pun sejak beberapa tahun belakangan ini membuka cabang di Indonesia – khususnya di Jakarta – setelah sebelumnya mereka membuka cabang di negara-negara Asia dan Asean seperti di Singapura.

Akan tetapi, diakui atau tidak, asumsi banyak orang, kalau kita membicarakan keberadaan sekolah golf – lazim disebut dengan istilah academy of golf – hanya ditujukan kepada pegolf junior dan pegolf pemula atau beginner.

Faktanya memang demikian. Padahal di luar negeri – tidak perlu jauh-jauh ke Amerika Serikat di Singapura saja misalnya – tak hanya junior dan beginner saja yang “menuntut ilmu” di beberapa sekolah atau academy golf yang ada di sana.

Karena, ada beberapa orang pro – termasuk pro dari Indonesia yang berhome-base di Driving Range Prestise Golf, yang berlokasi di Sudirman Central Business District (SCBD) – pun memperoleh sertifikat ilmu kepelatihannya di sebuah academy of golf ternama di negeri jiran tersebut yang induknya berada di Amerika Serikat.

Tak hanya di kota besar saja publik golf berasumsi bahwa kehadiran academy of golf hanya ditujukan kepada junior dan pegolf pemula. Hal yang sama juga terjadi di daerah, seperti misalnya di Batam.

“Respons golfer di Batam pada umumnya senang… Tapi baru secara lisan. Sementara yang sudah berkenan datang ke Kongkow Driving Range tempat Maura Golf Academy berada memang masih jauh dari harapan.”

“Kenapa? Karena mereka masih ada yang berpikiran bahwa academy golf ini hanya untuk junior dan beginner.”

Demikian pemaparan Technical Advisor MGA, Wahyu Hendarman, kepada IndependensI.com beberapa waktu lalu.

Lebih jauh Wahyu Hendarman mengungkapkan bahwa bagi publik golf yang sudah pernah datang dan kemudian bergabung dengan Maura Academy Golf umumnya merasa senang dengan sistem pelatihan dan administrasi yang ada di MGA.

Dan, seperti halnya academy of golf lainnya yang ada di kota-kota besar di Indonesia, menurut Wahyu Hendarman yang akrab disapa dengan sebutan Uke Widarsa Dipradja, Maura Golf Academy tak hanya diperuntukkan bagi junior dan beginner akan tetapi terbuka bagi siapa yang ingin belajar bermain golf dengan baik dan benar serta memahami tentang rule of golf dalam arti yang sesungguhnya.

“Jangan sampai terjadi… main golfnya jago… tapi nggak tau rule dan etiket,” tegasnya.

Alumni dari sebuah academy of golf ternama di USA tersebut, lebih jauh mengatakan bahwa dari pengamatan yang dia lakukan dia melihat bahwa banyak dari mereka yang belum “ngeh” dengan manfaat yang mereka dapatkan jika mereka bergabung dengan MGA, baik untuk ambil paket latihan atau sekedar diskusi masalah golf dengan segala aspeknya bersama dirinya.

Menjawab pertanyaan, sampai di mana para stake holder olahraga golf di daerah tersebut mengoptimalkan keberadaan Maura Golf Academy untuk meningkatkan kemampuan para atlet golf binaan mereka, Uke mengatakan bahwa keberadaan MGA seolah masih belum dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan di Kepri khususnya Batam, agar MGA bisa lebih berperan aktif terhadap program pembinaan serta pemantauan untuk mempersiapkan atlet-atlet golf Kepri dalam menghadapi PON 2020 di Papua.

Menggarisbawahi jawaban Uke Widarsa Dipradja seperti tersebut di atas, agaknya tidak terlalu berlebihan apabila di kemudian hari keberadaan MGA tak hanya sebatas untuk mengakomodir segala hal yang berhubungan dengan masalah “teknis”. Akan tetapi bisa juga dijadikan sebagai tempat untuk mensosialisasikan masalah-masalah “nonteknis” yang berkaitan dengan olahraga golf. Mengingat MGA yang menyatu dengan Kongkow Driving Range, selain berada di tempat yang sangat strategis dan banyak dikunjungi orang yang akan practice, juga sangat “strategis” dijadikan sebagai wahana untuk menyebar-luaskan info terkini tentang olahraga golf dengan segala aspeknya.

Sehingga, dengan demikian GOLF yang mengandung makna Games of Life & Filosophy benar-benar dihayati baik di dalam hati maupun di dalam kehidupan sehari-hari oleh pribadi lepas pribadi. Semoga. (Toto Prawoto)