Tugu Perjuangan Bekasi di Alun-alun Kota Bekasi Jadi Cagar Budaya. (foto:jonder sihotang)

Delapan Situs Bersejarah Jadi Cagar Budaya

Loading

BEKASI (IndependensI.com) – Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, kini menetapkan delapan situs bersejarah di wilayahnya sebagai cagar budaya. Salah satu di antaranya mulai dipersiapkan agar dapat dijadikan sebagai objek wisata.

Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya Kota Bekasi Ahmad Zarkasih mengatakan, berdasarkan Surat Keterangan Wali Kota Bekasi, ada delapan situs yang ditetapkan sebagai cagar budaya, yakni rumah adat Bekasi di Kranggan, Kecamatan Jatisampurna yang telah dihuni selama sembilan generasi dan kini difungsikan sebagai balai pertemuan warga.

Kemudian, sumur kembar Kranggan, Sumur Batu di Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang, Tugu Perjuangan Kali Bekasi, Tugu Perjuangan Rakyat Bekasi di area Alun-alun Kota Bekasi, Tugu Bambu Runcing di area Hutan Kota Bekasi, Tugu Perjuangan Jalan H Agus Salim, dan Gedong Papak.

“Sejauh ini baru delapan cagar budaya yang dimiliki Kota Bekasi. Selain karena faktor histori sejarah mengingat Bekasi merupakan salah satu daerah perlawanan terhadap musuh di masa revolusi, juga karena faktor histori budaya Bekasinya hingga kemudian ditetapkan sebagai cagar budaya,” katanya, kemarin.

Zarkasih mengatakan, tahun 2017 ini, Disparbud menerima alokasi anggaran sebesar Rp 80 juta dari APBD untuk perawatan situs cagar budaya tersebut. Namun dikarenakan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bekasi tahun 2017 itu sangat minim dan tidak memadai bagi perawatan delapan situs sekaligus, maka akhirnya ditetapkan skala prioritas.

“Hanya dua situs yang dipilih untuk mendapatkan perawatan, yakni Sumur Batu dan Tugu Perjuangan Rakyat dekat Kali Bekasi,” katanya.

Perihal Sumur Batu, diyakini sebagai sumur karomah tempat orang-orang Bekasi zaman dahulu mengambil wudhu saat akan solat. Kondisinya saat ini membutuhkan perbaikan sehingga diprioritaskan mendapat alokasi dana perawatan.

Kemudian Tugu Perjuangan Rakyat dekat Kali Bekasi mendapat alokasi dana perawatan karena dipersiapkan menjadi objek wisata bersejarah pertama yang siap dikunjungi warga ataupun wisatawan.

“Selama ini kami memang belum menjadikan situs-situs cagar budaya sebagai potensi wisata karena memang kondisinya belum siap kunjung. Dalam arti, belum ada fasilitas penunjang juga pelengkap agar situs tersebut layak dijadikan tujuan wisata,” katanya.

Setidaknya ada prasasti atau relief gambar terkait peristiwa penting di lokasi tersebut hingga akhirnya ditetapkan sebagai situs bersejarah. Jadi wisatawan yang datang pun tak sekadar datang untuk berfoto tapi juga mendapatkan informasi yang valid.
“Bisa juga dilengkapi dengan fasilitas umumnya semisal toilet atau saung-saung, tapi papan informasi sejarahnya yang terpenting,” katanya.

Wakil Wali Kota Bekasi Ahmad Syaikhu menambahkan, pemerintah akan mengupayakan agar dana pemeliharaan situs sejarah bisa ditingkatkan.
“Dengan demikian, perawatan terhadap cagar budaya bisa dilakukan dengan maksimal,” katanya.

Perihal cagar budaya Gedong Papak yang sempat difungsikan sebagai kantor sejumlah instansi, Syaikhu mengusulkan agar dimanfaatkan sebagai perpustakaan digital.  Gedung ini salah satu bangunan peninggalan Belanda dan saat ini masih digunakan sebagai musollah dan ruang perkantoran. (jonder sihotang)