MAKASAR (Independensi.com) – Staff Khusus Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Fernandez Hutagalung (kiri), Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Propinsi Sulsel Andi Murlina (kedua kiri), dan Kadispora Sulsel, Ibu TP PKK Kota Makassar, Indira Yusuf Ismail (kedua kanan) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Rohika Kurniadi Sari (kanan) saat kampanye Gerakan Bersama “Stop Perkawinan Anak” yang digelar di Ruang Pola Kantor Gubernur Sulawesi Selatan, Sabtu (2/12/2017). Dalam kampanye ini Perkawinan anak melanggar sejumlah hak asasi manusia yang dijamin oleh Konvensi Hak Anak (KHA).
Salah satunya adalah hak atas pendidikan, karena banyak anak yang sudah menikah akan mengalami putus sekolah, dan hal ini dapat menyebabkan semakin sempitnya peluang perempuan muda memperbaiki kesejahteraan.
Melalui Gerakan Stop Perkawinan Anak ini, menjadi dasar revisi UU No 1/1974 tentang Perkawinan yang mencantumkan batas usia minimal perkawinan perempuan adalah 16 tahun dan laki-laki 19 tahun akan dapat diwujudkan.
Komitmen untuk menghentikan perkawinan anak tersebut ada 4 pilar pembangunan yaitu lembaga masyarakat, dunia usaha, maupun media dalam menghentikan praktik perkawinan pada usia anak.