JAKARTA (Independensi.com) – Transaksi perdagangan Bitcoin di Indonesia semakin marak. Bisnis mata uang virtual ini menjanjikan keuntungan yang menggiurkan, sehingga banyak yang tertarik. Padahal, Bank Indonesia belum memberikan izin terhadap mata uang virtual tersebut, terutama karena alasan tidak ada unsur perlindungan terhadap konsumen.
Bank Indonesia menegaskan tidak mengakui pembayaran menggunakan mata uang virtual seperti Bitcoin yang sangat erat kaitannya dengan unsur spekulasi. “Kami tidak akui, bahkan kalau ada yang menggunakan Bitcoin yang melewati penyelenggara jasa sistem keuangan, kami akan kenakan sanksi karena sudah dilarang,” kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Enny Panggabean di Jakarta, Kamis (14/12/2017).
Enny mengatakan langkah yang dilakukan bank sentral dalam melarang penggunaan Bitcoin sudah dilakukan oleh negara-negara lain karena mata uang virtual ini tidak memenuhi unsur perlindungan terhadap konsumen. “Jadi, kalau hari ini pengguna ‘happy’ besok bisa ‘nangis’, ini tidak ada unsur perlindungan konsumen karena tidak ada otoritas yang mengatur kalau terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan konsumen,” katanya.
Untuk itu, ia memastikan setiap transaksi Bitcoin di penyelenggara jasa sistem keuangan tidak akan diakui sebagai alat pembayaran karena adanya unsur fluktuasi yang kuat dan bisa merugikan perekonomian secara keseluruhan. “Di PBI mengenai ‘Fintech’ juga sudah kami jelaskan bahwa ‘Fintech’ tidak boleh menggunakan transaksi dengan mata uang virtual. Kemudian di UU sudah dijelaskan bahwa kami tidak mengakui mata uang selain rupiah,” jelasnya.
Sebagaimana dikutip Antara, Enny menambahkan BI akan selalu berkoordinasi mengenai penggunaan mata uang virtual ini dengan Otoritas Jasa Keuangan, termasuk dengan kementerian terkait yang berwenang dengan pemanfaatan teknologi finansial.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengharapkan masyarakat tidak berspekulasi untuk berinvestasi pada mata uang digital, seperti bitcoin, yang kini mulai dilirik sebagai suatu produk investasi.
“Bagi Indonesia, yang tampaknya sering dimunculkan karena harganya makin tinggi, ini dilirik sebagai suatu bentuk investasi. Akan tetapi, kita tidak berharap terjadi spekulasi atau ‘bubble’ yang kemudian bisa merugikan,” ujarnya.
Untuk itu, Sri Mulyani meminta masyarakat dapat lebih bijak memilih investasi yang aman dan sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga nantinya tidak merugikan masyarakat itu sendiri. “Oleh karena itu, proteksi terhadap mereka yang akan menggunakan komoditas atau barang tersebut, apakah sebagai investasi atau tujuan lain, harus tetap di dalam konteks keamanan dari investasi dan sesuai rambu-rambu peraturan perundang-undangan di bidang keuangan dan mata uang,” ujarnya.