Oleh Adlan Daie
IndependensI.com – Melalui surat rekomendasi DPP PDI perjuangan nomor 3758/II/19/ 2017, yang di tandatangani oleh salah seorang Ketua DPP PDIP, Bambang DH dan Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristyanto, DPP PDI Perjuangan resmi merekomendasikan paket pasangan calon Bupati/Wakil Bupati Cirebon periode 2018-2023, yakni H Sunjaya P dan H Imron.
Kita bisa membaca pasangan ini dari sejumlah perspektif mulai dari partai pengusungnya, konfigurasi paket pasangannya, basis sosial elektoral dan peluang pemenangannya dibaca dari kemungkinan jumlah pasangan kompetitornya.
H Sunjaya, yang merupakan petahana, meskipun berkarier lama di militer dan lima tahun lalu sukses diusung partai nasionalis, PDIP, tapi dalam konstruksi kategori sosial clefford great, sosiolog yang intens meneliti sosio politik indonesia, H Sunjaya termasuk entitas sosial santri. Sebuah kategori sosial yang identifikasi sosialnya dikaitkan dengan perjalanan pendidikannya yang pernah nyantri di pesantren Babakan, Ciwaringin, salah satu pesantren tertua dan basis utama Nahdlatul Ulama di Jawa Barat.
Karena itu, basis sosial politiknya berdiri diatas double community. Selain secara struktural ditopang partai pengusungnya, PDIP yang berbasis massa nasionalis dan pada saat bersamaan ditopang kekuatan kultural berbasis massa nahdiyin dan komunitas pesantren.
Perluasan dan pemantapan basis elektoralnya makin membumi jika H imron, calon wakil bupati pilihannya sendiri untuk periode keduanya. Keberadan H Imron dinilai mampu menggerakkan secara massif dan sistemik jaringan-jaringan yang selama ini dekat dengan H Imron, baik jaringan karena penugasan sebagai pejabat Kementerian Agama di Kabupaten Cirebon maupun jaringan keluarga besar Nahdlatul Ulama. Sebab, yang bersangkutan aktif di strutural PWNU Jawa Barat dan senior di pergerakan pemuda ansor.
Kombinasi kekuatan basis elektoral keduanya, baik H Sunjaya maupun H Imron, ditopang gerakan strutural partai pengusungnya yang notabene pemenang pemilu 2014 di Kabupaten Cirebon dengan meraih 11 kursi di DPRD Kabuapten Cirebon dan posisi H Sunjaya sebagai calon petahana, tentu merupakan kekuatan besar dan menjadi insentif elektoral tersendiri bagi pasangan ini untuk memenangkan kontestasi Pilbup 2018 di Kabupaten Cirebon.
Jika diandaikan pasangan ini diusung PDIP tanpa koalisi dan parpol-parpol lain membentuk formasi lebih dari satu pasangan calon sebagai kompetitornya, maka kemungkinan pasangan H Sunjaya-H Imron lebih mudah memenangkan kontestasi Pilbup Cirebon 2018 ini.
Selain menurut undang-undang margin kemenangannya tidak harus 50 perse plus dari raihan suara sah pemilihnya, juga konsentrasi para kompetitornya tidak memfokuskan diri mendowngrade calon petahana. Ini problem akut yang acapkali dialami para kompetitor, susah bersatu untuk head to head dengan calon petahana.
Sebaliknya, jika skenario diluar calon petahana bersatu padu, sepakat bulat membentuk satu barisan koalisi untuk head to head dengan calon petahana, tentu persaingannya lebih ketat dan keras. Meskipun calon petahana memiliki sejumlah instrument dan organ-organ struktural yang kuat, tapi kemampuan calon non petahana yang bersatu padu dan fokus dalam satu gerakan diikuti dengan pilihan-pilihan isu lokal dengan branding magnitik yang kuat, bukan tidak mungkin calon petahana kewalahan menghadapinya untuk selanjutnya bisa dikalahkan secara terhormat.
Pertanyaan yang masih menggantung, bisakah calon non petahana bersatu membentuk satu front? Jawabannya, politik adalah seni mengelola kemungkinan. Kemungkinan calon petahana menang atau sebaliknya tergantung kepiawaian strategi dari hulu ke hilir baik dari calon petahana maupun non petahana. Selebihnya, kepada kawan-kawan di Kabupaten Cirebon, selamat menikmati pilkada dengan riang gembira.
Penulis adalah Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat