Parah nih….Auditor BPK Banyak Permintaan, dari Moge, Karaoke, Spa Hingga Pijat Plus-plus

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Auditor atau pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memeriksa PT (Persero) Jasa Marga Tbk Cabang Purbaleunyi ternyata memiliki banyak permintaan saat memeriksa PT Jasa Marga Cabang Purbaleunyi. Permintaannya antara lain pergi ke tempat karaoke, spa dan tempat pijat plus-plus di Bandung. Karena itu, pemeriksa BPK itu diajak ke tempat karaoke, spa dan pijat plus-plus dengan menghabiskan total Rp 107,877 juta untuk empat orang.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengungkap berbagai permintaan seperti karaoke senilai total Rp107,877 juta dan motor gede (moge) Rp115 juta dari tim auditor BPK yang memeriksa PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi.

“Pada 8 Mei 2017, tim pemeriksa BPK antara lain Epi Sopyan, Kurnia Setiawan Sutarto, Bernat S Turnip dan Roy Steven ke Havana Spa & Karaoke di Jalan Sukajadi No 206 Bandung bersama dengan Cucup Sutrisna, Asep Komarwan dan Andriansyah dengan biaya sebesar Rp41,721 juta yang dibayar Janudin dari PT Gienda Putra yang merupakan subkontraktor pelaksana beberapa proyek di PT Jasa Marga Cabang Purbaleunyi,” kata JPU KPK Rony Yusuf di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (4/1/2018).

Jaksa menyampaikan hal itu saat membacakan dakwaan General Manager PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi Setia Budi yang didakwa menyuap auditor madya BPK Sigit Yugoharto dalam bentuk satu unit moge jenis Harley Davidson dan beberapa kali fasilitas hiburan malam di tempat karaoke, spa dan juga sekaligus pijat yahud alias pijat plus-plus. Bagi orang yang sering berkunjung ke tempat hiburan malam,  sangat paham dengan istilah pijat plus-plus.

Sigit adalah ketua tim pemeriksa BPK atas pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) terhadap pengelolaan pendapatan usaha, pengendalian biaya dan kegiatan investasi pada PT Jasa Marga (Persero) Tbk Cabang Purbaleunyi tahun 2015 dan 2016.

Tim pemeriksa BPK terdiri dari Dadang Ahmad Rifa’i (Penanggung jawab), Epi Sopian (pengendali teknis), Sigit Yugoharto (ketua tim), Kurnia Setiawan Sutarto dan Imam Sutaya (ketua Subtim) serta Roy Steven, Muhammad Zakky Fathany, Fahsin Pratama, Andry Yustono, Bernat S Turnip dan Caceilia Ajeng Nindyaningrum (masing-masing anggota tim) untuk PDTT 2015 dan 2016.

Saat proses pemeriksaan tersebut, Setia Budi memberikan sejumlah pelayanan kepada tim pemeriksa BPK yaitu: Pertama, pada 8-10 Mei 2017 dilakukan pemeriksaan dan selama pemeriksaan tim pemeriksa BPK menerima fasilitas menginap selama 3 hari di hotel Santika Bandung yang seluruhnya senilai Rp7,09 juta.

Kedua, pada 8 Mei 2017, tim pemeriksa BPK antara lain Epi Sopyan, Kurnia Setiawan Sutarto, Bernat S Turnip dan Roy Steven ke Havana Spa & Karoke di Jalan Sukajadi No 206 Bandung bersama dengan Cucup Sutrisna, Asep Komarwan dan Andriansyah dengan biaya sebesar Rp41,721 juta yang dibayar Janudin dari PT Gienda Putra yang merupakan subkon pelaksana beberapa proyek di PT Jasa Marga cabang Purbaleunyi.

Ketiga, pada 3 Agustus 2017 tim pemeriksa BPK yaitu Sigit Yugoharto, Epi, Roy, Imam, Bernat, Ndry dan Kurnia lalu melakukan hiburan malam di karoke Las Vegas Plaza Semanggi Jakarta Pusat, yang biaya fasilitas tersebut dibayar oleh Totong Heryana sebesar Rp32,156 juta.

Keempat, tim pemeriksa BPK antara lain Kurnia Setiawan, Roy Steven dan Imam Sutaya menerima fasilitas rapat dan menginap selama 5 malam (7-11 Agutstus 2011) di hotel Best Western Premier the Hive Jakarta Timur sebesar Rp32,6 juta dibiayai PT Jasa Marga Persero Pusat.

Kelima, pada 11 Agustus 2017, “entertain” dilakukan di ruang karoke Las Vegas Plaza Semanggi antara Setia Budi dan 2 pejabat PT Jasa Marga yang menemui tim BPK yaitu Sigit, Epi, Imam, Kurnia, Fahsin dan Roy. Tagihan atas fasilitas hiburan malam sebesar Rp34 juta dibayar Setia Budi sebesar Rp20 juta dan Sucandra sebesar Rp14 juta.

Keenam, pada 25 Agustus 2017, Sigit mendapatkan 1 unit sepeda motor Haryel Davidson Sportser 883 senilai Rp115 juta dari Cucup Sutrisna atas perintah Setia Budi. Motor diantarkan ke rumah Sigit di Duren Sawit.

Atas perbuatan itu Setia Budi diancam pidana berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai perbuatan memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya dengan ancaman penjara paling singkat 1 dan paling lama 5 tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Setia Budi tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi) sehingga sidang dilanjutkan pada 11 Januari 2018 dengan agenda pemeriksaan saksi. “Saksi nanti ada 6-7 orang,” kata jaksa. (ant/kbn)