JAKARTA (IndependensI.com) – Kejaksaan Agung masih menunggu pelimpahan tahap dua atau barang bukti dan tersangka korupsi kondensat PT Trans Pasific Petrochemical Indotama yang merugikan negara 2,716 miliar dolar AS dari Bareskrim Polri setelah berkasnya dinyatakan lengkap. “Kami masih menunggu informasi pelimpahan tahap duanya,” kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Adi Toegarisman di Jakarta, Rabu (17/1/2018) malam.
Dalam kasus itu, Bareskrim Polri telah menetapkan tiga tersangka, yakni Honggo Hendratno (Presiden Direktur PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) serta Raden Priyono selaku Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMigas), dan Djoko Harsono selaku Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas yang dibuat satu berkas. Tersangka Honggo dinyatakan buron dan tengah berada di Singapura.
JAM Pidsus menegaskan pihaknya mengharapkan ketiga tersangka itu dilimpahkan ke Kejagung. “Tentunya kami terus diskusi dengan penyidik kepolisian terkait kasus ini,” katanya.
Bahkan, Adi Toegarisman optimistis penyidik kepolisian bisa menghadirkan Honggo agar selanjutnya segera disidangkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Ia menjelaskan kasus tersebut bermula saat PT TPPI ditunjuk oleh BP Migas untuk mengelola kondensat pada periode 2009 sampai 2011 namun ketika melaksanakan “lifting” pertama sekitar Mei 2009, hal itu belum ada kontraknya. “PT TPPI langsung ‘lifting’ dan langsung mengolahnya,” katanya.
BP Migas juga melakukan penunjukan langsung penjualan minyak tanah/kondensat yang melanggar Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS 20/BP00000/2003-S0 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjualan Minyak Mentah/Kondensat Bagian Negara. “Baru 11 bulan kemudian dilibatkan kontrak pekerjaan itu, artinya tanda tangan atau surat kontraknya diberi tanggal mundur. Kemudian baru dilanjutkan kembali sampai 2011,” katanya.
Dia mengatakan pengelolaan kondensat itu dijual Pertamina awalnya sebagai bahan bakar Ron 88 namun oleh PT TPPI diolah menjadi LPG melalui perusahaan miliknya Tuban LPG Indonesia (TLI). “Kira-kira ada enam pelanggaran hukum dari kasus itu, kerugian negara hasil dari audit BPK 2,716 miliar dolar AS,” katanya.
Terkait dengan kasus itu ada Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), JAM Pidsus menegaskan perkara itu belum ada TPPU-nya. “Tapi dari hasil koordinasi kami (Kejagung, red.) ada komitmen dari kepolisian nanti jika dalam perkembangannya akan ditangani TPPU-nya,” katanya.