JAKARTA (Independensi.com) – Bagi saya orang awam tak habis pikir bagaimana seorang ketua umum sebuah partai yang cukup ternama, pendukung presiden dan kabinet saat ini, bisa mengatakan uang partai yang dimasukkan ke perusahaan pribadinya adalah demi menyelamatkan keuangan partainya.
Ataukah karena ketidaktahuan saya secara pasti mengenai aturan keuangan dan keorganisasian di dalam tubuh partai, sehingga hal yang menurut saya amat memalukan itu baik di dalam terutama jika sampai ke luar negeri, bisa terjadi.
Demikian percakapan Independensi.com dengan seorang nara sumber yang tak mau disebut namanya, Selasa (23/1/2018).
Seperti dikutip Independensi beberapa waktu lalu, Partai Hanura kubu Sudding akan melaporkan Ketua DPD RI, Oesman Sapta Odang alias OSO ke Polisi dan OJK. Hal itu terkait penggelapan dana partai, dimana OSO diduga telah mengalirkan dana Hanura ke perusahaannya, OSO Securities.
Wakil Ketua DPP Hanura kubu Sudding, Sudewo, mengatakan ranah hukum dipilih agar masalah ini bisa selesai sesuai koridornya.
“Kami akan melaporkan dugaan penyimpangan keuangan yang dilakukan Pak Oesman Sapta saat masih menjadi ketum kepada Mabes Polri biar menjadi ranah hukum dan juga melaporkan ini pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” ujar Sudewo saat menggelar konferensi pers di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (21/1/2018),
Pada hari yang sama, Ketua DPD RI itu telah mengakui keberadaan dana milik Partai Hanura di perusahaan sekuritasnya saat menggelar konferensi pers di Hotel Manhattan, Jakarta, Minggu.
Menurut OSO, uang Partai Hanura sengaja ditempatkan di PT OSO Sekuritas Indonesia untuk menyelamatkan keuangan partai. “Itu biasa, enggak apa-apa. Sah,” ujar OSO dalam konferensi pers.
Pengakuan Ketua Umum DPP Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) ihwal masuknya beberapa dana partai ke perusahaan milik OSO, PT OSO Sekuritas Indonesia membuka tabir buruknya manajerial dan pengelolaan dana parpol di Indonesia.
Selain mengakui keberadaan uang Hanura di perusahaannya, OSO juga berkata bahwa praktik mahar politik sebagai hal yang wajar. Menurut OSO, pemberian mahar dari individu ke parpol dapat dibenarkan selama penggunaannya benar.
“Mahar politik itu kalau dalam mekanisme partai sah-sah saja, tapi harus masuk ke partai tidak boleh masuk ke luar partai, kantong sendiri, tidak boleh,” katanya.
Anggapan OSO mengenai penempatan dana Hanura dan mahar politik tersebut mendapat tanggapan kritis dari Koordinator Kelompok Peneliti Politik Nasional dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sri Yanuarti.
Menurut dia, parpol seperti Hanura harusnya memiliki sistem pertanggungjawaban keuangan yang berintegritas terlebih dulu sebelum memutuskan untuk menerima mahar atau investasi ke perusahaan milik kader sendiri.
Pertanggungjawaban keuangan yang transparan dan berintegritas wajib dilakukan karena parpol merupakan badan hukum publik yang wajib melaporkan detail keluar-masuk dananya ke masyarakat. Apalagi, partai juga mendapat bantuan dana dengan jumlah yang tidak sedikit dari pemerintah setiap tahunnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 01 tahun 2018 tentang Bantuan Keuangan Partai Politik, setiap parpol berhak mendapat alokasi dana sebesar Rp1.000 per suara sah dari pemilu terakhir.
“Kalau ada upaya pemerintah menaikkan anggaran partai, maka harus didorong juga agar parpol melakukan manajemen yang baik. Sistem integritas parpol bisa didorong dengan empat hal: kaderisasi yang baik, etika parpol dan politisi, sistem rekrutmen yang baik, dan adanya tata kelola keuangan berintegritas,” kata Yanu.
Yanu mengatakan, keberadaan dana Partai Hanura di rekening perusahaan milik OSO menandakan kerap dianggapnya partai sebagai perusahaan pribadi, alih-alih badan hukum publik.
Padahal, parpol sesuai asas pendiriannya merupakan organisasi publik yang harus dibedakan perlakuannya dengan perusahaan pribadi.
“Jadi seolah-olah partai menjadi milik dari ketua umumnya masing-masing, sehingga mereka abaikan seluruh proses manajerial yang sifatnya administratif, transparan,” ujar Yanu, Senin (22/1/2018).
Parpol kerap diperlakukan sebagai lembaga swasta, karena saat ini banyak partai yang menggantungkan keuangannya pada figur ketua umum. Ini karena merasa memiliki kuasa terbesar, pimpinan parpol pun kerap malas menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan.
Yanu mengatakan kebiasaan tersebut tak bisa dibiarkan begitu saja. Menurutnya, parpol harus dikelola dengan manajerial yang baik, salah satunya dengan mengedepankan transparansi di bidang keuangan.
“Ini persoalan partai, dimana kelembagaan parpol di Indonesia itu tidak jalan karena persoalan oligarki, kedua mengarah pada private institution ketimbang public institution,” katanya.
Aturan AD/ART Parpol
Menurut Yanu, memang tak ada larangan bagi parpol untuk berinvestasi melalui perusahaan sekuritas, misalnya pembelian saham, atau transaksi keuangan terkait investasi.
Namun, aturan mengenai bentuk-bentuk investasi yang diperbolehkan harusnya diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) parpol terkait.
“Pertama, mestinya di dalam partai yang baik, dia [parpol] mempunyai aturan main bagaimana mengelola keuangan. Kedua, parpol yang sehat, dia akan lakukan laporan rutin penggunaan anggaran,” katanya.
Alumni FISIP Universitas Diponegoro itu curiga, tidak ada aturan main ihwal keuangan di AD/ART Hanura. Dugaan itu muncul karena saat ini mencuat masalah terkait penggunaan dana milik Hanura oleh OSO di perusahaan miliknya sendiri. (berbagai sumber/tirto)