JAKARTA (IndependensI.com) – Ponsel pintar atau smartphone bisa mendekatkan yang jauh tapi juga bisa menjauhkan yang dekat.
Gawai ini memungkinkan penggunanya berkomunikasi dengan keluarga atau kerabatnya yang berada di tempat lain secara langsung. Tapi perangkat ini juga bisa membuat orang yang dekat menjadi jauh.
Tidak sedikit orang yang persahabatannya putus hanya karena terpancing oleh informasi – yang belum tentu benar – di smartphone-nya. Perangkat ini juga sering disalahgunakan untuk menyebar kebencian terhadap kelompok masyarakat tertentu.
Generasi muda diminta untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan dunia maya dan media sosial. Karena selama ini dunia maya dan media sosial menjadi sarana berkembangnya radikalisme dan hate speech.
“Saat ini setiap orang menggunakan smartphone yang terhubung dengan Internet. Tidak hanya satu, kadang satu orang punya dua smartphone. Banyak yang tidak menyadari bahwa propaganda radikalisme masuk melalui smartphone yang dikirimi berbagai macam konten di grup-grupnya. Oleh karena itulah harus hati-hati menggunakan smartphone,” ungkap Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Drs Suhardi Alius, MH, saat memberikan kuliah umum di hadapan 350 Mahasiswa dan sivitas akademika Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Jumat (2/2/2018).
Ketika Santoso tewas, media telah memberikan ruang berita yang sangat besar sehingga ketika Santoso dibawa pulang untuk dikuburkan dia seolah-olah menjadi pahlawan.
Dalam paparannya mantan Kabareskrim Polri ini mengungkapkan bahwa media mainstream secara tidak langsung sudah menjadi alat kampanye propaganda radikalisme dalam menyebarkan ide-idenya.
“Contoh ketika Santoso tewas, media telah memberikan ruang berita yang sangat besar sehingga ketika Santoso dibawa pulang untuk dikuburkan dia seolah-olah menjadi pahlawan. Padahal dia jelas-jelas melawan negara,” ujar mantan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas ini.
Alumni Akpol tahun 1985 ini mengatakan bahwa lingkungan kampus juga tidak luput dari virus radikalisme. Hal tersebut didasari dari hasil identifikasi beberapa kampus mahasiswanya telah tersusupi oleh paham radikal dan terorisme. Selain mahasiswa, dosen juga telah beberapa terindikasi mengajarkan radikalisme ke mahasiswanya.
“Saya memberikan kuliah umum di ITB Bandung, saya katakan harus bangga karena Presiden pertama dari ITB Bandung, namun harus juga mawas diri karena teroris juga ada yang barasal dari ITB Bandung,” ujar pria kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 ini
Tak hanya itu, menurutnya, beberapa waktu lalu ada pemilihan rektor di sebuah kampus. Namun setelah dikroscek ternyata calon rektor tersebut telah diidentifikasi menjadi simpatisan kelompok radikal.
Tidak bisa kita biarkan orang yang telah terindikasi radikal menjadi rektor.
“Dengan kejadian itu maka kita segera ambil tindakan dengan memberikan bukti bahwa tidak bisa kita biarkan orang yang telah terindikasi radikal menjadi rektor,” kata mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Melihat fenomena yang terjadi, dirinya menekankan kepada segenap sivitas akademika khususnya mahasiswa untuk selektif dan cerdas dalam menggunakan dunia maya maupun media sosial.
“Jangan ditelan mentah-mentah berita yang diterima dan selalu mengkritisi jika mendapatkan ajakan ataupun berita yang menjurus ke paham radikal,” tutur mantan Kepala Divisi Humas Polri ini.
Di akhir paparannya, mantan Wakapolda Metro Jaya ini mengatakan bahwa mahasiswa merupakan agent of change (agen perubahan) dan calon pemimpin bangsa yang harus terus menambah wawasan keilmuan agar nantinya bangsa ini tidak terjerembab dalam kubangan pertikaian yang disebabkan oleh pemikiran-pemikiran yang sempit.
“Kampus merupakan institusi tempat berkembangnya berbagai pemikiran untuk membangun bangsa demi kemaslahatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saya berharap kedepan agar adik-adik mahasiswa dan pihak kampus turut terlibat secara aktif dalam upaya menanggulangi paham radikal terorisme, terutama jika telah mulai terindikasi ada pergerakan di kampus,” kata mantan Kapolres Metro Jakarta Barat ini mengakhiri.
Turut mendampingi Kepala BNPT dalam kuliah umum tersebut yakni Rektor Universitas Andalas, Prof Dr Tafdil Husni, SE MBA; Wakil Rektor III bidang Kemahasiswaan, Prof Dr Ir Hermansah, MS, MSc; dan salah satu anggota kelompok ahli BNPT, Prof Dr Hamdi Muluk, MSi.
One comment
Comments are closed.