JAKARTA (Independensi.com) – Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin (5/2/2018) pagi, bergerak melemah sebesar 43 poin menjadi Rp13.495 dibandingkan sebelumnya pada posisi Rp13.452 per dolar Amerika Serikat (AS).
“Pelemahan rupiah sesuai perkiraan sebelumnya, kekhawatiran pasar terhadap kenaikan suku bunga The Fed dalam waktu dekat seiring membaiknya data-data ekonomi AS menjadi faktor yang menahan pergerakan mata uang domestik,” kata analis Binaartha Sekuritas Indonesia, Reza Priyambada di Jakarta, Senin.
Di sisi lain, lanjut Reza, nilai tukar rupiah juga mendapat sentimen dari dalam negeri dimana Bank Indonesia menyampaikan perkiraan defisit transaksi berjalan (CAD) tahun 2018 akan melebar sebesar 2,1 persen pada tahun ini, atau lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar 1,8 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Sentimen itu membuat sebagian pelaku pasar uang cenderung menahan diri untuk mengakumulasi aset berdenominasi rupiah,” katanya.
Pada bulan Februari ini, lanjut dia, nilai tukar rupiah diperkirakan bergerak dalam pola konsolidasi seiring masih bervariasinya sentimen di pasar valas global, terutama dari sentimen AS yang dapat berpengaruh pada pergerakan mata uang di kawsan Asia, termasuk rupiah.
Sementara itu, epala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menambahkan bahwa dolar AS menguat terhadap serangkaian mata uang dunia setelah data tenaga kerja menunjukkan kenaikan pada Januari tahun ini.
Ariston Tjendra mengemukakan bahwa Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan kenaikan 200.000 pekerja pada Januari, melampaui perkiraan yang sebanyak 180.000. Tingkat pengangguran tidak berubah di level 4,1 persen, sesuai dengan ekspektasi pasar.
“Data tersebut semakin memperkuat optimisme pasar terhadap penguatan ekonomi AS,” katanya. (ant/eff)