JAKARTA (Independensi.com) – Wakil Ketua Umum Demokrat Roy Suryo dilarang berbicara di muka publik untuk sementara. Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menganggap pernyataan Roy Suryo telah membuat bingung kader partai berlambang ‘mercy’.
SBY tak menyinggung pernyataan Roy Suryo yang dia maksud membuat bingung kader Demokrat. Namun Roy diketahui sempat menjadi salah satu pembicara di sebuah diskusi televisi nasional dan acara terbuka lainnya di akhir pekan.
Kejadian yang menimpa Roy Suryo tersebut dinilai bisa menjadi catatan bagi partai politik agar memiliki code of conduct, atau dokumen tertulis mengenai tata cara bekomunikasi publik agar tidak ada miskomunikasi antara pernyataan kader dengan sikap partai.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, peraturan terulis itu seharusnya berisikan hal-hal yang boleh serta tidak boleh disebutkan oleh kader partai kepada publik.
Selain itu, kode etik ini bersifat mengikat, sehingga seluruh kader dari pucuk pimpinan teratas hingga ke bawah harus mematuhi aturan tersebut.
“Di dalam satu organisasi, ada code of conduct, peraturan, kode etik yang diikuti oleh kader. Partai sendiri harus mengatakan secara eksplisit melalui organisasi, mana yang boleh dibicarakan dan mana yang tidak sehingga bikin komunikasi tidak semrawut,” jelas Siti, Minggu (22/4/2018).
Menurut Siti, seharusnya hal-hal terkait kebijakan partai disampaikan langsung oleh juru bicara atau perwakilan resmi agar pernyataan yang dilontarkan tak membuat risau internal partai.
“Ini juga untuk mencegah pernyataan-pernyataan yang tiba-tiba timbul kemudian direvisi lagi. Apalagi jika pernyataan yang minta direvisi itu sudah terlebih dulu tersiar melalui televisi,” tambahnya.
Dalam acara Indonesia Lawyer Club yang disiarkan TV One pekan lalu, Roy Suryo sempat menyatakan bahwa Demokrat tidak bakal mendukung Joko Widodo di Pilpres 2019.
Dia menanggapi isu yang menyebut ada partai berwarna biru yang bakal merapat ke kubu Jokowi. Dia menegaskan partai biru itu bukan Demokrat. Roy pun mengklaim pernyataaannya tersebut mewakili sikap resmi partai.
“Tapi artinya belum tentu juga mendukung Prabowo (Subianto). Seperti diajarkan Pak SBY, anything can happen in politics,” kata Roy di acara tersebut.
Pada kesempatan terpisah di Warung Daun Cikini, Sabtu (21/4/2018), Roy menyebut partai pengusung Jokowi terancam pecah dan poros ketiga sangat berpotensi terbentuk.
Roy bilang perpecahan itu dapat terjadi apabila Jokowi mengumumkan calon wakil presiden (cawapres) pendampingnya dalam waktu dekat ini. Paling tidak ada lima partai pendukung Jokowi yang akan keluar dari koalisi.
“Kalau Pak Jokowi mengumumkan cawapresnya dalam waktu yang sangat dekat ini ya bisa jadi lima atau bahkan tujuh partai yang sudah solid mungkin ada pertimbangan keluar dari sana dan kemudian muncul poros ketiga,” kata Roy.
Asumsi Roy tersebut dibantah oleh Ketua Umum PPP Romahurmuziy. Dia menganggap poros ketiga Pilpres 2019 tak mungkin terjadi lantaran poros baru tidak memberikan insentif politik yang rata bagi seluruh partai yang tergabung di dalamnya.
Ia bilang, poros ketiga seharusnya paling kecil terdiri dari tiga partai politik. Nantinya, masing-masing partai akan mengajukan nama Capres dan Cawapres dalam rangka efek ekor jas (coattail effect). Adapun, coattail effect adalah upaya meningkatkan popularitas demi meningkatkan elektabilitas.
Hanya saja, karena Capres dan Cawapres hanya akan diwakili oleh dua partai, maka partai ketiga yang tak kebagian jatah Capres dan Cawapres tak termotivasi lagi meneruskan koalisi di poros ketiga.
“Makanya saya dari awal mengatakan tidak akan mungkin ada poros ketiga. Partai ketiga ini akhirnya tidak memiliki insentif politik apapun secara elektoral untuk poros ketiga,” ujar Romy, ditemui di tempat berbeda tadi pagi.
Meski demikian, Siti Zuhro menilai kondisi politik saat ini terbilang sangat cair. Segala kemungkinan masih bisa terjadi.
“Pelaku politik ini tentu punya strategi dan tentu masih menjajaki kemungkinan-kemungkinan. Dan kemungkinan ini sebetulnya berputar-putar saja, mereka menjajaki peluang dengan menyusun plan A atau plan B. Jadi kemungkinan poros ketiga ini masih sangat mungkin, apalagi kondisi politik terbilang cukup cair,” ujar Siti.
Peta politik sejauh ini terbelah menjadi dua kubu, yakni koalisi pendukung Jokowi dan kubu pengusung Prabowo Subianto. Koalisi Jokowi terbilang gemuk, sementara Gerindra sejauh ini mengandalkan kesetiaan koalisi dari PKS.
Siti menilai partai politik kini harus berjibaku lebih keras dalam mengkalkulasi strategi sebelum membentuk poros ketiga. Parpol harus hitung-hitungan dengan syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang tercantum di UU Nomor 7 Tahun 2017.
Capres dan Cawapres bisa diusung partai politik berdasarkan hasil dari pemilihan legislatifnya di tahun yang sama. Namun, aturan yang baru di mana Capres dan Cawapres harus berdasarkan hasil pemilihan legislatif lima tahun sebelumnya, membuat partai memutar otak lebih ekstra sebelum membuat keputusan.
“Pemilu 2019 ini lain cerita dengan 2014, karena dulu ketika Pileg, para partai sudah settling in, sudah bisa mengkalkulasi kemampuan persentase (dalam mengusung Capres dan Cawapres). Tapi ini kan sudah tidak begitu. Meski demikian, nuansa kontestasi yang membuka peluang cukup lebar bisa membuat kualitas pemilihan umum Indonesia makin naik kelas,” imbuh dia.
Poros ketiga bisa terbentuk seandainya Demokrat bisa menggandeng PKB dan PAN. PKB sejauh ini menegaskan hanya mau mendukung Jokowi jika mendapat jatah Cawapres, sementara PAN sampai saat ini belum menyatakan sikap dan hanya akan melabuhkan pilihan koalisi usai Pilkada serentak.
Demokrat sejauh ini belum menentukan sikap di Pilpres 2019. Pertemuan Menkopolhukam Wiranto dengan SBY beberapa waktu lalu sempat dikabarkan sebagai bagian lobi agar Demokrat mau merapat ke kubu Jokowi. Namun hal itu dibantah baik oleh Demokrat maupun Wiranto.
Setelah pernyataannya soal sikap Demokrat tak mendukung Jokowi dan wacana poros ketiga, Roy Suryo ditegur SBY agar tak lagi berbicara di media dan ranah publik.
Roy Suryo manut dengan titah SBY. Roy sepenuh hati mematuhi perintah SBY tanpa ada niatan untuk balik bertanya soal alasan pelarangan tersebut. Roy menganggap ‘teguran’ itu sebagai sikap ‘ngemong’ atau pembinaan dari SBY.
“Itu sikap ‘ngemong’ selaku Ketum Partai terhadap semua kadernya, sehingga saya haturkan Terimakasih,” kata Roy.
Adapun bunyi pesan yang diduga berasal dari SBY dan sudah beredar di kalangan wartawan sebagai berikut:
Kepada: Bung Roy Suryo
Dari: SBY
Tembusan: Sekjen PD & Kadiv Komlik
Mengingat banyaknya statement Bung Roy Suryo di media yang tidak sesuai dengan posisi dan kebijakan Partai, untuk sementara Bung Roy Suryo tidak melakukan talk show termasuk ILC dengan TV dan media lain agar tidak menimbulkan kebingungan bagi kader Demokrat. Untuk diketahui, untuk kesekian kalinya para kader Demokrat di berbagai daerah sering menyampaikan hal itu kepada saya. Saya harap bung Roy fokus pada tugas di parlemen dan pemenangan di DIY yang saya nilai berlangsung dengan baik. Terima kasih. Selamat bertugas.
(Berbagai sumber/cnnindonesia/eff)