JAKARTA (IndependensI.com) – Ketua Satuan Tugas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) Prof dr Cissy B Kartasasmita mengatakan terdapat tujuh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi sehingga anak perlu mendapatkan imunisasi yang lengkap.
“Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi atau PD3I adalah polio, hepatitis B, pertusis, difteri, haemophilus influenzae tipe B, campak dan tetanus,” kata Cissy dalam seminar yang diadakan di PP IDAI di Jakarta, Rabu (25/4/2018).
Cissy mengatakan PD3I masih menjadi ancaman kesehatan di dunia. Angka kejadian PD3I masih tinggi di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Kejadian penyakit menular di Indonesia cenderung menjadi kejadian luar biasa (KLB) yang mengakibatkan angka kematian tinggi dan biaya pengobatan individu meningkat yang menambah biaya kesehatan nasional. “Karena itu, anak harus mendapatkan imunisasi lengkap baik imunisasi dasar maupun imunisasi lanjutan,” tuturnya.
Pengurus Pusat IDAI mengadakan Seminar Pekan Imunisasi Dunia 2018 bertema “Capai Imunisasi Lengkap: Bersama Melindungi dan Terlindungi”.
Selain Cissy, pembicara lain pada seminar itu adalah Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan drg Vesya Sitohang, Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia (Perdalin) dr Hindra Irawan Satari, Ketua I PP IDAI dr Piprim B Yanuarso dan Deputi Kepemudaan Kementerian Pemuda dan Olahraga Asrorun Niam Sholeh.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan Pekan Imunisasi Internasional pada setiap pekan terakhir April, yaitu 24 April hingga 30 April, setiap tahun.
Vaksin Aman dan Efektif
Sementara itu, Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia (Perdalin) dr Hindra Irawan Satari mengatakan vaksin aman dan efektif dalam mencegah penyakit karena diproduksi melalui riset yang panjang serta menggunakan standar praktik kesehatan yang baik serta berdasarkan etika ketat.
“Meski telah dilisensi, vaksin tetap dipantau baik oleh pemerintah, maupun badan independen yang kompeten,” kata Hindra dalam sebuah seminar di Jakarta, Rabu.
Hindra mengatakan pembentukan vaksin dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap praklinis dan tahap klinis. Pada tahap praklinis, riset dilakukan di laboratorium dan pada binatang, termasuk di dalamnya identifikasi, kreasi konsep vaksin, evaluasi khasiat vaksin, dan standar pembuatan vaksin.
Sedangkan pada tahap klinis, vaksin diujikan kepada manusia selama bertahun-tahun dalam empat fase berdasarkan prinsip etika ketat dan persetujuan relawan, serta fokus pada keamanan dan khasiat.
“Bila vaksin terbukti aman dan berkhasiat, maka dilakukan lisensi di negara-negara tertentu. Di Indonesia, dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan berdasarkan rekomendasi Komisi Nasional Penilai Obat Jadi,” tuturnya.
Hindra mengatakan vaksin merupakan produk yang menghasilkan kekebalan terhadap penyakit dan dapat diberikan melalui jarum suntik, melalui kulit atau mulut, dan juga dapat dengan penyemprotan. Sedangkan vaksinasi adalah tindakan penyuntikan organisme yang mati atau dilemahkan yang akan menghasilkan kekebalan tubuh terhadap organisme tersebut.