Foto bertanggal 9 Mei 2018 ini memperlihatkan Gina Haspel memberi keterangan dalam uji kelayakan dan kepatutan di hadapan Komite Intelijen Senat AS. Haspel terpilih sebagai Direktur CIA setelah menerima dukungan 55-45 pada pemilihan di Senat, Kamis (17/5/2018). (Foto: AFP)

Gina Haspel, Perempuan Pertama Pimpin CIA

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA) untuk pertama kalinya akan dipimpin seorang direktur perempuan. Gina Haspel, yang berpengalaman 33 tahun di bidang intelijen, mendapatkan dukungan 55-45 dalam voting di Senat, Kamis (17/5/2018).

Perempuan berusia 61 tahun itu akan menggantikan Mike Pompeo yang diangkat menjadi Menteri Luar Negeri AS.

Sejumlah Senator mempersoalkan riwayat kelam Haspel atas perannya dalam program interogasi CIA pasca-9/11. Dia memimpin “situs hitam” di Thailand setelah terjadinya serangan teroris di New York pada 11 September 2011.

Senator Republik John McCain, yang pernah disiksa ketika mendekam selama lebih dari lima tahun di penjara Vietnam, sempat menentang calon yang diajukan Presiden AS Donald Trump.

Pada Kamis, enam Senator Demokrat menyeberang untuk memilih Haspel. Salah satunya adalah Senator asal Virginia, Mark Warner. Dia mengatakan bahwa Haspel berjanji tidak akan menerapkan kembali cara interogasi yang kejam, seperti waterboarding, meski presiden memintanya. Waterboarding adalah membekap mulut orang dengan kain basah sehingga orang itu kesulitan bernapas.

“Saya yakin dia adalah orang yang bisa dan akan berani menghadapi presiden, orang yang akan mengutarakan kebenaran jika presiden memerintahkannya melakukan sesuatu yang ilegal atau tidak bermoral, seperti penyiksaan,” kata Warner sebelum voting.

Dua Senator Republik, Jeff Flake dan Rand Paul, menolak Haspel. Artinya, dia bisa masih menerima suara mayoritas berkat dukungan dari Demokrat.

Selama bertugas di CIA, Gina Haspel lebih sering menjadi mata-mata. Pada 2002, dia dipilih CIA untuk memimpin markas rahasia di Thailand. Para Senator menerima laporan bahwa CIA menggunakan lokasi itu untuk menjalankan teknik interogasi dengan penyiksaan.

Salah satu tersangka teroris yang dibawa kesana adalah Abd al-Rahim al-Nashiri. Kabarnya dia diinterogasi dengan cara-cara kejam yang kemudian dilarang oleh Presiden Barack Obama.

Sekitar tiga tahun kemudian, Haspel memerintahkan pemusnahan 92 rekaman video dokumen interogasi Al-Nashiri dan Abu Zubaydah, tersangka teroris lain yang juga ditahan di Thailand.

Berdasarkan laporan Senat pada 2014, setidaknya 119 orang laki-laki disiksa oleh pemerintah AS setelah serangan terhadap menara kembar World Trade Center dan Pentagon.

Kelompok pembela hak asasi manusia mengatakan Haspel ditempatkan di Thailand untuk mengawasi program interogasi AS. Tapi tidak bisa dipastikan apa perannya di markas rahasia itu karena catatannya dirahasiakan oleh CIA.

Beberapa waktu lalu, Trump menyerukan agar AS kembali menggunakan teknik waterboarding untuk menginterogasi para tersangka kasus terorisme.