SOS Kutuk Pemukulan Wartawan

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Di tengah tontonan menarik Piala Dunia 2018 yang menampilkan sepakbola berkelas dengan mengedepankan teknik, kerja sama tim, dan hiburan, sepakbola Indonesia justru tak bisa menjadikan tontonan itu sebagai tuntunan.

Sepakbola barbar masih menjadi perilaku yang menyedihkan. Kekerasan, vandalisme, pemukulan, pengeroyokan, intimidasi masih menjadi budaya untuk meraih kemenangan. Selama kekerasan masih menjadi budaya bola kita selama itu sepakbola kita tak akan berubah. Tidak akan mengalami kemajuan. Menghalalkan cara untuk menang bukanlah roh sepakbola. Apalagi dilakukan kepada wartawan yang dilindungi undang-undang.

Wartawan media online, Oryza A Wirawan, dikeroyok suporter dan pemain Dharaka Sindo saat meliput pertandingan Liga 3 antara Persid Jember dan Dharaka Sindo di Stadion Jember Sport Garden. Pengeroyokan terjadi saat Oryza mengambil foto pemain Dharaka Sindo yang mengajukan protes ke wasit.

“Saat pertandingan selesai, saya turun dari tribun untuk wawancara. Saat itulah sejumlah pemain Dharaka Sindo mengerumuni wasit. Saya langsung ambil foto lewat kamera HP,” kata Oryza, Rabu (4/7/2018).

Saat mengambil gambar, seorang suporter mendekat dan langsung merangkul serta merampas HP-nya. “Seingat saya tentara, dia merangkul saya sambil ngomong, ‘kenapa ambil gambar!’ Lalu HP saya dirampas,” kata Oryza.

“Mereka memukuli saya dan menendang. Berlangsung sekitar tiga menit. Saya berusaha melindungi kepala dengan tangan,” ujarnya.

Tindakan kekerasan terhadap wartawan bertentangan dengan UU No. 40/1999 Tentang Pers, khususnya Pasal 3 Ayat 1, bahwa pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

Pasal 4 Ayat 3, bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Pasal 6 butir a, bahwa pers nasional melaksanakan peranannya, memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.

Atas tindakan kekerasan terhadap jurnalis, SOS (Save Our Soccer) mengutuk keras perbuatan tersebut dan meminta PSSI menjatuhkan sanksi berat. Siapapun yang melakukan pelanggaran hukum meski tentara harus dituntaskan. Termasuk kematian suporter.

“Sepakbola itu hiburan, bukan tempat pembantaian, penganiayaan, pengeroyokan, pemukulan, bahkan pembunuhan. SOS menuntut PSSI mau turun tangan mengusut tuntas kejadian ini. Siapapun pelakunya meski tentara sekalipun harus dijatuhi hukuman berat. Demi sepakbola profesional dan bermartabat,” kata Koordinator SOS, Akmal Marhali.

“Penganiayaan bukan pertama kali terjadi. Terlalu sering. Baik kepada pelaku bola, suporter, apalagi wartawan yang dilindungi UU. Perilaku barbar semacam ini harus ditindak tegas dan diberikan sanksi seberat-beratnya agar tak terus berulang,” kata Akmal menegaskan.