Hewan kurban.( ist)

Periksa Hewan Kurban, Pemkot Bekasi Kekurangan Dokter Hewan

Loading

BEKASI (IndependensI.com)- Pemeriksaan kesehatan hewan kurban menghadapi Hari Raya Idul Adha tanggal 22 Agustus mendatang, wajib dilakukan. Namun, saat ini
Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi kekurangan tenaga dokter hewan untuk melakukan pemeriksaan. Padahal,  jumlah hewan yang kurban berupa sapi, kerbau, kambing dan domba yang dipotong lebihi 20.000 ekor setiap tahun.

Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan pada Dinas Pertanian dan Perikanan (Distanikan) Kota Bekasi, Satia Sriwijayanti,  Rabu (18/7/2018) mengemukakan, pihaknya  hanya memiliki tiga tenaga dokter hewan. Namun Dinas terkait sudah  mengantisipasi hal tersebut dengan menggandeng Fakultas Kedokteran Institut Pertanian Bogor (IPB), Jawa Barat.

Disebutkan, dalam waktu dekat pemerintah daerah akan meneken nota kesepahaman (Mou) dengan IPB atas pengerahan tenaga dokternya menjelang Hari Raya Idul Adha ke Kota Bekasi.

“Kami sedang menyusun MoU dengan Fakultas Kedokteran IPB guna melakukan pengawasan hewan dan kegiatan hewan kurban,” katanya.

Dalam MoU tersebut Pemkot Bekasi meminta IPB untuk mengerahkan 50 tenaga dokter. Keberadaan dokter bantuan itu,  sangat meringankan tugas pemerintah dalam mengawasi dan mengantisipasi hewan kurban sakit yang hendak dijual.

Satia mencatat, tahun 2017  ada 134 petugas yang tergabung dengan dinasnya untuk mengawasi 1.399 titik pemotongan hewan kurban. Dia memproyeksikan, jumlah tersebut tidak jauh berbeda dengan Idul Adha kali ini. “Mereka akan mengawasi tempat penjualan hewan kurban dan pemotongannya yang tersebar di 12 kecamatan di Kota Bekasi,” ucapnya.

Kepala Distanikan Kota Bekasi Momon Sulaeman menambahkan, pihaknya  telah melakukan empat upaya untuk mengantisipasi kekurangan dokter hewan tersebut. Keempat upaya itu diantaranya usulan tenaga dokter hewan ke Wali Kota Bekasi, melatih tenaga kelurahan menjadi tenaga kesehatan hewan, bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) dalam melakukan pelayanan kesehatan dan merekrut tenaga dokter hewan mandiri.

Ia menjelaskan, hewan kurban yang hendak dijual patut diperiksa kesehatannya. Bila tidak diperiksa, dikhawatirkan bakal menimbulkan penyakit bagi masyarakat yang mengonsumsinya.

Sedikitnya ada empat jenis penyakit yang kerap menyerang hewan kurban, yakni semi katarak atau pink eye, kudis atau scabies pada kambing, cacing hati pada sapi atau fasciolosis serta pilek atau rhinitis akibat terserang virus.

“Keempat penyakit itu paling sering menyerang hewan kurban. Penyebabnya bervariasi, ada yang bawaan sejak lahir, lingkungan yang jorok dan fisik hewan yang memang sedang menurun,” ujarnya.

Kendati  ada beberapa penyebabnya, namun yang paling dominan adalah lingkungan yang jorok. Pemilik harus rutin membersihkan kandang hewannya setiap hari dan  selalu berupaya menjauhkan makanan ternak dengan feses yang dibuang hewan. Jangan sampai rumput yang hendak dimakan, tercemar oleh fesesnya sendiri.

Selain mengganggu kesehatan manusia,  hewan yang terserang penyakit juga tidak dianjurkan oleh syariat Islam untuk dijadikan kurban. Apalagi ada empat syarat bahwa hewan layak disembelih yaitu aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). “Kalau syarat itu tidak terpenuhi, hewan tidak boleh dijual atau dipotong sampai sembuh. Kami akan selalu melakukan pengawasan pada hewan itu,” katanya.

Dikatakan, jumlah hewan yang disembelih setiap tahun meningkat. Pada 2014 jumlah hewan kurban yang dipotong  21.065 ekor,  tahun 2015 menjadi 21.804 ekor, dan tahun 2016  menjadi 25.618 ekor.

Terakhir pada 2017 lalu naik menjadi 26.432 ekor. “Tren hewan yang dipotong setiap tahun memang selalu bertambah. Ini menunjukkan, tingkat perekonomian masyarakat membaik dan kesadaran mereka untuk merayakan Idul Adha juga meningkat,” ujar Momon.  Maka, diprediksi tahun 2018 jumlahnya akan naik dari tahun 2017. (jonder sihotang)