Sutrisno Pangaribuan, ST, Wakil Bendahara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Sumatera Utara. (Ist)

Gerakan Ganti Presiden 2019!, Sebuah Bentuk Frustasi Politik

Loading

Oleh: Sutrisno Pangaribuan, ST, Wakil Bendahara Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Sumatera Utara.

BANDUNG (Independensi.com) – Sebagai orang yang pernah aktif di gerakan mahasiswa, saya selalu berpandangan positif terhadap setiap gerakan rakyat, termasuk di dalamnya gerakan protes, dan aksi massa. Tentu dengan berbagai syarat, yaitu: objektif, jujur, fair, bukan hoax, tidak fitnah, tidak menghina kemanusiaan, serta anti diskriminasi.

Gerakan rakyat sejatinya ditujukan untuk mengoreksi pemerintah yang tidak berlaku adil, pun tidak menjalankan pemerintahan dengan benar. Tujuannya tentu agar setiap orang, yang diberi mandat maupun tugas oleh rakyat, dapat bekerja dengan baik.

Dalam sistem ketatanegaraan kita, aspirasi rakyat telah diatur secara formal diwakili melalui partai politik dalam menyusun lembaga legislatif, pun juga kepala pemerintahan. Sehingga peran dan fungsi partai politik menjadi sangat penting. Kinerja kepala pemerintahan, dan legislatif, sangat ditentukan oleh kualitas dari kinerja partai politik.

Partai politik melalui legislatif, ikut bertanggung jawab terhadap kualitas Undang- Undang, termasuk di dalamnya APBN, dan APBN Perubahan, hingga APBD dan APBD Perubahan. Demikian juga pengawasan terhadap kinerja pemerintah, mengawasi kinerja kementerian/ lembaga dapat dilakukan selama 24 jam/ hari sepanjang waktu. Demikian juga dengan alokasi anggaran, semua melibatkan partai politik melalui lembaga legislatif dan bersifat terbuka.

PDI Perjuangan sebagai partai pemenang pemilu legislatif Tahun 2014 dikalahkan oleh koalisi merah putih dalam penyusunan kursi pimpinan DPR RI dan MPR RI melalui revisi UU MD3. Sebuah proses politik yang jauh dari hakikat persatuan dan kesatuan bangsa dipertontonkan koalisi merah putih saat itu. PDI Perjuangan dan mitra koalisinya saat itu tetap gentlemen, melakukan proses formal, menguji UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi.

Ketika Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pengujian UU MD3, PDI Perjuangan tunduk dan patuh, menerima kenyataan bahwa keputusan MK, final dan mengikat. PDI Perjuangan tidak cengeng apalagi frustrasi. PDI Perjuangan berdiri teguh sebagai partai yang memenangi pemilu legislatif dan pemilu presden Tahun 2014. Tidak satupun kader PDI Perjuangan yang membuat tagar (#), cetak kaos, maupun pin, misalnya: #GantiPimpinanDPR atau #TolakUUMD3.

PDI Perjuangan menunjukkan kematangan dalam proses demokrasi. Menghadapi dinamika politik secara fair, siap menang, siap kalah. PDI Perjuangan mengutamakan kepentingan rakyat, di atas kepentingan kekuasaan. PDI Perjuangan tidak berusaha memprovokasi rakyat, ketika “giliran” memimpin DPR RI dirampas melalui revisi UU MD3.
PDI Perjuangan tidak mengorganisir berbagai aksi seperti yang dimotori Mardani Ali Sera dan Neno Warisman. Mengapa? PDI Perjuangan menyadari dirinya sebagai partai besar, yang mampu menggunakan mekanisme politik di lembaga formal untuk memperjuangkan sesuatu yang terkait dengan negara.

Proses politik yang diperankan oleh PDI Perjuangan selalu mengacu pada konstitusi, serta patuh dan taat terhadap hukum. Kecerdasan politik masyarakat, juga penting bagi PDI Perjuangan, sehingga PDI Perjuangan tidak akan pernah melakukan gerakan yang menghianati konstitusi, dan membodohi rakyat. PDI Perjuangan tetap berjuang dan bergerak secara formal melalui lembaga resmi negara.

#GantiPresiden2019, yang diinisiasi dan digerakkan oleh Anggota DPRRI, juga anggota DPRD di Medan beberapa hari yang lalu merupakan gerakan politik partai politik yang frustrasi. Ketidakmampuan membangun gerakan di dalam parlemen, memaksa mereka membangun gerakan ekstra parlemen.

Jika ada ketidaksetujuan dalam pengambilan keputusan di parlemen, dapat dilakukan berbagai upaya seperti walk out, interupsi, bahkan bila perlu, ambil palu dari meja pimpinan, lalu bawa keluar. Gunakan hak interpelasi, angket, hak menyatakan pendapat terhadap presiden dan jajaran pemerintah. Itulah cara- cara terhormat, dan konstitusional.

Maka, jika ada Anggota DPR RI, DPRD Provinsi, Kabupaten/ Kota dan pengurus partai politik yang melakukan gerakan #GantiPresiden2019, dapat dipastikan bahwa mereka adalah orang- orang frustrasi, yang tidak mampu membangun debat konstitusional melalui lembaga formal. Mereka mungkin stress melihat bahwa elit politik di lembaga formal semakin waras, sehingga tidak mampu melakukan gerakan intra parlemen.

Oleh karena itu, masyarakat yang kami yakini sudah dewasa dalam berpolitik, akan memahami gerakan tersebut. Gerakan yang jauh dari hakikat demokrasi, bahkan masuk kategori penghianat demokrasi tersebut sebagai wujud frustrasi politik. Masyarakat diharapkan akan semakin mengenali partai politik yang berorientasi kepada kekuasaan semata, dan mana partai politik yang berorientasi terhadap pembangunan politik yang beradab.

Bandung, 24 Juli 2018.

One comment

Comments are closed.