BEKASI (IndependensI.com)- Pemotongan tunjangan daerah (tunda) atau tambahan penghasilan pegawai (TPP) sebesar 40 persen bagi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, ditanggapi beragam pegawai. Ada yang menyesalkan, dan ada lebih bersikap pasrah.
Pemotongan TPP itu untuk menekan potensi anggaran defisit akibat degradasi kinerja aparatur saat masa transisi selama delapan bulan terkait Pemilihan Kepala Derah (Pilkada) serentak 2018.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang baru dilantik tanggal 20 September 2018 dan menjabat untuk kedua priode, awal pekan ini, melakukan rapat koordinasi (rakor) dengan semua unsur pejabat struktutal. Dalam rakor itu, keluar kebijakan pemotongan tunjangam daerah sebesar 40 persen setiap ASN.
Rahmat Effendi menegaskan, besaran pemotongan TPP di kalangan apartur mencapai 40 persen. Rencana itu, kata dia, bahkan sudah tertuang di surat pernyataan yang bakal dia teken.
“Sekarang saya mencontohkan dengan memangkas 40 persen biaya operasional saya dan wakil wali kota. Nanti pejabat lain termasuk pegawai (biasa) juga 40 persen,” kata Rahmat, Senin (24/9/2018).
Tapi ia menampik bila anggaran daerah tahun 2018 dianggap defisit Rp 900 miliar seperti yang ramai diberitakan sebelumnya. Dia menilai, terlalu dini bila Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) senilai Rp 5,6 triliun dinyatakan defisit karena ini baru masuk triwulan ketiga atau bulan September.
“Ini kan kita anggarannya berimbang, hanya saja waktu itu karena proses transisi pemerintahan, terjadi degradasi (penurunan) kepemimpinan sehingga kinerja menurun dan dipolitisasi terjadi defisit,” ujarnya.
Kalau dibilang bulan September sudah defisit, itu hanya kepentingan politik yang ingin merusak sistem autopilot yang telah kita bangun. Pada saat saya tetapkan APBD 2018 senilai Rp 5,6 triliun, itu dalam kondisi kerja. Kalau tidak kerja, yah nggak akan bisa apalagi potensinya banyak dan digali dengan cara kerja melalui penarikan pajak, katanya.
Sesuai analisa bagian keuangan, katanya, pemotongan TPP ini bisa mengefisiensi anggaran hingga Rp 67 miliar. Selain pemangkasan TPP, pemerintah juga melakukan efisiensi kegiatan lainnya seperti mencoret kegiatan atau pengadaan yang dianggap tidak penting, bahkan meniadakan pengadaan makanan dan minuman (mamin) saat rapat koordinasi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Upaya ini diimplementasikan saat rapat koordinasi yang digelar di Aula Sekolah Badan Pendidikan Kristen (BPK) Penabur, Harapan Indah, Kecamatan Medansatria, Kota Bekasi, Senin (24/9/2018). Rapat yang dihadiri oleh seluruh OPD di Kota Bekasi ini, pemerintah meniadakan pengadaan mamin sehingga pegawai membawa atau membeli mamin dari luar acara.
“Kita rapat pakai aula sekolah gratis loh, tidak dikenakan biaya dan pegawai juga tidak dikasih snack,” ucapnya.
Dengan upaya itu, pemerintah berharap anggaran daerah bisa dihemat hingga Rp 600 miliar selama tiga bulan hingga akhir Desember 2018. Selain menghemat anggaran, kata dia, pemerintah juga menggenjot sektor pendapatan asli daerah (PAD) lewat pajak dan retribusi.
Menurut dia, PAD senilai Rp 2,4 triliun yang dipatok pemerintah sebetulnya mudah dicapai karena penetapannya telah melewati kajian yang matang. Apalagi bila selama delapan bulan lalu, tidak mengalami penurunan kinerja aparatur yang berimplikasi pada merosotnya nilai PAD.
“Coba Anda baca sejarah Kota Bekasi dari tahun 1999 sampai tahun 2017. Nggak pernah yang namanya PAD itu nggak tercapai, justru over (melebihi) target 10 sampai 20 persen. Laporan hasil saya ke Gubernur 2013 – 2017 selalu melebihi target, begitu saya tinggal kemarin selama delapan bulan, langsung ambruk,” imbuh Rahmat yang mengklaim memiliki data penurunannya.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Bekasi Aan Suhanda optimistis, sisa waktu tiga bulan ini bisa meraih potensi PAD. Karena itu, dia menilai masih terlalu prematur bila kondisi keuangan Kota Bekasi disebut defisit anggaran.
“Pengertian defisit menurut Direktorat Jenderal Pembangunan Keuangan Kementerian Keuangan RI, merupakan selisih kurang antara pendapatan daerah dan belanja daerah pada tahun anggaran yang sama. Defisit terjadi bila jumlah pendapatan lebih kecil dari pada jumlah belanja pada akhir tahun anggaran (31 Desember),” jelas Aan sebelumnya.
Disebutkan, Pemerintah Kota Bekasi menargetkan pendapatan daerah pada 2018 mencapai Rp 5.386.109.580.209,00. Rinciannya, dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 2.431.127.344.183,00, Bagian Dana Perimbangan Keuangan sebesar Rp 1.678.443.847.626,00, lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah sebesar Rp. 1.276.538.388.400,00
Sedangkan untuk Penerimaan Pendapatan Daerah tahun 2018 sampai tanggal 29 Agustus 2018 sebesar Rp 3.099.349.078.610.93 atau 57.54% terdiri dari PAD sebesar Rp 1.235.365.869.146,93 atau 50.81%, Bagian Dana Perimbangan Keuangan sebesar Rp 1.141.325.236.674,00 atau 68.00%, Lain-lain pendapatan Daerah yang Sah sebesar Rp 722.657.972.790,00 atau 56.61%.
Adapun sisa target pendapatan daerah yang harus dicapai sampai dengan akhir Desember 2018 sebsar Rp 2.286.760.501.599,07. Upaya-upaya dalam memenuhi pencapaian target pendapatan daerah hingga akhir tahun 2018 ini salah satunya melakukan verifikasi dan penagihan piutang pajak daerah bersama Inspektorat Kota Bekasi seperti PBB, pajak Hotel, pajak restoraan, pajak Reklame, pajak Parkir, Pajak Air Tanah dan pajak Hiburan,” katanya.
Dia menambahkan, Bapenda Kota Bekasi juga masih berupaya untuk mencapai target pendapatan daerah, dengan melihat potensi pendapatan daerah yang ada. Maka dari itu, Bapenda optimis dapat memenuhi target Pendapatan Daerah tahun 2018 ini.
Seauai data yang ada, besaran nilai tunjangan daerah bervariasi, tergantung golongan para pegawai. Dari yang terendah golongan I sebesar Rp 5,1 juta, hingga golongan tertinggi IV E seperti Sekretaris Daerah bisa mencapai Rp 75 juta per bulan.
Komposisi TPP terdiri dari dua komponen yakni tunjangan statis (60 persen) dan tunjangan dinamis (40 persen). Untuk nilai tunjangan statis diperoleh secara otomatis setiap bulan, namun tunjangan dinamis berdasarkan presensi atau kehadiran pegawai. Bila pegawai bolos bekerja, maka tunjangan dinamis dengan komposisi 40 persen akan dipotong.
Namun untuk kali ini selama tiga bulan, pemerintah daerah memotong TPP sebesar 40 persen. Artinya pegawai hanya mengantongi tunjangan statis dengan komposisi 60 persen.
Rahmat mengungkapkan, APBD 2018 ini masih berjalan. Turbulensi memang terjadi. Tapi pada prinsipnya, APBD masih berimbang antara pengeluaran dan potensi pendapatan yang ada. (jonder sihotang)