SINGAPURA (IndependensI.com) – Upaya mewujudkan pemerintahan yang berbasis elektronik dan mengadopsi berbagai inovasi digital, harus dimulai dari hal-hal yang kecil lalu berlanjut ke yang besar. Pemerintah harus berhati-hati dalam mengelola perubahan (reform) yang besar, semakin besar perubahan semakin besar kompleksitas yang ada.
Demikian penjelasan dari Prof. Yanuar Nugroho, Ph.D, Deputi II Kepala Staf Kepresidenan saat menjadi narasumber dalam acara Innovation Labs World yang dihadiri 1.000 pejabat pemerintahan daerah dari negara-negara Asia dan berlangsung di Suntec Convention Centre, Singapura.
Pemerintah Indonesia telah mendorong berbagai inovasi dalam pengelolaan data seperti Kebijakan Satu Peta Nasional yang mengharuskan adanya penyatuan informasi geospasial. Sehingga tumpang-tindih pembangunan akibat carut-marutnya rujukan peta spasial tidak terulang dan kebijakan yang diambil pemerintah dapat tepat sasaran. Saat ini terdapat Lapor.go.id yang dapat menjadi wadah bagi masyarakat untuk melaporkan komplain pelayanan publik dan komplain tersebut otomatis akan dilanjuti oleh institusi terkait.
“Sebentar lagi pemerintah Indonesia akan memiliki dua Peraturan Presiden baru, yakni tentang Satu Data dan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik atau E-Gov. Kebijakan Satu Data memastikan semua data-data pemerintah yang ada memiliki standar tertentu sehingga bisa digunakan di berbagai sistem lintas lembaga pemerintah. Kebijakan E-Gov mengharuskan seluruh instansi pemerintah melakukan digitalisasi proses bisnis dalam perencanaan, penganggaran, pengadaan, monitoring, dan evaluasi serta integrasi sistem kepegawaian dan kearsipan,” jelasnya.
Dalam mendorong perubahan, sebagaimana di negara lain, tidak jarang perubahan tersebut terkendala karena masalah koordinasi dan sinergi antar institusi atau antar birokrasi di dalam satu institusi tertentu. Masalah koordinasi ini ternyata dialami juga oleh peserta dari berbagai negara lain. Namun Yanuar membagi tips dia. “Rahasia dari pengalaman sukses beberapa program tersebut adalah kebiasaan antarpejabat untuk ngopi bersama. Persoalan yang membutuhkan sinergi lintas institusi sering kita temukan solusinya justru pada saat ngopi singkat di sela rapat, atau ngopi pagi sebelum jam kantor sambil sarapan,” katanya.
Ia mencontohkan bagaimana proses mediasi perbedaan pendapat sejumlah kementerian di Indonesia dalam mendorong agenda-agenda perubahan seringkali terjembatani melalui proses-proses informal.
Dalam diskursus kebijakan publik memang ada tiga hal yang perlu dipahami setiap pengambil keputusan: politics, polity, and policy. “Politik adalah proses bagaimana kebijakan diputuskan dan diterapkan; Polity adalah kerangka institusional bagaimana kebijakan dirumuskan dan diterapkan; sedangkan Policy menyangkut isi dan substansi serta mekanisme perubahan yang diinginkan.” jelasnya.
“Meski jelas konsep dan teorinya, namun ini ruwet dalam pelaksanaannya. Apalagi jika masing-masing kelembagaan punya ego sektoral yang besar. Nah, dari pengalaman selama ini, saya tegaskan: jangan pernah menyepelekan sesi minum kopi atau sarapan pagi. Itulah saat semua teori tadi ternyata bisa jadi kenyataan. Sekian banyak agenda perubahan dari Kantor Presiden dilahirkan dari minum kopi,” pungkas Yanuar.