Rizieq Syihab
Rizieq Syihab. (foto istimewa)

Polda Jabar Jelaskan soal Kasus Dugaan Penodaan Pancasila

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) –  Polda Jabar memiliki sejumlah alasan sehingga penyidikan kasus dugaan penodaan Pancasila dengan tersangka Rizieq Syihab dihentikan dengan dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP23) pada Februari 2018.

Direktur Reserse Kriminal (Dirreskrimum) Polda Jabar, Kombes Pol Umar Surya Fana mengatakan, alat bukti yang diklaim pemohon (Sukmawati Soekarnoputri) sudah cukup untuk menahan tersangka Rizieq Syihab, dalam perkembangannya dan pertimbangan dari jaksa, alat bukti itu harus utuh.

“Film atau video yang dijadikan alat bukti itu kan dibikin sekian tahun lalu. Kemudian baru diambil oleh pelapor dan diserahkan kepada penyidik beberapa tahun kemudian,” kata Umar di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Senin (8/10/2018).

Umar mengemukakan, selain meminta dari pelapor, penyidik Ditreskrimum juga mencari video asli tersebut. Sebab jika melihat video tersebut secara parsial, seperti yang ditunjukkan pelapor hanya berdurasi sekitar sekian menit, unsur penodaan terhadap Pancasila dinilai belum terpenuhi.

“Kami tidak tahu ada pembicaraan apa setelahnya dan sebelumnya (dalam video yang utuh),” ujarnya.

Selain itu, dalam kurun waktu penyidikan, tutur Umar, terdapat batas waktu yang harus diambil keputusan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak, termasuk Rizieq Syihab.

“Di dalam SP3, jelas kami sebutkan, jika ada alat bukti lain, (kasus ini) akan kami buka kembali. SP3 ini belum bersifat inkrah atau final. Kalau misalnya dari pihak pelapor atau pengacara pelapor memiliki (alat bukti baru), ya kami gak ada masalah, akan buka kembali,” tutur Umar.

Disinggung tentang langkah Sukmawati Soekarno putri melalui Tim Pembela Pancasila yang mengajukan praperadilan atas SP3 tersebut, Umar mengungkapkan, upaya hukum tersebut adalah hak setiap warga negara.

Praperadilan, ungkap Umar, diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai salah satu sarana untuk melakukan kontrol terhadap lembaga penyidik terutama saat belum dilakukannya proses peradilan pidana.

“Itu merupakan hak setiap warga negara yang merasa tidak puas atau mungkin punya novum (bukti) baru atau tidak sepaham dengan hasil penyidikan oleh penyidik. Ini diperbolehkan gak ada masalah,” ungkapnya.

Untuk menghadapi persidangan, kata Umar, pihaknya akan menyiapkan dokumen dan berkas kasus terkait proses penyidikan dan alasan logis sehingga SP3 dikeluarkan. “Kami akan memberikan surat kuasa kepada Bidang Hukum Polda Jabar sebagai pemegang kewenangan tugas,” pungkasnya.

Diketahui, Tim Pembela Pancasila Teddi Ardiansyah mengajukan permohonan praperadilan terkait SP3 kasus penodaan Pancasila oleh tersangka Rizieq Syihab. Seharusnya sidang dilaksanakan mulai Senin (8/10/2018) di Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Namun lantaran pihak terlapor, Polda Jabar tak hadir, sidang ditunda pekan depan.

Sementara itu, pihak Front Pembela Islam (FPI) mendukung langkah Polda Jabar menghentikan penyidikan kasus dugaan penodaan Pancasila tersebut. “Kami dukung polisi. Karena dalil dari kepolisian terkait SP3 itu tidak cukup bukti dan itu sudah benar. Imam besar kami (Rizieq Syihab) sudah menerima SP3 tertulis dari polisi,” ujar M Ichwan Tuankotta, tim kuasa hukum Rizieq Syihab, seusai sidang di PN Bandung, Senin (8/10/2018).

Tim kuasa hukum Rizieq Shihab hadir di sidang itu sebagai pihak termohon intervensi. Terkait klaim bahwa SP3 tidak relevan sebab cukup alat bukti untuk menjerat hukum Rizieq Syihab, Ichwan menyatakan, silakan kuasa hukum Sukmawati berargumen.

“Itu dalil mereka, silahkan berargumen. Tapi saat ini faktanya polisi sudah menyatakan kasus itu kurang alat bukti, kami hormati, dan kami juga harus diakomodir di persidangan ini untuk memperkuat argumen polisi. Apa yang disampaikan oleh imam besar kami (Rizieq Syihab) merupakan tesis S2, karya ilmiah, sehingga tidak bisa dipidanakan,” ujar Ichwan.(budi/ist)