JAKARTA (independensi.com) – Langkah pemerintah mengakuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia hanya tinggal selangkah lagi, yakni tinggal melunasi pembayaran yang ditargetkan bisa dieksekusi sebelum tahun 2018 berakhir.
Namun, langkah terakhir ini berpotensi terhambat apabila urusan lingkungan PT Freeport Indonesia belum selesai. Sebab, sindikasi bank asing yang menyetujui memberi kucuran dana US$ 3,85 miliar mensyaratkan permasalahan lingkungan harus beres sebelum dana dicairkan. Lantas sudah sejauh mana pemerintah mengatasi masalah lingkungan Freeport?
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan saat ini para pihak tengah menyelesaikan roadmap penanganan limbah Freeport. “Lagi diselesaikan, sudah 60%,” kata Siti saat dijumpai di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jumat (19/10/2018).
Soal masalah lingkungan ini, Inalum dan Freeport juga dicecar pertanyaan oleh Komisi VII DPR RO saat gelar rapat dengar pendapat 17 Oktober lalu. Hal ini terkait temuan dari BPK yang mengatakan ada potensi kerusakan lingkungan sebesar Rp 185 triliun.
DPR juga mempertanyakan siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan ini, dan apakah dalam kesepakatan-kesepakatan tersebut juga membahas secara spesifik terkait masalah lingkungan.
Menanggapi hal ini, Direktur Utama PT Inalum (Persero) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya akan kesulitan mencairkan pinjaman dana dari kreditor asing jika permasalahan lingkungan belum beres. Dampak berikutnya bisa ditebak, akan menghambat proses divestasi.
“Ini tidak mungkin uang keluar kalau isu lingkungan tidak selesai. Oleh karena itu kita dorong PTFI untuk selesaikan isu lingkungan, tanpa ini diselesaikan ini sulit cairkan pendanaan dari institusi international. Kalau masih menggantung, settlement tidak jadi,” ujar Budi di hadapan para anggota Komisi VII.
“Lagipula IUPK juga butuh itu, KLHK harus slelesaikan itu lampiran IUPK, bank bank ini merasa nyaman kalau IUPK dan lampiran isu lingkungan selesai. Sehingga transaksi bisa selesai. Leading itu ada di Pak Tony (Wenas),” katanya lagi.
Adapun, merespon hal ini, Direktur Eksekutif PT Freeport Indonesia Tony Wenas menjelaskan, dalam yang dokumen yang diterbitkan dalam BPK memang waktu itu BPK menyampaikan delapan rekomendasi untuk Freeport, sementara angka Rp 185 triliun itu adalah alasan dilakukannya audit oleh BPK.
“Angka itu berdasarkan hitungan dari IPB, dan pembukaan lahan dari satelit LAPAN, jadi bukan audit yang dilakukan BPK, dan itu bukan temuan BPK yang direkomendasikan kepada kami,” tutur Tony ketika dijumpai di kesempatan yang sama.
Tony pun mengaku, saat ini delapan rekomendasi tersebut sudah dalam tahap penyelesaian, enam dari delapan rekomendasi sudah selesai, dan dua sisanya sedang dalam proses.
“Sisa dua ini sedang dalam proses, yaitu dokumen evaluasi lingkungan hidup (DELH) dan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Mestinya sudah siap diterbitkan oleh KLHK, jadi saya optimistis akhir tahun proses divestasi selesai,” pungkas Tony.