JAKARTA (IndependensI.com) – Penyebaran paham radikal terorisme semakin hari semakin mengkhawatirkan. Pekan lalu, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto mengalami penusukan oleh seorang terduga teroris di Pandeglang, Banten yang diduga telah terpapar paham radikal dari jaringan kelompok teroris ISIS.
Di tengah sentimen primordial yang semakin tinggi, radikalisme mudah subur dan menjangkiti siapapun. Benih-benih ini jika dibiarkan tumbuh tentunya akan menjadi bom waktu munculnya aksi kekerasan dan terorisme. Untuk itulah, mencegah terorisme harus dimulai dengan melawan radikalisme dari hulu masalahnya. Butuh upaya serius tidak hanya kebijakan parsial dan reaktif, tetapi kebijakan yang mampu menyentuh akar radikalisme di Indonesia.
Pengamat Intelijen dan Terorisme, Dr. Wawan Hari Purwanto, SH, MH, mengatakan bahwa masyarakat harus selalu terus untuk diingatkan agar mereka ini memiliki kepekaan untuk bisa mencegah dan melakukan deteksi dini terhadap tumbuhnya paham-paham tersebut yang ada di tengah-tengah masyarakat.
“Karena teroris itu kan berbaur di tengah masyarakat, jadi sikap kritis perlu ditumbuhkan agar masyarakat tidak menelan mentah informasi perlu tabayyun dulu. Karena sikap taklid tanpa cross-check bisa membuat mereka percaya membabi buta. Ini yang harus diluruskan dengan dialog dan kajian serta komunikasi antara pejabat/tokoh serta ulama dengan masyarakat agar terhindar terjadinya miskomunikasi” ujar Wawan di Jakarta, Sabtu (19/10/2019).
Pria yang juga Pendiri sekaligus Peneliti di Lembaga Pengembangan dan Konsultasi Nasional (LPKN) ini mengatakan bahwa, pemerintah tentunya juga perlu terus melakukan komunikasi dengan masyarakat dengan memperbanyak program terkait deradikalisasi dan lainnya untuk membangun kesadaran publik akan bahayanya paham radikal terorisme tersebut.
“Pemerintah harus dekat dengan rakyat, termasuk pemerintah daerah. Harus ada program kerja yang menyentuh kekosongan baik kekosongan isi kepala, isi hati dan isi perut secara linier dapat diupayakan secara simultan. Jangan sampai mereka beranggapan bahwa mereka didekati hanya saat diperlukan saja,” tuturnya.
Pria kelahiran Kudus, 10 November 1965 ini berpendapat bahwa selama ini masyarakat bersikap acuh tak acuh dengan kondisi di lingkungan sekitarnya dikarenakan mereka ini belum terkena dampak dari aksi terorisme tersebut secara langsung. Sehingga perlu adanya upaya untuk membangun kesadaran masyarakat ini.
“Jika mereka terkena langsung biasanya lantas baru tersadar akan perlunya deteksi dini dan cegah dini. Kita perlu berikan pemahaman secara berkelanjutan dan kita ajak bicara terus agar mereka punya rasa simpati, empati dan partisipasi dalam penanggulangan terorisme,” kata Wawan.
Dalam kesempatan tersebut pria yang juga pernah menjadi staf ahli Wakil Presiden RI bidang Keamanan dan Kewilayahan ini menyampaikan bahwa masyarakat harus terus diajak, dilibatkan dan diminta masukannya terikait masalah penyebaran paham radikal terorisme di tanah air.
“Masyarakat tentunya perlu diajak untuk berperan aktif dan diajak berpikir bagaimana jika tiba-tiba terjadi ledakan seperti di Sibol rumah di sekitarnya luluh lantak rata dengan tanah. Inilah perlunya peran aktif dan kepedulian dari masyarakat dan pemerintah,” ungkapnya.
Selain itu peraih gelar Magister Hukum bidang Hukum Perbankan dari Universitas Indonesia ini juga menambahkan bahwa agar aparat keamanan perlu juga dilibarkan untuk berperan aktif untuk mengajak dan memberdayakan masyarakat dalam membendung paham radikal terorisme tersebut.
“Babinsa dan Babinkamtibmas hingga RT, RW harus terus aktif berkomunikasi dengan warga dan masyarakat. Ajak dan beri pengertian kepada masyarakat untuk segera melaporkan jika ada hal-hal yang mencurigakan di sekitarnya. Selanjutnya ditindaklanjuti sesuai SOP agar tidak ada kelambatan. Jika ditemukan ada ajaran yang menyimpang maka segera diambil sikap sebelum terlambat,” ujar Wawan mengakhiri.