JAKARTA (independensi.com) – Meski dinyatakan mengalami kerugian hingga Rp 18 triliun pada kuartal III tahun ini. Namun, Direktur Utama PT PLN (Persero), Sofyan Basir,masih memiliki keyakinan perusahaan yang dipimpinnya ini bisa cetak laba di akhir tahun. “Harus laba, sekitaran US$ 9 juta,” ujar Sofyan, saat dijumpai di lingkungan Istana Negara, Rabu (31/10/2018).
Sofyan basir memaparkan, kerugian di kuartal III yang dicetak saat ini adalah rugi pembukuan, bukan rugi riil. “Beda rugi usaha sama rugi keuangan, rugi usaha itu misal beli 10 jual 8 jadi ruginya 2, tapi ini tidak. Secara usaha kami operasional masih untung,” jelasnya.
Rugi pembukuan, kata dia, didorong oleh utang dalam dolar yang wajib dilunasi dalam jangka waktu panjang yakni bisa sampai 30 tahun. Utang tersebut, tidak dieksekusi tahun ini dan tidak langsung dilunasi tapi ada selisih kurs yang jadi beban. “Kamu punya utang US$ 1 juta sekarang bayarnya 20 tahun lagi, waktu dolar naik utang di kurs rupiah juga naik tapi belum jadi beban. Jadi tidak perlu panik karena tidak riil,” ujarnya.
Dari sisi likuiditas Sofyan juga pamer bahwa perusahaan masih kuat secara likuiditas dan tidak ada gangguan cash flow. Ia melanjutkan kerugian sebenarnya tak cuma dari kurs tapi juga naiknya harga BBM yang digunakan untuk menyalakan pembangkit diesel perusahaan.
Upaya yang dilakukan PLN untuk memperkecil kerugian ini salah satunya adalah reprofiling, yakni dengan menerbitkan obligasi US$ 1,5 miliar berjangka pendek untuk memundurkan utang-utang jangka panjang sehingga arus kas sangat kuat.
PT PLN (Persero) mencatat kerugian sebesar Rp 18,48 triliun untuk kinerja kuartal III tahun ini. Kerugian itu terjadi karena terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan naiknya harga bahan bakar (komoditas).
Kinerja PLN tahun ini berbalik dengan tahun lalu, di mana perseroan bisa mencetak laba bersih Rp 3,05 triliun. Berdasar laporan keuangan yang dipublikasikan di situs Bursa Efek Indonesia, kerugian dipicu kenaikan beban usaha 12%.
Beban terbesar masih berasal dari beban bahan bakar dan pelumas yang naik dari Rp 85,28 triliun menjadi Rp 101,88 triliun. PLN juga menderita pembengkakan kerugian karena selisih kurs. Jika pada kuartal III-2017 rugi dari selisih kurs mencapai Rp 2,23 triliun, maka pada kuartal III-2018 menjadi Rp 17,33 triliun.