Belajar dari Musibah Jatuhnya Pesawat Lion Air

Loading

Independensi.com – Kita berduka yang mendalam atas jatuhnya pesawat Lion Air PK-LQP JT 610 jurusan Jakarta Pangkalpinang dengan 189 penumpang dan kru yang jatuh di perairan Tanjung Karawang Jawa Barat, Senin lalu.

Kita berdoa agar keluarga yang ditinggal para korban diberi ketabahan oleh Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang, sekaligus peringatan bagi semua, pemerintah, pengusaha, teknisi, pilot-kopilot serta calon penumpang.

Keterangan dan analisa dari berbagai pihak menyebutkan bahwa transportasi yang paling aman adalah pesawat terbang, di tambah lagi bahwa pesawat Lion Air PK-LQP JT 610 tersebut adalah jenis Boeing 737 Max 8 tercanggih keluaran 2017 dan baru mengudara secara komersial tanggal 15 Agustus 2018 lalu.

Namun dalam penerbangan Denpasar-Jakarta sehari sebelum jatuh pesawat tersebut, katanya, mengalami problem sehingga terpaksa tertunda mengudara. Apakah problem mesin pesawat itu sudah diperbaiki secara tuntas, kita serahkan saja kepada pihak yang berkompeten.

Demikian juga sebab musabab terjadinya musibah itu kesalahan pada teknisi atau siapa, mudah-mudahan dapat terungkap sehingga dapat menjadi pelajaran bagi semuanya.

Boleh kita marah kepada Rusdi Kirana pengusaha pemilik Lion Air dan Direktur Utamanya Edward Sirait, tetapi perlu kita sadari bahwa tidak ada pengusaha yang ingin mencelakai penumpangnya, demikian juga teknisi apalagi pilot karena nyawanya melekat pada pesawat yang dipiloti-nya.

Dapat dimengerti kekesalan dan kemarahan keluarga korban pada pertemuan Menteri Pehubungan Budi Karya Sumadi, Kepala Basarnas Marsdya M. Syaugi dan Kepala KNKT Soerjanto Tjahjono di hotel Ibis Cawang Jakarta Timur, Senin siang. Tetapi walaupun dalam kedukaan yang mendalam karena kehilangan sanak keluarga, ternyata kekesalan dan kedukaan itu masih dalam batas-batas kewajaran, karena  tidak terdengar kata-kata yang menghujat atau caci-maki sebagaimana yang sering terdengar dari para politisi belakangan ini.

Kita apresiasi kesigapan Pemerintah, Basarnas, TNI-Polri dan segenap pihak yang memberi partisipasi penuh, apalagi personil di lapangan yang bekerja siang malam, menunjukkan begitu pentingnya nyawa sesama manusia. Segala daya upaya yang ditunjukkan para petugas lapangan yang tergabung dalam Sarnas Gabungan itu mengingatkan kita atas solidaritas dan kasih kepada sesama.

Kerja sama para petugas dan para relawan tersebut sekaligus mengingatkan para elit politik dan pemuka masyarakat, yang sering hanya “ngomong doang” serta melihat semuanya yang dikerjakan pemerintah “jelek”, agar sadar sehingga lebih baik berlomba-lomba berbuat kebajikan dari pada menyalahkan orang yang bekerja.

Ke depan penggunaan teknologi canggih seperti pesawat terbang hendaknya disertai manajemen yang memadai pula serta perilaku yang setimpal disertai dengan kejujuran serta disiplin tinggi, baik oleh pemerintah, pengusaha, petugas lapangan serta masyarakat pengguna jasa penerbangan.

Ketidak mampuan pemerintah untuk melayani transportasi udara tidak menjadi penyebab pendiktean oleh pengusaha, sehingga pemerintah tidak mampu menegakkan aturan. Pemerintah tidak boleh tutup mata dan telinga atas keluhan konsumen atas seringnya terlambatnya penerbangan Lion Air.

Adalah gebabah melayani rute terlalu banyak sementara armada tidak mencukupi. Tarif tiket murah sebaiknya dibatasi kalau itu merugikan masyarakat, sebab penumpang akan mencari ongkos murah sementaa nasibnya terlunta-lunta dan menjadi tanggung jawab Pemerintah untuk menjamin kenyamanan pengguna jasa.

Tidak pada tempatnya lagi pemerintah reaktif, bertindak setelah ada musibah. Menyalahkan pengusaha, pada hal pengusaha itu telah mengambil tugas dan kewajiban pemerintah menyediakan angkutan melayani masyarakat.

Seperti halnya penyelenggaraan angkutan di Danau Toba–setelah KM Sinar Bangun tenggelam–pemerintah baru sadar dan reaktif, sehingga sampai-sampai seorang petugas honorer harus turut ditangkap, dan mungkin akan dihukum berat. Pada hal seorang petugas honorer tidak memiliki tugas pokok dan fungsi, sehingga tidak memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan.

Pemerintah juga tidak bisa tutup mata dan telinga tentang keluhan berbagai pihak, dengan banyaknya para pensiunan petinggi Kemhub dan aparat pemerintah lainnya  menempati posisi penting di jajaran Direksi dan petinggi di perusahaan-perusahaan transportasi yang menyebabkan berkurang dan melemahnya pengawasan.

Kita mendukung duduknya para pensiunan petinggi pemerintahan itu di perusahaan-perusahaan yang membutuhkannya, hanya saja hendaknya mereka-mereka itu membawa kebaikan dan tidak sebaliknya, apalagi kalau hanya pengisi waktu. Dengan kejadian Lion Air PK-LQP JT 610 yang membawa duka yang mendalam itu menjadi pelajaran berharga. (Bch)