SEMARANG (IndependensI.com) -Kebijakan pemerintah mewajibkan importir bawang putih memproduksi 5% dari volume pengajuan rekomendasi impor ternyata menguntungkan petani dan importir sendiri. Bahkan saat ini mulai tumbuh menjamur sentra-sentra bawang putih yang tersebar dari Aceh hingga Papua.
Hal ini terungkap dalam Rapat Evaluasi Wajib Tanam dan Sosialisasi Petunjuk Teknis Penanaman Bawang Putih di Semarang, Selasa (18/12). Rapat ini dipimpin Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Suwandi.
Suwandi mengungkapkan kebijakan wajib tanam bawang putih sebenarnya menguntungkan semua pihak. Kondisi ini harus didukung dengan benih yang benar-benar berkualitas dan penanaman dilakukan secara serius.
Jika ini dipenuhi atau dilaksanakan, sambungnya, bawang putih akan memberikan keuntungan yang lumayan besar. Hasil panennya baik untuk dijual sebagai konsumsi, lebih-lebih jika dijual dalam bentuk benih.
“Asal benihnya benar, dirawat baik-baik, hasilnya ada yang bisa mencapai 16 ton per hektar. Sementara biaya produksi sekitar Rp 8.000 per kilogram. Kalau dijual kering askip harganya Rp 18.000 per kilogram, kalau sudah jadi benih bisa Rp 40.000 per kilogram bahkan lebih,” demikian dikemukakan Suwandi.
Oleh karena itu, Suwandi menegaskan keliru kalau menganggap program ini merugikan. Praktik riilnya importir bisa bekerjasama dengan kelompoktani yang bagi hasilnya disepakati bersama.
“Jadi dua-duanya untung. Ini kesempatan importir untuk bersama-sama memuliakan petani,” tegasnya.
Target Swasembada
Suwandi mengatakan sesuai arahan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, Direktorat Jenderal Hortikuktira Kementan akan terus berupaya mengejar target swasembada bawang putih 2021 dan 2019 ditargetkan sudah swasembada benih. Importir penerima Rekomendasi Impor Produk Hortikuktura (RIPH) 2017 diberi tenggat waktu sampai 31 Desember 2018 untuk menyelesaikan tanamnya. Ini mengacu rekomendasi Rapat Dengar Pendapat dengan DPR RI tanggal 25 April 2018.
“Kami tentu akan komitmen menjalankan amanat tersebut. Silahkan masih ada waktu beberapa hari untuk menyelesaikan. Bagi yang telah menyelesaikan kewajibannya, kami akan beri reward pada pengajuan RIPH 2019 nanti. Bagi yang tidak memenuhi, pasti kita akan evaluasi nanti setelah tanggal batas tersebut,” ujarnya.
Perlu diketahui, rapat ini dihadiri ratusan importir bawang putih yang mendapatkan RIPH dari Kementerian Pertanian mengikuti pertemuan tersebut. Turut hadir Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian, Satgas Pangan Bareskrim Polri, Wakil Deputi 4 BIN hingga Dinas Pertanian sentra bawang putih seluruh Indonesia. Pertemuan digelar untuk mengevaluasi pelaksanaan wajib tanam bawang putih oleh importir sekaligus sosialisasi perubahan ketentuan pelaksanaan penanaman bawang putih.
Inspektur Jenderal Kementan, Justan Riduan Siahaan, mengaku sudah membuktikan sendiri bahwa pola kemitraan antara pelaku usaha dengan petani bisa berjalan baik. Salah satu buktinya di Humbang Hasundutan Sumatera Utara, dengan menyisihkan seribu perak per kilo dari keuntungan usaha impor bawang putih, cukup untuk modal usaha tanam termasuk membayar tenaga kerja.
“Untungnya dibagi antara petani atau pemilik lahan dengan importir. Ternyata jalan kok. Sudah saatnya importir turut peduli mensejahterakan petani,” kata Justan.
Sementara itu, Kepala Subbagian Satuan Tugas (Satgas) Ketersediaan Pangan Mabes Polri Kombes Pol Anton Sasono mengingatkan agar kebijakan wajib tanam bawang putih dapat dilaksanakan tanpa mengganggu stabilitas pasokan dan harga bahan pangan.
“Kami akan tegas kepada siapapun yang mencoba mengganggu ketersediaan pangan. Karena ini sangat sensitif,” tegas dia.