JAKARTA (IndependensI.com) – Agama bukanlah pemecah belah kemanusiaan, karena agama merupakan salah satu simbol dalam mewujudkan Perdamaian dan Solidaritas Kemanusiaan. Hal ini dikarenakan setiap agama diturunkan sebagai pedoman kehidupan bagi umat manusia. Karena nilai universal agama adalah menjaga kehidupan manusia akan selalu dalam koridor harmoni, damai dan persaudaraan.
Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Prof Dr Siti Musdah Mulia, MA, meminta kepada masyarakat untuk dapat memaknai agama sebagai alat pemersatu antar umat untuk mewujudkan perdamaian dan persatuan. Hal ini dikarenakan semua agama memiliki tujuan akhirnya adalah memanusiakan manusia
“Kita beragama itu salah satu tujuannya untuk kemanusiaan bukan sekedar untuk Tuhan saja. Apalagi dalam islam itu sangat sangat kental. Kalau kita perhatikan semua ibadah di dalam islam itu bagaimana kita sebagai manusia itu bisa menjadi lebih baik terhadap sesame,” ujar Musdah Mulia di Jakarta, Kamis (27/12/2018).
Dirinya mencontohkan, salah satu perintah dalam Islam untuk melaksanakan sholat salah satunya memiliki tujuan agar kita tidak melakukan hal-hal yang keji terhadap sesama. Bahkan bukan hanya dengan sesama, di islam itu sendiri mempunya makna Rahmatan Lil Alamin yang betul betul rahmat bagi semua alam, yang di dalamnya ada manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan dan juga lingkungan.
“Oleh karena itu sebagai orang yang beragama harus tercermin dari bagaimana perlakuannya terhadap seluruh lingkungannya. Sebagai umat beragama kita harus selalu menjaga hubungan dengan tuhan, hubungan dengan sesama manusia dan mahkluk-mahkluk lain. Saya pikir islam itu benar-benar bagaimana menjaga agar supaya agama ini menjadi benar-benar Rahmat, bukan bencana bagi sesama mahkluk,” kata Guru Besar pemikiran politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini
Dirinya melihat kalau selama ini ada kelompok-kelompok lain atau kelompok radikal yang suka memakai bungkus agama dalam mengkapanyekan sesuatu yang tentunya dapat memecah belah persatuan diantara umat manusia. Hal ini dikarenakan agama adalah sebuah identitas yang mudah sekali untuk dijual yang tentunya akan berbahaya bagi masyarakat yang selama tidak memahami agama dengan baik. Untuk itu dirimya meminta kepada masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi dengan alasan agama.
“Mari kita mengajarkan agama secara baik dan benar. Ini penting dalam membangun sebuah budaya baru melalui pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya. Pendidikan agama itu penting karena tujuannya untuk mengasihi, membangun kasih sayang, bukan untuk saling mencaci maki dan perbedaan agama juiga bukan untuk saling memusuhi. Karena tidak ada agama di dunia ini yang mengajarkan untuk saling bermusuhan, perseteruan antar sesame ataupun saling menyakiti,” ujar wanita kelahiran Bone, 3 Maret 1958 ini.
Pendidikan Agama
Menurutnya, pendidikan agama itu penting sekali untuk bisa dimaknai yang seluas-luasnya oleh masyarakat baik itu di rumah tangga, sekolah, kantor dan lingkungan lainnya. Apalagi di Kongres Kebudayaan yang telah digelar tiga pekan lalu telah merekomendasikan kepada institusi-institusi pendidikan terutama mulai dari PAUD dan jenjang pendidikan berikutnya untuk lebih mengedepankan pendidikan agama.
“Pendidikan agama itu harus mengedepankan nilai-nilai universal, menanamkan nilai-nilai kasih sayang terhadap sesama, itu yang harus dipentingkan dalam pendidikan agama sehingga hasilnya itu adalah semakin dia beragama maka semakin mengasihi sesamanya,” ujar wanita yang juga Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ) ini.
Dikatakannya, di dalam beragama itu tidak diperboleh memilih milih seperti yang seiman saja, karena di dalam agama islam itu juga diajarkan ukhuwah Basyariyah yakni sesama manusia apapun agamanya, apapun kepercayaannya untuk berbuat baik kepada sesama warga tanpa membedakan agama dan kepercayaan merupakan sunah Rasul yang harus dipertahankan. Apalagi kita sebagai warga negara Indonesia yang sangat majemuk.
“Sebagai orang yang beragama dan apalagi dengan mengaku sebagai orang yang berbangsa Indonesia maka seharusnya memiliki rasa kemanusiaan yang lebih kuat. Merusak ukuuwah basyariyah sama dengan merusak sendi-sendi doktrin Islam,” ujar wanita pertama yang dikukuhkan LIPI sebagai Profesor Riset bidang Lektur Keagamaan ini.
Menanggapi perdebatan yang marak di masyarakat akhir-akhir ini yang dihembuskan oleh kelompok-kelompok trertentu yang mengatakan bahwa mengucapkan selamat hari raya bagi pemeluk agama lain itu itu dilarang menurutnya hal tersebut tentunya adalah upaya untuk memecah belah sesama umat manusia.
“Tidak ada itu larangan mengucapkan natal atau mengucapkan selamat galungan atau kuningan. Itu hanya ungkapan kasih sayang kita kepada sesama umat manusia, Ungkapan kasih sayang itu sebagai tanda bahwa kita respek terhadap orang lain, kita menghargai kepercayaan orang lain. Tidak ada urusannya dengan aqidah,” ujarnya
Untuk itu dirinya meminta kepada seluruh masyarakat untuk belajar dan memahami agamanya dengan benar. Karena kalau tidak memahami agamanya dengan benar tentunya orang tersebut tidak dapat menghargai agama orang lain.
“Masyarakat jangan mudah terpancing, karena masyarakat perlu diperdalam pengetahuannya, sehingga di dalam hal apapun termasuk di dalam hal agama juga harus kritis dalam artian harus mikir terlebih dahulu sebelum mengikuti pandangan siapapun itu. Akal kritis itu harus dipakai, karena di dalam Al Quran diajarkan Iqro ayat pertama, ‘bacalah dan bacalah’. Artinya sebelum melakukan hal yang lain kita harus mencari pemahaman yang benar supaya kita tidak mudah terprovokasi untuk urusan-urusan yang seperti itu,” ujar peraih doktoral bidang Pemikiran Politik Islam di IAIN Syahid, Jakarta ini.
Untuk itu dirinya meminta kepada seluruh tokoh atau pemuka agama untuk mengajak para umatnya agar dapat menjadikan agama sebagai alat untuk merawat solidaritas kemanusiaan. Karena sebagai tokoh agama harus dapat mendorong upaya-upaya persatuan dan kesatuan di seluruh umatnya. Dengan persatuan dan kesatuan itulah bangsa ini nantinya bisa mencapai kemajuan.
“Karena kalau tidak kita dapat terpecah pecah, berkonflik konflik yang akhirnya yang rugi kita sendiri, kita tidak maju-maju sehingga kita selalu menjadi negara yang terbelakang. Dengan modal persatuan dan kesatuan inilah yang membuat negara ini menjadi damai dan harmoni sehingga bisa membangun menuju cita-cita para pendiri bangsa ini,” katanya.
Selain itu dirimya juga meminta kepada Pemerintah untuk bertindak tegas, berdiri netral dan bersikap adil terhadap pihak-pihak atau kelompok yang berupaya memecah belah masyarakat dengan megatasnamakan agama.
Pemerintah harus berdiri netral sebagai wasit dan memberikan sanksi terhadap pihak-pihak yang melanggar aturan. Misalnya ada orang yang ceramahnya menjelek-jelekan agama atau kelompok lain maka harus diberikan sanksi. Tidak boleh karena mayoritas maka harus ditolongin, tidak bisa seperti itu,” katanya mengakhiri.