JAKARTA (IndependensI.com) – Terungkapnya kasus prostitusi online yang melibatkan artis Indonesia Vanessa Angel, menjadi sebuah fenomena gunung es. Mahalnya harga yang dipatok untuk menikmati jasa pemuas birahi menjadi perbincangan hangat masyarakat. Padahal, tarif itu hanya sebagian kecil, dari besarnya perputaran uang lendir di dalam negeri.
Perputaran uang di dunia hitam prostitusi mencapai ratusan miliar dolar. Uang tersebut disumbang dari kontribusi beberapa negara. Hal itu berdasarkan laporan dari Havocscope, lembaga peneliti pasar gelap di dunia, termasuk prostitusi.
Dalam laporan itu, yang mengejutkan adalah ada nama Indonesia sebagai salah satu negara dengan perputaran uang dari prostitusi terbesar di dunia. Havocscope mencatat, total perputaran uang dari bisnis prostitusi mencapai US$ 186 miliar atau bila dihitung dengan kurs saat ini mencapai Rp 2.697 triliun (kurs: Rp 14.500/dolar AS).
Indonesia berada di antara 24 negara yang ada di daftar Havocscope. Menurut laporan ini, perputaran uang di dunia prostitusi di Indonesia mencapai US$ 2,25 miliar atau setara Rp 32 triliun (pada kurs Rp 14.500).
Selain Indonesia, beberapa negara ASEAN pun ikut masuk ke dalam daftar ini, yaitu Thailand dengan jumlah pengeluaran untuk prostitusi sebesar US$ 6,4 miliar atau setara dengan Rp 92,8 triliun dan Filipina dengan pengeluaran sebesar US$ 6 miliar atau setara dengan Rp 87 trilun.
Penilaian yang dilakukan oleh Havocscope berdasarkan sejumlah aspek dan sumber, seperti program kesehatan publik, penegakan hukum dan kasus kriminal lain, serta laporan media. Belum ada yang bisa memastikan laporan yang dikeluarkan oleh Havocc ini valid atau tidak. Berdasarkan catatan, laporan ini juga pernah ramai diperbincangkan pada 2016 lalu.
Pengamat Sosial Vokasi UI, Devie Rahmawati mengatakan bahwa data tersebut bisa saja benar adanya. Terlebih lagi menurutnya, memang secara global jumlah pengeluaran uang masyarakat untuk kebutuhan prostitusi terus naik sejak tahun 2005.
“(Data) Itu berpotensi memiliki kebenaran, cuma tetap kita harus cross check lagi terhadap data tersebut. Tapi gini sejak 2005 sudah ada riset yang menyebutkan bahwa semakin tinggi peningkatan pembelian seks di luar hubungan resmi, itu survey secara global di Eropa,” katanya,seperti dikutip, Detik.com, Senin (7/1/2019).
Menurutnya, untuk memastikan sebesar apa pengeluaran masyarakat Indonesia untuk prostitusi dibutuhkan riset khusus. Riset tersebut menurutnya sangat sulit di lakukan di Indonesia. “Indonesia agak sulit riset, perlu ada riset memang untuk hal ini. Riset ini butuh waktu lama, banyak orang, siapa yang mau biayai hal tersebut,” kata Devie.