JAKARTA (Independensi.com) – Dalam pemahaman universal, disebutkan, kebudayaan melahirkan agama, agama adalah produk budaya.
Agama Katolik dan Agama Kristen, misalnya, berurat berakar dari Kebudayaan Suku Bangsa Yahudi di Timur Tengah.
Tapi seringkali muncul pemahaman dangkal saat ada orang Dayak mendalami agama asli Suku Dayak yang bersumber dari legenda suci, adat istiadat dan hukum adat Dayak.
Langkah mendalami agama asli Suku Dayak, seringkali dinilai campuradukkan ajaran agama, setelah seorang Dayak memeluk agama impor, seperti Agama Kristen atau Agama Katolik.
Padahal agama impor yang dianut merupakan keyakinan iman, tapi agama asli Suku Dayak sebagai sarana perkaya ideologi dan filosopi orang Dayak dalam etika berperilaku bagi orang Suku Dayak.
Ini dua hal yang berbeda, dan dalam aplikasinya, sama sekali bukan mencampuradukkan ajaran agama.
Agama impor yang dianut orang Dayak, seperti Agama Katolik atau Agama Kristen, misalnya, sewaktu-waktu bisa berubah, dan seorang Dayak yang memeluk Agama Katolik atau Agama Kristen, misalnya, tidak semerta-merta berubah jadi Suku Bangsa Yahudi, hanya karena Agama Katolik dan Agama Kristen, berurat berakar dari Kebudayaan Suku Bangsa Yahudi.
Tapi agama asli Suku Dayak yang didalami orang Dayak yang bersumber dari legenda suci, adat istiadat dan hukum adat Suku Dayak, melekat di dalam diri orang Dayak sampai akhir hayat.
Inilah yang mendasari sejumlah pihak mengusulkan Bukit Bawakng di Kabupaten Bengkayang dan Air Terjun Nohkan Lonanyan setinggi 180 meter atau 951 fit sebagai bagian dari Hutan Adat Kolohkak Tambun Bungai di Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang seluas 100 ribu hektar menjadi Hutan Adat Dayak, karena sebagai Lokasi Pariwisata Religi Agama Asli Suku Dayak dengan sumber utama materi kitab sucinya: legenda suci, adat istiadat dan hukum Adat Dayak.
Bukit Bawakng dan Air Terjun Nohkan Lonanyan di Provinsi Kalimantan Barat selama ini dijadikan tempat sakral Suku Dayak yang masih mampu mendalami agama asli Suku Dayak.
Dalam Rekomendasi Seminar Pekan Gawai Dayak Provinsi Kalimantan Barat 2017, memang diusulkan Bukit Bawakng dan Nohkan Lonanyan jadi Hutan Adat Dayak.
Pengukuhan Hutan Adat Gunung Bawakng di Kabupaten Bengkayang dan Hutan Adat Kolohkak Tambun Bungai (dimana di dalamnya ada air terjun tertinggi di Asia Tenggara, setinggi 180 meter atau 951 fit), menjadi Hutan Adat Dayak, dan akan dikukuhkan melalui Upacara Agama Asli Suku Dayak dalam memperingati Hari Bumi Sedunia, 20 April 2020, tahun depan.
Revitalisasi Kebudayaan Suku Dayak melalui upaya penetapan situs pemukiman dan pemujaan menjadi Hutan Adat Dayak, sejalan dengan pemikiran filsuf Thomas Aquinas, 1225 – 1274, dengan teologi naturalis alamiah atau teologi adikodrati, bahwa seseorang mengenal Tuhan dengan akal dan budinya.
Pemikiran Pastor Thomas Aquinas diadopsi Konsili Vatikan II, 1965, dengan menegaskan, di luar gereja ada keselamatan, dan kemudian muncul inkulturasi Gereja Katolik di dalam kebudayaan suku bangsa di seluruh dunia, termasuk di antaranya inkulturasi Gereja Katolik di dalam Kebudayaan Suku Dayak sebagai penduduk asli di Pulau Borneo.
Dengan mendalami agama asli Suku Dayak dengan sumber utama materi kitab sucinya, yaitu legenda suci, adat istiadat dan hukum adat Dayak, membuktikan orang Dayak mampu mengenal Tuhan dengan akal dan budinya.
Mendalami agama asli Suku Dayak, berarti pula mempertahankan Kebudayaan Suku Dayak sebagai identitas Budaya Suku Bangsa Dayak.
Hakekat dari doktrin agama asli Suku Dayak sebagai implementasi manusia Dayak yang beradat: berdamai dan serasi dengan leluhur, sesama, dan alam sekitar.(Aju)