WONOGORI (IndependensI.com) – Lahan pertanian Provinsi Jawa Tengah saat ini memasuki panen raya jagung. Tercatat, pada Februari 2019, seluas panen mencapai 145 ribu hektar dan Maret 48 ribu hektar, terutama di Grobogan, Blora, Wonogiri dan lainnya.
“Luas panen jagung Wonogiri pada Februari 2019 mencapai 37.000 hektar, di antaranya di Kecamatan Pracimantoro 5.874 hektar dan saat ini di Desa Watangrejo panen 453 hektar. Produktivitas 7,3 ton perhektar,” demikian dikatakan Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Wonogiri, Sapuan, pada acara panen raya jagung bersama Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi, selaku Penanggung Jawab Program Upaya Khusus Padi, Jagung dan Kedelai (UPSUS Pajale) Provinsi Jawa Tengah, di Desa Watangrejo Kecamatan Pracimantoro, Wonogiri, Selasa (12/2).
Sapuan menjelaskan pada umumnya di daerah pegunungan lahan kering ini petani tanam tumpang sari. Yakni padi-jagung-singkong, jagung-singkong-kacang tanah dan lainnya. Bahkan tanaman salip-salipan belum dipanen sudah disusul tanam berikutnya.
“Wilayah sini kebanyakan lahan berbatu tandus dan diurug tanah untuk ditanami. Walaupun mengandalkan air dari hujan, tapi lahan dimanfaatkan optimal, tidak ada lahan yang tidak ditanami, pekarangan rumah pun ditanami buah dan sayuran,” jelasnya.
Sementara itu Giman, Ketua Kelompoktani Sidorejo, Desa Watangrejo, Kecamatan Pracimantoro mengatakan saat ini harga jagung di petani mencapai Rp 4.200 per kg pipilan kering. Harga ini sudah turun dibanding minggu lalu Rp 4.500 sampai Rp 4.700 per kg pipilan kering.
“Sedangkan harga di pasar Rp 5.200 per kilogram. Kadar air jagung yang habis dipanen adalah 27 persen,” ungkapnya.
Pada panen raya ini, Direktur Jenderal Hortikultura selaku Penanggungjawab Upsus Pajale Jawa Tengah, Suwandi mengapresiasi keberhasilan petani yang mampu memanfaatkan lahan pertanian yang relatif tandus ini untuk bisa ditanami jagung secara optimal. Pasalnya, lahan yang ditanami jagung sebelumnya berupa batu padas, kemudian dilakukan reklamasi dengan menambahkan tanah subur yang dibeli dari daerah lain.
“Saya sangat bahagia hari ini karena petani di Desa Watangrejo ternyata mampu memanfaatkan tanah pertanian yang relatif tandus ini untuk bisa ditanami dengan optimal. Kedepannya agar petani tetap mengusahakan lahannya dengan baik dengan cara menggunakan pupuk organik,” ujarnya.
Terkait usulan petani yang meminta bantuan cultivator dan alat pemipil jagung, Suwandi menjelaskan agar usulan tersebut melalui Dinas Pertanian Kabupaten untuk diusulkan ke Kementan. “itu prosedurnya,” jelasnya.
Masih dalam acara panen, Suwandi membagikan bantuan gratis benih sayuran kepada petani seperti cabai, timun, dan jagung manis. Ia pun meminta ke peternak agar mengambil jagung dari petani di Jateng dan Jatim yang saat ini sedang banjir jagung.
“Panen melimpah dan harga lebih murah. Silakan para peternak unggas sekarang ambil jagung dari petani di Jateng dan Jatim,” mintanya.
Selanjutnya Suwandi menjelaskan pada tahun 2015 Indonesia impor jagung 3,5 juta ton setara Rp 10 triliun. Namun demikian, berkat program Kementan di bawah komando Mentan Andi Amran Sulaiman bisa menekan impor sehingga 2016 impor turun drastis dan 2017 tidak ada impor jagung pakan ternak.
Bahkan, lanjutnya, di tahun 2018 Indonesia sudah ekspor jagung yang totalnya 341 ribu ton. Ini prestasi luar biasa dari para petani dan semua pihak, sehingga bisa membalikkan Indonesia dari negara importir menjadi negara eksportir jagung.
“Produksi jagung harus kita tingkatkan ke depan. Saya mengharapkan para petani tetap semangat melakukan usaha tani dengan memproduksi pangan lokal, menghimbau agar mengonsumsi pangan lokal serta mencintai produk dalam negeri,” pungkas Suwandi.