DEPOK (IndependensI.com) – Kementan terus lakukan koordinasi bahas Strategi kebijakan mendukung usaha perunggasan nasional, sejak diberlakukannya Permentan Nomor 32 tahun 2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi sehingga diatur impor GPS, pengaturan distribusi DOC FS broiler untuk internal dan eksternal dengan perbandingan 50%:50%, kewajiban para peternak yang populasi live bird lebih dari 300.000/minggu untuk memiliki RPHU dan fasilitas rantai dingin (cold storage).
Kebijakan ini telah banyak menciptakan kestabilan baik dari sisi produksi maupun harga, namun turunnya harga live bird pada awal tahun 2019, pemerintah bersama stakeholder mengharuskan untuk mengkaji kembali kekurangan dan kelebihan dari kebijakan tersebut. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita saat melakukan Rapat Koordinasi Membahas Isu-Isu Perunggasan Nasional. (23/4).
“Pemerintah bersama stakeholders perlu menjaga ketersediaan daging ayam ras dan telur konsumsi sebagai barang kebutuhan pokok hasil peternakan” ungkap Ketut.
Lebih lanjut Ketut menyampaikan, Kementan mengumpulkan para stakeholders untuk mencari solusi terhadap permasalahan perunggasan di Indonesia. Hadir dalam kesempatan itu, wakil dari perusahaan integrasi (Integrator), Tim Analisa Penyediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur Konsumsi, Satgas Pangan, asosiasi peternak unggas, PATAKA, Kementerian Perdagangan, Kemenko Perekonomian, Inspektur Jenderal Kementan, Biro Hukum Kementerian Pertanian, Badan Ketahanan Pangan.
Ketut menjelaskan bahwa pengaturan keseimbangan supply-demand di bidang perunggasan terutama dilakukan untuk perlindungan terhadap peternak, koperasi atau peternak mandiri, sehingga dapat tercipta iklim usaha yang kondusif dan berkeadilan.
“Penambahan dan pengurangan produksi ayam ras dapat dilakukan apabila terjadi ketidakseimbangan supply-demand”, tandasnya.
Dalam pembahasan ini, menurut Ketut, pemerintah posisinya selalu di tengah-tengah, bersama kita untuk mengawal dan memastikan berjalannya usaha perunggasan nasional yang sehat”, ujar I Ketut Diarmita menegaskan.
“Adanya surplus produksi telur konsumsi, daging ayam dan capaian ekspor ke negara lain tidaklah membuat kita terlena dan berbangga, peluang ini perlu di sikapi dengan meningkatkan ekspor unggas dan produk unggas serta peningkatan industri pengolahan” ungkap Ketut.
Menurut Ketut, Industri perunggasan saat ini sudah mampu memenuhi kebutuhan protein hewani dalam negeri dan bahkan sudah diekspor. Sebagai gambaran produksi DOC FS broiler dan layer terus mengalami peningkatan dan pada tahun 2018 produksi DOC FS mencapai angka 3,15 miliar ekor.
Berdasarkan potensi produksi DOC FS tahun 2019 diperkirakan sebanyak 3,50 miliar ekor dengan rataan perbulan sebanyak 291 juta ekor atau setara daging ayam sebanyak 3,60 juta ton/tahun dengan rataan perbulan sebanyak 303 ribu ton. Proyeksi kebutuhan daging ayam tahun 2019 sebanyak 3,25 juta ton dengan rataan perbulan sebanyak 271 ribu ton.
Sehingga dari data potensi produksi dan kebutuhan tersebut diperkirakan tahun 2019 terdapat surplus daging ayam sebanyak 395 ton dengan rataan surplus perbulan sebanyak 32,9 ribu ton. Surplus atau cadangan daging ini guna mendukung upaya-upaya ekspor dan tumbuhnya industri pengolahan.
Pemerintah akan mendukung sepenuhnya bagi perusahaan ayam ras dalam negeri yang akan mengembangkan produknya untuk di ekspor dengan membantu mencarikan pasar ekspor untuk produk ayam ras dan hasil olahannya dan memberikan kemudahan dan insentif dalam pelaksanaan ekspornya.
Pelaporan Data Untuk Kontrol Supply –Demand
Ketut menyampaikan bahwa Kementerian Pertanian telah mewajibkan penyampaian data produksi DOC (Day Old Chicken) melalui pelaporan online.
“Ketersediaan data ini sangat penting dalam bisnis perunggasan agar menjadi lebih efektif, karena data merupakan hal yang wajib sebagai dasar perumusan kebijakan bagi kami”, tandasnya.
Untuk memperkuat data Kementan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan telah beberapa kali melakukan pertemuan dengan Tim Analisa Penyediaan dan Kebutuhan Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Tim yang diketuai oleh Prof. Dr. Trioso Purnawarman menyampaikan, Tim telah melakukan analisis supply-demand secara periodik dan disimpulkan bahwa hasil produksi DOC (Day Old Chicken) Final Stock mencukupi kebutuhan, yang artinya tidak ada over supply.
Untuk itu, Trioso berpendapat persoalan di hilir harus segera diselesaikan bersama antar lintas sektor, mengingat urusan daging ayam ini melibatkan banyak pihak. Pembentukan tim perunggasan lintas Kementerian dan Lembaga terkait untuk menangani permasalahan perunggasan dari hulu sampai hilir dinilai sangat penting dalam penyelesaian masalah secara komprehensif pada usaha perunggasan di Indonesia.
“Kementerian Pertanian bersama stakeholders terus berkoordinasi untuk merumuskan langkah-langkah strategis menyelesaikan permasalahan perunggasan ini” ujar I Ketut.
Industri perunggasan ini harus terus berkembang sesuai dengan kemajuan global atau modernisasi usaha perunggasan untuk memperoleh tingkat efisiensi usaha yang optimal. Peran pemerintah dalam menjaga ketersediaan daging ayam ras dan telur konsumsi sebagai barang kebutuhan pokok hasil peternakan, perlu mengatur penyediaan, peredaran, dan pengawasan ayam ras dan telur konsumsi.
“Untuk itu, Saya telah menugaskan kepada Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak untuk membuat pemetaan distribusi penyebaran DOC” tambah Ketut.
Dalam pertemuan koordinasi tersebut juga terdapat beberapa rekomendasi terkait wacana pembebasan atau pembatasan impor GPS yang disarankan untuk pengembangan industri perunggasan di Indonesia, yaitu:
Pertama, Impor DOC GPS secara nasional tetap diatur oleh pemerintah dengan memberikan kesempatan kepada para pelaku usaha yang memenuhi persyaratan impor GPS.
Kedua, Pelaksanaan validasi data sedangkan distribusi DOC FS broiler untuk internal dan eksternal 50%: 50% dilakukan oleh Tim. Tim validasi diketuai Oleh Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak dengan melibatkan Pinsar Indonesia (Pardjuni), Peternak Rakyat dan Peternakan Mandiri/PRPM (Sigit Prabowo), Gabungan Organisasi Peternakan Ayam Nusantara /GOPAN (Sugeng Wahyudi), Gabungan Pengusaha Pembibitan Unggas/GPPU (Wahyu).
Ketiga, Setiap perusahaan wajib melaporkan data sebagai berikut: 1) Realisasi Impor DoC GPS/DOC PS; 2) Populasi GPS dan PS; 3) Produksi PS dan FS; 4) Distribusi PS dan FS 5) Data Harga DOC PS dan Doc FS
Keempat, Laporan data tersebut disampaikan kepada Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak melalui system pelaporan online paling lambat tanggal 15 pada bulan berjalan untuk laporan bulan sebelumnya.
Kelima, Laporan tersebut wajib dipublikasikan oleh Direktur Perbibitan dan produksi Ternak melalui website resmi Ditjen PKH Kementan.
Keenam, Bagi pelaku usaha yang tidak menyampaikan laporan pada angka 3 akan diberikan sanksi penundaan rekomendasi impor dan atau sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
Ketujuh, Setiap asosiasi perunggasan yang ada di Indonesia wajib melaporkan jumlah dan alamat anggota, kapasitas kandang, dan populasi chick in per minggu
Pada akhir rapat ini Ketut menyampaikan segala program dan kebijakan perunggasan tidak akan berhasil tanpa dukungan dari seluruh pihak yang terkait termasuk didalamnya peran dari para perusahaan pembibit dan peternak ayam ”tutup Ketut.(***)