JAKARTA (IndependensI.com) – Presiden Joko Widodo memimpin jalannya rapat terbatas yang digelar di Kantor Presiden, pada Jumat pagi, 3 Mei 2019. Rapat terbatas kali ini membahas soal upaya percepatan penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan dengan pertanahan.
“Setiap ke daerah baik saat membagi sertifikat maupun kunjungan-kunjungan ke kampung atau ke desa selalu ada yang membisiki kepada saya atau menemui saya mengenai terjadinya sengketa lahan, sengketa tanah, baik itu rakyat dengan perusahaan swasta, rakyat dengan BUMN, maupun rakyat dengan pemerintah,” kata Presiden mengingatkan jajarannya.
Kepala Negara kemudian menyinggung salah satu sengketa lahan yang melibatkan masyarakat adat dengan BUMN yang terjadi di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Menurutnya, sengketa-sengketa serupa itu tidak hanya terjadi di satu-dua tempat saja, namun tersebar di banyak wilayah.
“Saya minta ini segera diselesaikan secepat-cepatnya, dituntaskan, agar rakyat memiliki kepastian hukum dan ada rasa keadilan,” ucapnya.
Terkait dengan konsesi atau hak atas pemanfaatan lahan yang diberikan pemerintah, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa konsesi tersebut harus mempertimbangkan keberlangsungan dan kepentingan masyarakat yang telah mendiami lahan konsesi tersebut sejak lama. Dirinya tak ingin perusahaan-perusahaan dapat dengan mudah mendapatkan izin kelola lahan sementara masyarakat yang berada di wilayah konsesi tersebut justru merasa kesulitan untuk memanfaatkan lahan di sekitar mereka.
“Konsesi yang diberikan kepada swasta kalau di tengahnya itu ada desa yang sudah bertahun-tahun hidup di situ kemudian mereka malah menjadi bagian dari konsesi itu ya harus diberikan. Berikan kepada masyarakat desa itu kepastian hukum,” kata Presiden.
Di hadapan jajaran terkait, Kepala Negara memerintahkan dengan tegas untuk mencabut konsesi yang telah diberikan kepada perusahaan-perusahaan bila ditemui adanya sengketa lahan dengan masyarakat sekitar wilayah konsesi.
“Ini rasa keadilan dan kepastian hukum harus dinomorsatukan. Sudah jelas di situ masyarakat hidup lama di situ malah kalah dengan konsesi baru yang baru saja diberikan,” tuturnya.
Presiden melanjutkan, untuk menangani permasalahan serupa itu di seluruh wilayah Indonesia, dibutuhkan ketegasan dan langkah-langkah yang sistematik. Dengan upaya yang tersistem itu diharapkan penyelesaian sengketa tidak hanya per kasus melainkan menyentuh seluruh persoalan dasar.
“Karena masalahnya terjadi di hampir semua provinsi, kabupaten, dan kota, maka gunakan cara-cara yang sistemik, yang tersistem, untuk bisa menyelesaikan semua. Tidak satu per satu,” ujarnya.
Selain itu, Presiden juga meminta agar kebijakan-kebijakan yang berimplikasi pada penataan dan penanggulangan sengketa pertanahan seperti kebijakan satu peta dan percepatan penerbitan sertifikat untuk rakyat terus dijalankan. Kepala Negara berharap agar pada tahun 2024 atau 2025 mendatang seluruh bidang tanah di Indonesia dapat memiliki sertifikat sehingga mengurangi munculnya potensi sengketa tanah.