Ini 4 Destinasi Wisata Sejarah di Subang Rekomendasi Komunitas Pencinta Sejarah

Loading

SUBANG (IndependensI.com) – Lebaran merupakan momentum umat Muslim Indonesia pulang kampung untuk merayakan Idulfitri bersama keluarga. Tradisi ini dikenal dengan nama ‘mudik’, akronim dari bahasa Jawa ‘mulih dilik’ yang berarti pulang sebentar.

Momentum mudik juga kerap dimanfaatkan masyarakat untuk pelesir bersama keluarga. Melihat fenomena tersebut, komunitas peduli sejarah dan budaya Indonesia Hidden Heritage (IHH) mengajak para orangtua untuk memanfaatkan momentum ini sebagai ajang mengenalkan sejarah kepada anak.

“Orangtua dapat memanfaatkan momentum mudik untuk membawa anak-anak mereka mengunjungi destinasi wisata sejarah yang ada di sekitar jalur mudik,” kata Founder Komunitas Indonesia Hidden Heritage, Nova Farida Lestari.

Menurut Nova, pelesir ke destinasi wisata bersejarah dapat meningkatkan kemampuan literasi sejarah di kalangan anak-anak dan remaja yang kini minim. Salah satu jalur mudik yang berada di sekitar destinasi wisata sejarah adalah Subang. “Setidaknya ada empat destinasi wisata sejarah di sekitar Subang yang menarik untuk dikunjungi,” ujar Nova.

Keempat destinasi sejarah itu ialah Situs Nay Subang Larang, Wisma Karya, dan Museum Amerta Dirgantara Mandala Lanud Suryadarma.

Situs Nay Subang Larang

Hasil penelusuran Komunitas Indonesia Hidden Heritage pada Maret 2019 menunjukkan bahwa Situs Nay Subang Larang bisa menjadi destinasi wisata sejarah yang menarik bagi keluarga. Situs ini merupakan peninggalan Kerajaan Pajajaran yang sarat sejarah. Di Situs Nay Subang Larang, orangtua dapat mengajak anak mengenal sejarah dan budaya dengan melihat langsung peninggalan arkeologi Sunda zaman Kerajaan Pajajaran.

Situs Nay Subang Larang dahulu merupakan tempat tinggal Nay Subang Larang, istri raja Pajajaran Prabu Siliwangi. Untuk mencapai gerbang situs, pengunjung harus melalui hutan jati kemudian berjalan kaki melewati pohon-pohon bambu serta area persawahan.

Situs yang terletak di Teluk Agung, Desa Nagerang, Subang itu ditemukan pada 1979 serta diresmikan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat pada 30 Juni 2011. Bagi pemudik yang pelesir ke sana, IHH menyarankan wisatawan mengenakan sepatu yang nyaman dan antislip agar tidak tergelincir saat terpaksa harus melalui jalanan yang basah.

Wisma Karya

Wisma Karya juga menarik dikunjungi karena merupakan salah satu bangunan bersejarah peninggalan Kolonial. Bangunan yang berdiri di atas tanah seluas 1 hektare itu pada masa pemerintahan Belanda menjadi simbol kejayaan perusahaan perkebunan bernama Pamanoekan & Tjiasem Landen (P&T Land) yang memonopoli lahan-lahan di Subang. P&T Land dimiliki warga negara Belanda sekaligus saudagar kopi bernama Peter Wellem Hofland.

Hofland menandatangani kontrak kerja sama dalam bidang perdagangan kopi dengan pemerintah Hindia-Belanda pada 1840. Di tahun 1858, ia berhasil mengambil alih seluruh tanah partikelir P&T Land menjadi milik pribadinya. Selain sukses berbisnis kopi, PW Hofland juga pernah ditunjuk menjadi demang oleh pemerintah Hindia-Belanda.

Untuk membuat dirinya eksklusif di tanah jajahannya, Hofland bersama delapan demang mendirikan gedung bernama Societe sebagai tempat berkumpul kelompok masyarakat eksklusif (societe). Gedung yang terletak di Jalan Ade Irma Suryani Nasution Nomoer 2, Karanganyar, Subang itu kini dinamai Wisma Karya.

Museum Amerta Dirgantara Mandala Lanud Suryadarma

Jejak Kolonial di Subang dapat pula dilihat di Museum Amerta Dirgantara Mandala Lanud Suryadarma. Di museum ini pemudik dapat melihat bangunan bersejarah yang dahulu adalah sekolah penerbangan pertama di Indonesia serta pesawat-pesawat layang berusia lebih dari 100 tahun.

Pesawat-pesawat tua tersebut masih terpelihara dengan baik. Sejarah Lanud Suryadarma dimulai pada 30 Mei 1914 ketika Belanda membangun satuan udara bernama Proef Vlieg Afdeling (PVA) atau Bagian Penerbangan Percobaan sebagai bagian dari pasukan Belanda di Hindia-Belanda, KNIL. Sejak saat itu lapangan udara di Kalijati beroperasi dengan kondisi sederhana. Lapangan udara militer tertua di Indonesia tersebut masih berupa rumput dan bangsal-bangsal dari bambu. Bangunan dan fasilitas, termasuk gedung markas pangkalan selesai dibangun pada 1917. Sementara Museum Amerta Dirgantara Mandala diresmikan pada 1962.

Museum Rumah Sejarah Kalijati

Masih di kawasan Lanud Suryadarma terdapat pula Museum Rumah Sejarah Kalijati. Museum ini merupakan saksi bisu penyerahan kekuasaan Belanda kepada Jepang di tanggal 8 Maret 1942. Rumah Sejarah Kalijati merupakan tempat penentu berakhirnya kekuasaan Belanda dan dimulainya Pendudukan Jepang.
Setelah serangan tiba-tiba dari balatentara Jepang, Belanda yang tidak siap menghadapinya terpukul mundur hingga akhirnya mengalami kekalahan. Setelah itu Panglima Ter Poorten mengajukan perundingan.

Dalam perundingan tersebut Jenderal Imamura meminta agar Panglima Ter Poorten menyerah tanpa syarat dan menyerahkan seluruh Tentara Hindia-Belanda.
Jepang mengancam akan menghujani Bandung dengan bom dari udara jika Poorten tidak bersedia memenuhi permintaan tersebut. Poorten akhirnya menyetujuinya dan menandatanganj perjanjian penyerahaan kekuasaan Hindia-Belanda tanpa syarat.

Untuk mendapatkan informasi lebih lengkap mengenai komunitas Indonesia Hidden Heritage dan kegiatan yang telah dilakukan, silakan menghubungi Public Relations IHH Rina Garmina di 08578-0230-329. (Chs)