CIPANAS (IndependensI.com) – Paham radikal terorisme adalah ideologi negatif yang jelas ingin merusak dan menghancurkan keutuhan dan kedamaian bangsa Indonesia. Karena itu, seluruh komponen bangsa harus bersama perangi radikalisme dan terorisme, apalagi yang bertentangan dengan konsensus bangsa Indonesia yaitu Pancasila, UUD 45, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Radikalisme dan terorisme sangat bahaya sehingga jangan sampai masuk ke Indonesia. Kalau paham ini masuk, suatu negara bisa hancur. Contohnya Suriah dan Irak. Jangan sampai itu terjadi di Indonesia,” kata Deputi Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayjen (TNI) Hendri Paruhuman Lubis saat memberikan wawasan kebangsaan pada Rapat Pimpinan Terbatas (Rapimtas) Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan di Istana Cipanas, Cianjur, Jumat (9/8/2019).
Rapimtas Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu itu diikuti para pejabat eselon 1 dan dua, serta para Kepala Kantor Wilayah (Kakanwal) Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu seluruh Indonesia.
Mewakili Kepala BNPT, Hendri menambahkan, pemberian wawasan kebangsaan dan pemahaman tentang bahaya radikalisme dan terorisme ke seluruh masyarakat, khususnya, jajaran Aparatur Sipil Negara (ASN), ini harus terus dilakukan. Ini penting agar seluruh komponen bangsa memiliki imunitas terhadap paham tersebut. Dalam hal ini, radikalisme yang dimaksud adalah radikalisme yang negatif.
“Yang kami maksud bukan radikalisme positif tapi radikalisme dalam perspektif negatif yaitu terkait masalah interoleransi, anti-Pancasila, anti-NKRI dan penyebaran paham takfiri,” ungkap Hendri.
Pada kesempatan itu, mantan Komandan Grup 3 Sandi Yudha Kopassus ini mengungkapkan, BNPT telah menjalin sinergitas dengan 36 lembaga dan kementerian dalam memerangi radikalisme dan terorisme. Manfaat sinergitas ini dinilai sangat luar biasa, khususnya bagi BNPT dalam menjalankan program penanggulangan terorisme, umumnya bagi pemerintah Indonesia dalam menciptakan keamanan dan perdamaian di Bumi Pertiwi.
Namun, lanjut Hendri, sinergitas ini harus terus diperkuat agar ke depan penanganan masalah terorisme bisa lebih masif dan lebih baik. Khusus di kalangan ASN, ia memastikan BNPT akan terus memperkuat kerjasama ini.
“Seperti Dirjen Perbendaharaan, mereka memiliki kantor wilayah di seluruh Indonesia, juga lembaga-lembaga pemerintah lainnya. Sementara BNPT juga punya FKPT di 32 Provinsi. Ini bisa kita kolaborasikan dalam rangka membuat langkah-langkah pencegahannya yang lebih menyeluruh,” ungkap mantan Danrem 173/Praja Vira Braja itu.
Pada kesempatan itu, Hendri juga memaparkan strategi penanggulangan terorisme yang telah dilakukan BNPT baik dengan soft approach (pencegahan) maupun hard approach (penindakan). Untuk soft approach ada dua strategi yaitu kontra-radikalisasi dan deradikalisasi, sedangkan hard approach dengan penindakan secara hukum.
Ia juga menguraikan bahwa aksi terorisme bisa terjadi di mana saja. Ia mencontohkan negara yang selama ini dikenal paling aman sedunia yaitu Selandia Baru, beberapa waktu terjadi aksi terorisme berupa penembakan massal di dua masjid. Contoh lainnya di Sibolga, Sumatera Utara.
“Siapa sangka Sibolga yang selama ini tidak ada ‘bau-baunya’ terorisme, tiba-tiba ‘meledak’ oleh bom bunuh diri yang melibatkan keluarga. Itu bukti bahwa terorisme bisa terjadi dimana-mana, sehingga seluruh komponen harus waspada dan bersama untuk mencegahnya,” tegas Hendri.
Sementara itu, Dirjen Perbendaharaan Departermen Keuangan Andin Hadiyanto menilai, Kemenkeu adalah salah satu kementerian yang punya unit vertikal di seluruh Indonesia. Menurutnya, ini potensi besar untuk mendukung langkah pemerintah, dalam hal ini BNPT, dalam mencegah masuknya radikalisme dan terorisme.
“Kami siap mendukung langkah-langkah pencegahan ini. Ini penting tidak hanya bermanfaat bagi para ASN itu sendiri, tapi juga bagi keluarganya dan masyarakat luas. Ini akan jadi konsen kita, tidak hanya menjalankan tugas sebagai ASN atau PNS, juga mendukung BNPT mencegah radikalisme yang menjadi musuh kita bersama,” kata Andin.