Foto: Dr Drs Dagut Herman Djunas (Ketua Panitia, dua dari kiri), Dr Yulius Yohanes, M.Si (Ketua Tim Perumus, paling kiri), dan Drs Demud Anggen (Sekretaris Panitia, paling kanan), bersama Asisten Teritorial Kasdam XII/Tanjungpura, Kol Inf Asep (tiga dari kiri) di Pontianak, Kamis, 15 Agustus 2019.

Hasil Tumbang Anoi 2019, Dayak Tuntut Otonomi Khusus

Loading

PONTIANAK (Independensi.com) – Seminar Internasional dan Ekspedisi Napak Tilas Damai Tumbang Anoi 1894 tahun 2019, pada 22 – 24 Juli 2019, hasilnya menuntut diberlakukan Otonomi Khusus Kebudayaan Suku Dayak sehubungan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan.

Hal itu dikatakan Ketua Panitia, Dr Drs Dagut Herman Djunas, SH, MT, Ketua Tim Perumus, Dr Yulius Yohanes, M.Si dan Sekretaris Panitia, Drs Demud Anggen, usai merampungkan materi laporan kegiatan dalam bentuk buku sesuai standar ilmiah di Pontianak, Sabtu, 17 Agustus 2019.

Dagut Herman Djunas, Yulius Yohanes dan Demud Anggen, mengilustrasikan, pembacaan Protokol Tumbang Anoi Nasional dan Internasional 2019, bertepatan dengan Perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-74, Sabtu, 17 Agustus 2019, dimaknai sebuah era revitalisasi peradaban Kebudayaan Suku Dayak, dalam pergulatan regional, nasional dan internasional.

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, telah memutuskan memindahkan IKN ke Kalimantan, sehingga ada konsekuensi logis berupa amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1964, tentang Pernyataan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Raya Tetap Sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia.

Dimana di dalam materi amandemen Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1964, harus ada pasal yang mengakomodir kepentingan Suku Dayak sebagai penduduk asli di Pulau Kalimantan, melalui penerapan Otonomi Khusus Kebudayaan Suku Dayak.

“Tuntutan Otonomi Khusus Kebudayaan Suku Dayak, tetap dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sejarahnya, ideologi Pancasila disarikan dari kebudayaan berbagai suku bangsa di Indonesia. Karena sejarahnya Suku Dayak bagian tidak terpisahkan dari NKRI, maka Kebudayaan Suku Dayak turut andil di dalam melahirkan ideologi Pancasila. Merevitalisasi Kebudayaan Suku Dayak, merawat dan mencintai Kebudayaan Suku Dayak, merupakan wujud nyata di dalam pengalaman ideologi Pancsila dalam bingkai NKRI,” tegas Dagut H Djunas.

Protokol Tumbang Anoi Nasional dan Internasional 2019, ujar Dagut H Djunas, segera disampaikan kepada para Gubernur, Bupati dan Wali Kota di Kalimantan, Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Borneo Dayak Forum Internasional (BDFI), International Dayak Justice Council (IDJC), Mahkamah Hakim Adat Dayak Nasional (MHADN), Dewan Adat Dayak (DAD), Perwakilan Tetap Suku Dayak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, para Menteri dan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.

Protokol Tumbang Anoi 2019, dibagi dua bagian, yaitu berskala nasional mencakup 9 point dan skala internasional mencakup 5 point. Tuntutan Otonomi Khusus Kebudayaan Suku Dayak, masuk di dalam materi Protokol Tumbang Anoi Nasional 2019.

“Dalam point ketiga, Protokol Tumbang Anoi Nasional 2019, berbunyi, mendukung penuh rencana Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo untuk Pemindahan Ibukota Pemerintahan Republik Indonesia ke Pulau Kalimantan/Borneo, dan menuntut Otonomi Khusus Kebudayaan Suku Dayak,” ujar Dagut.

Pada point pertama, ujar Dagut, Protokol Tumbang Anoi Nasional 2019, menuntut Pemerintah Republik Indonesia, Presiden Joko Widodo mengangkat putera/puteri terbaik Suku Dayak menjadi Menteri dan beberapa Staf Ahli Kepresidenan di Kabinet Kerja Jilid II Pemerintah Republik Indonesia.

Point kedua, “Menuntut Pemerintah dalam pengembangan sumberdaya manusia Suku Dayak, agar mengalokasikan anggaran yang besar untuk peningkatan Perguruan Tinggi Negeri di Pulau Dayak, serta mengakomodir putera-puteri Suku Dayak dalam mengikuti pendidikan kedinasan baik Pemerintah Pusat maupun Daerah (Akademi Militer Nasional, Akademi Polisi Republik Indonesia, Institut Pemerintahan Dalam dan pendidikan kedinasan lainnya).”

Di Point keempat, “Menuntut Pemerintah untuk mengembalikan lahan dan hutan adat kepada masyarakat Suku Dayak yang diambil di luar berstatus sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) dan minimal 20 (dua puluh) persen di dalam HGU untuk kebun kemitraan/plasma perkebunan dari pengusaha perkebunan kelapa sawit, serta memomatorium pemberian izin terhadap perkebunan kepala sawit, usaha pertambangan, dan Program Transmigrasi di Pulau Dayak dan Program Keluarga Berencana.”

Kelima, “Menuntut hak penerapan Program Heart of Borneo (HoB) sebagai kesepakatan Indonesia, Federasi Malaysia dan Brunei Darussalam sejak 12 Februari 2007, untuk kepentingan Masyarakat Adat Suku Dayak; serta menuntut Pemerintah untuk membina dan mengembangkan pertanian tradisional, berupa komoditi lokal seperti karet, rotan dan produk-produk hutan lainnya, agar dijadikan kekuatan pembangunan ekonomi Dayak.”

Dikatakan Dagut, pada point keenam, “Menuntut penetapan lahan 10.000 (sepuluh ribu) hektar Lahan dan Hutan Adat Damang Batu di Desa Tumbang Anoi, untuk pelestarian kawasan Cagar Budaya Rumah Betang Damang Batu di Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah kepada Pemerintah Republik Indonesia, sebagai Pusat Kebudayaan masyarakat adat Suku Dayak Sedunia, dengan distribusi sistem anggaran bersumber pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).”

Point ketujuh, “Menuntut Pemerintah agar dalam perubahan status kawasan hutan (hutan lindung, taman nasional, cagar alam dan hutan produksi), harus mendapat persetujuan tertulis dari Masyarakat Adat Suku Dayak setempat.”

Point kedelapan, lanjut Dagut, “Menuntut Pemerintah agar memberikan ruang dan tempat untuk peran Hakim Adat Dayak dalam menyelesaikan permasalahan perdata dan pidana, harus mengutamakan aspek kearifan lokal berbasiskan hukum adat Dayak, penggunaan hukum negara dilihat sebagai upaya “ultimum remidium”, upaya hukum terakhir.”

Pada point kesembilan, ungkap Dagut, “Mengakui Kaharingan sebagai sistem religi Suku Dayak berdasarkan legenda suci Dayak, mitos suci Suku Dayak, adat istiadat Suku Dayak, dan hukum adat Suku Dayak, dengan menempatkan hutan sebagai simbol dan sumber peradaban; dan menuntut Pemerintah untuk memasukkan dalam Sistem Administrasi Pemerintahan Republik Indonesia.”

Protokol Internasional
Ketua Tim Perumus, Dr Yulius Yohanes, M.Si, mengatakan, dalam Protokol Tumbang Anoi Internasional 2019, point pertama, “Menyepakati penyebutan Pulau Kalimantan (Borneo) dengan sebutan Pulau Dayak, Menetapkan tanggal 24 Juli sebagai Hari Persatuan Dayak Internasional, tanggal 24 Juli dijadikan agenda tahunan dan menerbitkan Kalender Dayak Internasional mulai tahun 2020.”

Kedua, menurut Yohanes, “Menyusun panduan pengesahan perkawinan campur di kalangan Suku Dayak dengan etnis lain yang menikah dengan masyarakat Adat Suku Dayak melalui sistem religi masyarakat Adat Suku Dayak, maka secara otomatis menjadi masyarakat Adat Suku Dayak.”

“Membentuk Sekretariat Jenderal Dayak Internasional Organization, sebagai tim negosiator dalam Organisasi Dayak Dunia terkait dengan upaya untuk memperjuangkan hak Dayak di masing-masing negara menyangkut aspek sosial, ekonomi, politik dan spiritual Dayak, dengan jumlah anggota 2 (dua) orang masing-masing provinsi, dan negara bagian, dengan masa kepengurusan 5 (lima) tahun,” kata Yulius Yohanes, membacakan point ketiga Protokol Tumbang Anoi Internasional 2019.

Pada point keempat, lanjut Yohanes, “Membentuk Pengurus Yayasan Damang Batu Internasional, dengan jumlah anggota 5 (lima) orang masing-masing provinsi, dan negara bagian, dengan masa kepengurusan 5 (lima) tahun, dengan tugas mengelola dan mendesain tata ruang untuk pembangunan Kawasan Hutan Adat Dayak Damang Batu di Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Dayak Tengah, seluas 10.000 (sepuluh ribu) hektar, sebagai Cagar Budaya Internasional dan Pusat Kebudayaan Dayak Dunia.”
Point kelima Protokol Tumbang Anoi Internasional 2019, lanjut Yulius Yohanes, “Menyepakati salam Dayak Dunia “Adil Ka’ Talino, Ba’ Curamin Ka’Saruga, Ba’ Basengat, Ka’ Jubata” sebagai Salam Dayak.”

“Demikian Protokol Nasional dan Internasional Tumbang Anoi Tahun 2019, dibuat dengan rasa tanggungjawab dengan penuh kesadaran, final, mengikat, ditandatangani seluruh peserta yang hadir, berlaku bagi seluruh masyarakat Suku Dayak Dunia,” tegas Yulius Yohanes, membacakan penegasan tertuang di dalam frasa terakhir Protokol Tumbang Anoi Nasional dan Internasional 2019.

Dikatakan Yulius Yohanes, Protokol Tumbang Anoi Nasional dan Internasional 2019, ditandatangani seluruh peserta yang hadir di dalam daftar absensi selama seminar digelar di depan Cagar Budaya Rumah Betang Damang Batu, Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah, Selasa, 23 Juli 2019.

Seminar dimeriahkan tarian tradisional Suku Dayak dari Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat. Seminar Internasional dan Napak Tilas Damai Tumbang Anoi 1894 tahun 2019, ditutup Wakil Bupati Gunung Mas, Efrensia L.P. Umbing dan dihadiri Bupati Murung Raya, Perdie Midel Yoseph di samping Cagar Budaya Rumah Betang Damang Batu di Tumbang Anoi, Selasa malam, 23 Juli 2019.

Dalam cara penutupan dengan pemukulan alat musik trasidisonal Suku Dayak Provinsi Kalimantan Tengah bernama ‘katambung’ (gendang) oleh Wakil Bupati Gunung Mas, Efrensia L.P. Umbing, dibacakan draft Protokol Tumbang Anoi Nasional dan Internasional 2019 oleh Sekretaris Dewan Adat Dayak Kabupaten Murung Raya, Herianson D. Silam dan pembacaan Berita Acara pembentukan Dayak International Organization dan Yayasan Damang Batu Internasi oleh Tim Perumus, Dr Yulius Yohanes, M.Si.

Penutupan dimeriahkah dengan suara merdu Bupati Murung Raya, Perdie Midel Yoseph, dan Wakil Bupati Gunung Mas, Efrensia L.P. Umbing, dengan menyanyikan beberapa lagu dangdut, dan sejumlah lagu tradisional Suku Dayak Kalimantan Tengah, bernama musik karungut.

Kalender Dayak 2020
Sekretaris panitia, Demud Anggen, mengatakan, materi Protokol Tumbang Anoi Nasional dan Internasional 2019, disusun berdasarkan standard ilmiah, dimana setiap point protokol didukung payung hukum dan atau frasa yang tertuang di dalam materi rumusan (nasional dan internasional) dan kesimpulan (nasional dan internasional).

Tindaklanjut Protokol Tumbang Anoi Nasional dan Internasional 2019, tengah menyusun materi Kalender Dayak Internasional 2020 tahun depan, yang mulai digarap Agustus 2019 di bawah kendali dan tanggungjawab Cornelius Kimha (tokoh masyarakat Dayak Kalimantan Barat) dan Suryadman Gidot (Bupati Bengkayang), sebagai salah satu inisiator pelaksanaan Seminar Internasional dan Ekspedisi Napak Tilas Damai Tumbang Anoi 1894 tahun 2019.

“Penyusunan materi Kalender Dayak Internasional 2020, memang dipercayakan kepada Kalimantan Barat, dan nantinya soft copy-nya dikirim ke tiap-tiap provinsi dan negara bagian, untuk dicetak masing-masing. Kemudian paling lambat akhir September 2019, digelar pertemuan Pengurus Dayak Internasional Organization dan Yayasan Damang Batu Internasional, dari personil yang sudah ditetapkan sesuai Berita Acara yang dibacakan pada penutupan di Desa Tumbang Anoi, Selasa malam, 23 Juli 2019,” ujar Demud Anggen.

Personil Pengurus Organisasi Dayak Internasional atau Dayak International Organization, terdiri dari: Provinsi Dayak Tengah: (Dr Drs Dagut H. Djunas, SH, MT, Dr Marko Mahin, MA), Provinsi Dayak Barat: (Dr Yulius Yohanes, M.Si, Dr Genopepa Sedia SH, MH), Provinsi Dayak Timur: (Dr Jiuhardi, SE, MM, Dr.Paulus Matius).

Provinsi Dayak Selatan: (Abdussani, M. I.Kom, Bujino A Salan K, SH), Provinsi Dayak Utara: (Jahari, S.Sos, Marli Kamis, SH), Negara Bagian Sarawak: (Mike M Joke, Bunie Japah), Negara Bagian Sabah: (Datuk Dr Jeffrey G Kitingan, Jalumin Bayogoh).

Sekretariat Jenderal Organisasi Dayak Internasional atau Dayak International Organization, diberikan kewenangan menentukan personil kepengurusan yang berasal dari masing-masing provinsi, negara bagian, dan bertugas untuk melakukan negosiasi kepada Pemerintah Republik Indonesia, Federasi Malaysia dan Kerajaan Brunei Darussalam, dalam memberikan perlindungan terhadap hak Suku Dayak sebagai penduduk asli atau penduduk asal sebagaimana Deklarasi Hak-hak Masyarakat Adat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 61/295, tanggal 13 September 2007.

Dalam kepengurusan Dayak International Organization periode 23 Juli 2019 – 23 Juli 2025, Datuk Dr Jeffrey G Kitingan, ditetapkan sebagai Presiden Dayak International Organization (DIO) dan Dr Yulius Yohanes, M.Si, sebagai Sekretaris Jenderal Dayak International Organization masa kepengurusan 23 Juli 2019 – 23 Juli 2025, dan Jalumin Bayogoh sebagai Kepala Sekretariat International Dayak Organization, berkedudukan di Kota Kinabalu, Negara Bagian Sabah, Federasi Malaysia dan di Pontianak, Provinsi Dayak Barat.

Personil Pengurus Yayasan Damang Batu Internasional, terdiri dari: Provinsi Dayak Tengah: (Dr. Ir. Aswin Usup, SP, Dra. Russaly Emond Umbing, M.Pd, Dr. Marko Mahin, MA, Dr. Drs. Dagut H. Djunas, MP, MT, E.P. Romong, SH.).

Provinsi Dayak Barat: (Suryadman Gidot, M.Pd, Drs Askiman, MM, Dr Yulius Yohanes, M.Si, Dr Genopepa Sedia SH, MH, Aju). Provinsi Dayak Timur: (Dr. Jiuhardi, SE, MM, Dr. Paulus Matius, Edy Gunawan, Fendi Njuk, Michael).

Provinsi Dayak Selatan: (Abdussani M. I.Kom, Bujino A. Salan K, SH, MH, Ahmad Sairani, Yophi Sabtura, SE, Tri Yosina, S.Pd, M.Pd),Provinsi Dayak Utara: (Dr Yansen Tipa Padan, Lumbis, S.Sos, Marli Kamis, SH, Darboy, S.Sos, Muriono Sumatalun), Negara Bagian Sarawak: ( Mike M Jok, Richard Lias, Bunie Japah, Mangga Mikui, Douglas Alau), Negara Bagian Sabah: (Dr Datuk Jeffrey G Kitingan, Jalumin Bayogoh, Andrew Ambrose Atama Katama, Feddrin Tuliang, Belynda Buntot)

Presidium Yayasan Damang Batu Internasional, diberikan kewenangan menentukan personil kepengurusan yang berasal dari masing-masing provinsi, negara bagian, dan Brunei Darussalam dan bertugas untuk mengelola dan mendesain tataruang dalam pembangunan Kawasan Hutan Adat Dayak Damang Batu di Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Dayak Tengah, seluas 10.000 (sepuluh ribu) hektar, sebagai Cagar Budaya Internasional dan Pusat Kebudayaan Dayak Sedunia.

Kepengurusan Yayasan Damang Batu Internasional periode 23 Juli 2019 – 23 Juli 2025, menetapkan Dr Ir Aswin Usup, M.P, MT sebagai Ketua Yayasan Damang Batu Internasional, Dra Russaly Emond Umbing, M.Pd sebagai Sekretaris Jenderal Yayasan Damang Batu Internasional, Drs Demud Anggen sebagai Kepala Sekretariat Yayasan Damang Batu Internasional, berkedudukan di Palangka Raya, Provinsi Dayak Tengah dan di Tumbang Anoi, Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Dayak Tengah.

Pangdam dan Gubernur
Demud Anggen mengatakan, panitia inti merampungkan laporan dalam bentuk buku selama dua hari di Pontianak, 15 – 16 Juli 2019. Buku itu, termasuk di dalamnya berbagai dinamika sebelum, selama dan sesudah kegiatan, dijadikan acuan sebagai langkah perbaikan kegiatan serupa yang diputuskan digelar selama lima tahun sekali.

Pada 22 Mei – 24 Juli 1894, di rumah betang (rumah tiang panggung memanjang) milik Tokoh Adat Dayak Uud Danum, bernama Damang Batu di Tumbang Anoi yang sekarang menjadi Desa Tumbang Anoi, Kecamatan Damang Batu, Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia, ribuan tokoh Dayak menggelar pertemuan damai.

Pertemuan damai, menghasilkan 9 point kesepakatan, dijabarkan di dalam 96 pasal hukum adat, di antaranya menghentikan budaya perbudakan dan potong kepala manusia (mengayau).

Sejak 1894, sudah tiga kali kegiatan serupa di Tumbang Anoi, yaitu tahun 1999, 2014 dan 2019. Kegiatan serupa pada 22 – 24 Juli 2019, diikuti paling banyak peserta, sekitar dua ribu orang saat pembukaan, termasuk dari Negara Bagian Sabah dan Negara Bagian Sarawak, Federasi Malaysia.

Demud Anggen, secara khusus mengucapkan terimakasih atas dukungan maksimal dalam banyak aspek dari Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) XII/Tanjungpura, Mayjen TNI Herman Arisabab, Gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran, Bupati Gunung Mas, Jaya Samaya Monong, Presiden Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Cornelis, Ketua Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah, Agustiar Sabran, DAD se Kalimantan, dan Forum Organisasi Pemuda Dayak (Fordayak) Provinsi Kalimantan Tengah, sehingga secara keseluruhan kegiatan Seminar Internasional dan Napak Tilas Damai Tumbang Anoi 1894 tahun 2019, bisa terselenggara dengan baik.

Menurut Demud Anggen, ruas jalan dari Tewah ke Tumbang Anoi yang sempat rusak parah, langsung bisa dilewati kendaraan roda empat dengan mulus, berkat bantuan maksimal dari Pangdam XII/Tanjungpura, Gubernur Kalimantan Tengah, Presiden MADN, DAD Provinsi Kalimantan Tengah, Bupati Gunung Mas dan Fordayak, dalam berkoordinasi, mendukung pelaksanaan Seminar Internasional dan Ekspedisi Napak Tilas Damai Tumbang Anoi 1894 tahun 2019.

“Ribuan warga dan tokoh Dayak berkumpul di Tumbang Anoi, 22 – 24 Juli 2019, dengan menggunakan pakaian adat masing-masing, terutama para Bupati dan Wakil Bupati, dalam suasana riang dan gembira, mustahil bisa terwujud, jika tidak mendapat dukungan dalam banyak aspek dari otoritas yang berwenang di Pulau Kalimantan,” kata Demud Anggen.

Kepanitiaan Seminar Internasional dan Ekspedisi Napak Tilas Damai Tumbang Anoi 1894 tahun 2019, berdasarkan Surat Keputusan Yayasan Budaya Damang Batu Sakti Kalimantan Tengah, bekerjasama dengan Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Borneo Dayak Forum Internasional (DBFI), Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional (ICDN), Forum Intelektual Dayak Nasional (FIDN). (Aju)