Kapuspenkum Kejaksaan Agung Mukri

Kasus Pembobolan Bank BTN, Kejaksaan Agung Periksa Dirut PT NAP

Loading

Jakarta (Independensi.com)
Kasus dugaan korupsi terkait pembobolan bank plat merah PT Bank Tabungan Negara (BTN) cabang Semarang, Jawa Tengah melalui pemberian Kredit Yasa Griya (KYG) kepada sejumlah debitur yang disidik Kejaksaan Agung hingga kini belum juga ada tersangkanya.

Sejauh ini Tim penyidik Pidana Khusus Kejagung masih memeriksa saksi-saksi. Termasuk saksi dari pihak debitur yang menerima fasilitas kredit yaitu Direktur Utama PT Nugra Alam Prima (NAP) Eddy George

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Mukri mengatakan di Jakarta, Selasa (3/9/2019) saksi Eddy George memenuhi panggilan dari tim penyidik dan telah dimintai di Gedung JAM Pidsus, Jakarta, Selasa.

Mukri menyebutkan bahwa dalam pemeriksaan itu saksi Eddy George ditanya seputar penerimaan fasilitas kredit dari PT BTN Cabang Semarang kepada PT NAP.

Kasus yang disidik Kejagung ini berawal ketika April 2014, Bank BTN Cabang Semarang memberi fasilitas kredit kepada PT Tiara Fatuba (TF) sebesar Rp15,2 milyar untuk membangun perumahan Graha Cepu Indah di Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Namun prosedur pemberian fasilitas kredit kepada PT TF diduga dilakukan secara melawan hukum dan tidak sesuai dengan surat edaran Direksi PT. Bank BTN sehingga berakibat kredit macet sebesar Rp11,9 milyar.

Namun pada Desember 2015, Asset Managemen Division (AMD) kantor Pusat BTN malah melakukan novasi (pembaharuan hutang) kepada PT Nugra Alam Prima (NAP) selaku debitur baru dengan nilai plafond Rp20 milyar guna melanjutkan pembangunan perumahan Graha Cepu Indah.

Novasi tersebut, kata Mukri, tanpa ada tambahan agunan sehingga menyebabkan kredit macet kembali sebesar Rp15,6 milyar.

Kemudian pada November 2016, AMD kantor Pusat BTN kembali melakukan novasi secara sepihak dari PT NAP kepada PT Lintang Jaya Property debitur baru yang tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dan tanpa ada tambahan agunan kembali dengan plafond kredit sebesar Rp. 27 milyar.

“Hal itu menyebabkan kredit macet kembali sebesar Rp. 26 milyar dengan kategori kolektibilitas lima,” kata Mukri.(MUJ)