Jakarta (Independensi.com)
Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) Jan Samuel Maringka mengatakan dalam melakukan pemulihan terhadap aset-aset milik negara bisa menggunakan tiga instrumen penegakan hukum.
“Ketiga instrumen yaitu pidana, perdata dan administratif,” kata Jan kepada wartawan di Jakarta, Selasa (15/10/2019) seusai menjadi “Keynote Speaker” dalam seminar “Peran Kejaksaan Dalam Penyelamatan Aset Negara Sebagai Pilar Pembangunan Nasional”.
Menurut Jan penggunaan ketiga instrumen sejalan perubahan paradigma penegakan hukum yang tidak lagi berorientasi kepada upaya untuk menghukum pelaku kejahatan.
“Namun lebih penting dilakukan bagaimana cara memulihkan kerugian yang timbul dari perbuatan tersebut. Termasuk kerugian terhadap keuangan maupun aset negara,” tuturnya.
Oleh karena itu, kata Jan, jajaran kejaksaan dalam pemulihan aset-aset negara tidak selalu harus menggunakan instrumen pidana.
“Justru aspek restorative justice merupakan unsur penting yang tidak dapat dilupakan dalam penegakan hukum,” katanya dalam acara diselenggarakan Puspenkum Kejagung bekerjasama dengan Ikatan Alumni Universitas Brawijaya (IKA-UB)
Untuk itu, tuturnya, dibutuhkan kerja sama dan jaringan informasi dalam mendukung kecepatan penelusuran aset-aset negara.
“Nah, ini yang sedang kita kembangkan yaitu bagaimana membangun sinergi dengan pemangku kepentingan terkait termasuk Pemerintah Daerah,” ucapnya.
Disebutkannya Korps Adhyaksa dan Pemerintah Daerah pun telah sepakat untuk menyamakan persepsi tentang pentingnya koordinasi dalam upaya penyelamatan aset negara.
“Salah satu upayanya adalah melakukan deteksi dan identifikasi terhadap semua aset yang dikuasai oleh pihak lain secara tidak berhak,” katanya.
Perwujudan itu dilakukan dengan ditandatanganinya “Deklarasi Bersama Penyelamatan Aset Negara” oleh para Sekda Provinsi se Indonesia yang menghadiri acara seminar dan juga diskusi panel dengan Kejaksaan RI.
Diskusi panel menghadirkan narasumber Walikota Surabaya Tri Rismaharini, Ketua Bidang Hukum-IKA UB Didik Farkhan yang juga Wakil Jaksa Tinggi Bali dan Priyo Djatmiko pakar Hukum Universitas Brawijaya.(MUJ)